2018-12-08 Gema Janji Sewu Tahun Atisa Dipamkara di Nusantara – Satu Suara Membabarkan Sarvadharma

undefined

Ceramah Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu pada Upacara Agung Homa Atisa Dipamkara Srijnana, 8 Desember 2018 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD Tangerang

Terlebih dahulu sembah puja kepada segenap Guru Silsilah : Sembah puja kepada Bhiksu Liaoming, sembah puja kepada Guru Sakya Zhengkong, sembah puja kepada Gyalwa Karmapa ke-16, sembah puja kepada Guru Thubten Dhargye, sembah puja kepada Tri-ratna Mandala, sembah puja kepada Adhinatha upacara homa hari ini : Y.A. Atisa.

Gurudara, Thubten Ksiti Rinpoche, para Acarya, Dharmacarya, Bhiksulama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat Sedharma, dan umat Sedharma yang menyaksikan melalui internet. Tamu agung yang hadir hari ini sangat banyak, tadi pembawa acara telah memperkenalkan satu-persatu, terima kasih yang sebesar-besarnya atas kedatangan semua tamu agung.

Salam untuk semuanya : Selamat siang semuanya ! Apa kabar semuanya ! ( Mahaguru mengucap dalam Bahasa Mandarin ) Satu, dua, tiga, terima kasih ( Mengucap dalam Bahasa Indonesia ) Terima kasih semuanya. Thank you for coming. Kam-sam-ni-da!( Bahasa Korea : Terima kasih ) Sawadika ! ( Bahasa Thai : Apa kabar ) Domo konichiwa ( Bahasa Jepang : Apa kabar ) Good afternoon!Saude!( Bahasa Portugis : Semua sehat ) Merci, bonjour ! ( Bahasa Perancis : Terima kasih, apa kabar )

Hari ini umat melihat saya nampak sangat gagah, seperti berada di atas sebuah kereta perang, dari jauh terus sampai ke depan mandala, semua Acarya berjalan. Sebenarnya, salah satu dari keempat roda kereta perang tersebut bermasalah, sangat terasa bagi saya yang berada di atasnya, selama berjalan salah satu rodanya berguncang, untung saja saya tidak punya masalah refluks asam lambung, dari hall 9 sampai ke sini, usus dan lambung sudah berguncang ratusan kali, sungguh menderita. Sepertinya ada masalah pada salah satu roda, saya merasakan roda belakang di sisi tangan kanan saya tidak cukup bundar, sehingga tiap satu putaran selalu berhenti sejenak, terus sampai di sini, untung saja tidak terjatuh. Terima kasih atas konsep ini.  

Yang kedua, tungku homa kita hari ini. Acarya Changzhi (常智上師) memberitahu saya, jika Anda duduk di belakang, mungkin tidak akan bisa meraihnya, mesti maju sedikit. Begitu api dinyalakan, saya pun menjadi seperti cumi bakar, besok rambut saya tidak perlu disisir, sebab semua sudah hangus terbakar. Kumis juga hangus terbakar, rambut hangus terbakar, wajah ini seolah-olah hendak mengerut, saya pun berusaha untuk mundur, untung saja kita dapat melakukan homa dengan cukup baik, saya masih bisa berkonsentrasi, namun mesti berterima kasih kepada semuanya, karena pakaian dalam basah semua. Api hari ini sangat besar, seolah-olah Y.A. Atisa berjalan dari angkasa menuju ke atas tungku homa, Mahaguru dan Y.A. Atisa lebur menjadi satu, tiada berbeda.

Saya sangat menghormati Y.A. Atisa, Y.A. Atisa sangat berjodoh dengan Indonesia, juga merupakan satu-satunya cendekia agung termulia dari India. Saya bertanya kepada Y.A. Atisa, Y.A. Atisa lahir di Bikrampur India kuno ( Saat ini Bangladesh ), ayahnya adalah seorang raja, yaitu : Kalyana Shri, dan ibunya adalah : Shri Prabhavati, Y.A. Atisa lahir dengan nama Candragarbha, dalam Bahasa Mandarin adalah ‘Yue-zang’. Kelahirannya disertai dengan keajaiban alam, pada saat Beliau akan lahir, cahaya tujuh warna memancar turun dari angkasa, membuat seluruh Bikrampur menjadi terang-benderang, terlebih di atas istana Bunda Ratu Y.A. Atisa, ada pancaran cahaya tujuh warna yang berkilauan. Banyak orang yang menyaksikan fenomena ajaib ini, semua orang istana mengangkat tong air, mereka mengira cahaya tersebut adalah kobaran api, mereka ingin bergegas memadamkannya, begitu tiba di istana Ratu Prabhavati, ternyata tidak ada api, hanya ada pancaran cahaya terang, saat itulah Y.A. Atisa pun lahir. Saat itu berusia 1 tahun. Begitu lahir langsung terjadi keajaiban, istana ratu memancarkan cahaya tujuh warna, rakyat Bikrampur mengira telah terjadi kebakaran di istana, semua bergegas datang untuk memadamkan api, ternyata bukan, mereka menikmati cahaya laksana cahaya aurora di Kutub Utara, cahaya tujuh warna yang terus berubah-ubah. Kelahiran seperti ini sungguh luar biasa. 

Beliau adalah seorang pangeran, putra dari Raja Kalyana Shri dan Ratu Shri Prabhavati, kelahiran Y.A. Atisa berbeda dengan orang lain. Di saat anak-anak lain sedang bermain, Beliau selalu merenung, merenung bagaimana ? Terus memikirkan sesuatu. Lihatlah rupang Y.A. Atisa di depan ini, demikianlah Beliau merenung. Apakah kalian bisa melihat Y.A. Atisa ? Tolong tampilkan rupang Y.A. Atisa di layar. Benar, demikianlah Beliau, seorang pangeran yang setiap hari merenung, apa yang sedang dipikirkan oleh-Nya ? Beliau adalah Y.A. Atisa yang merenung. Apa yang sedang dipikirkan oleh-Nya ? Beliau sedang berpikir : Di mana kah Aku sebelum lahir ? Untuk apa Aku datang ke dunia saha ini ? Kemudian memikirkan, kelak setelah meninggal dunia ke mana kah Aku ? Beliau merenungkan tiga hal : Dari mana sebelum lahir ? Untuk apa datang ke dunia saha ? Kelak setelah meninggal dunia saya akan pergi ke mana ? Ketiga persoalan ini mengganggu Y.A. Atisa. 

Kemudian, pada usia 11 tahun, Beliau membawa 1000 pasukan, di depan hutan berjumpa dengan Brahmana Jetari, Y.A. Atisa pun mohon bimbingan dari Jetari, Brahmana Jetari memberitahu-Nya : “Ada Guru yang berjodoh dengan Anda, yaitu Guru Anda di kehidupan lampau, Anda dapat menanyakan pertanyaan Anda kepada Guru Anda di kehidupan lampau.” Siapakah Guru di kehidupan lampau ? Ia adalah Bodhibhadra. 

Vihara Nalanda di India adalah sebuah pusdiklat agama Buddha, di Nalanda Beliau berjumpa dengan Bodhibhadra, kemudian Bodhibhadra mengatakan, jika Anda ingin belajar Buddha, saya kenalkan seseorang, orang itu adalah : Avadhutipa, orang itu adalah Guru Anda di kehidupan lampau. Beliau pun pergi menemui Guru kehidupan lampau : Avadhutipa, mulai membangkitkan tekad untuk belajar Buddha, belajar Madhyamika dan ‘sruta ( dengar ) –cinta ( renung ) –bhavana (praktik )’, kita tahu konsep Madhyamika yang dipelopori oleh Nagarjuna Bodhisattva, sedangkan Vijnaptimatra dipelopori oleh Asanga Bodhisattva, juga merupakan Vijnaptimatra yang didirikan oleh Maitreya Bodhisattva. Terlebih dahulu Beliau belajar Madhyamika Nagarjuna Bodhisattva, serta : ‘sruta-cinta-bhavana’.

Apakah Beliau juga mempelajari Tantra ? Banyak orang mengatakan bahwa Beliau tidak belajar ajaran Tantra. Itu keliru, sebab Y.A. Atisa mengatakan, saat belajar Tantra, Beliau belajar Tantra kepada Rahulabhadra, juga menerima abhiseka, Gelar Dharma Beliau adalah : Jnanaguhyavajra, ini adalah Gelar Dharma saat Beliau belajar Tantra. 

Berikutnya, kapan Beliau menerima upasampada ? Beliau menerima upasampada saat berusia 29 tahun. Sebelum menerima upasampada, Beliau belajar Guhyacarya. Apa itu Guhyacarya ? Di India ada dua golongan sadhaka Buddhis, yang satu adalah anggota Sangha disebut Sramanera ; Yang satu disebut Guhyacarya. Apa itu Guhyacarya ? Yaitu Yogi yang hidup dengan cara meminta-minta, melakukan bhavana rahasia, ini disebut Guhyacarya, hidup dengan meminta-minta, dan bhavana rahasia. Semula Beliau adalah seorang pangeran, kemudian hidup dengan cara meminta-minta, dan melakukan bhavana rahasia, Beliau suka sekali hidup dengan cara meminta-minta, berpindapatta, menurut Beliau cara ini sangat leluasa, lebih baik daripada menjadi raja, lebih baik dari perumah tangga, tidak perlu menikah dan tidak perlu berketurunan, juga tidak dirisaukan oleh takhta. Beliau tinggal di tempat paling rendah, menjalani hari dengan meminta-minta, seorang Yogi yang meminta-minta, Ia menyukai cara hidup ini. 

Sebenarnya Beliau tidak ingin menjalani kebhiksuan, Beliau bersedia mempraktikkan Guhyacarya selamanya. Mahaguru yang memahami isi hati Y.A. Atisa. Semula Beliau tidak ingin menjalani kebhiksuan, namun pada saat bhavana mencapai alam suci, Beliau berjumpa dengan Sakyamuni Buddha. Suatu ketika, Sakyamuni Buddha sedang berada di Surga Akanistha untuk menerima persembahan dari banyak Dewata, Sang Buddha duduk di atas Dharmasana yang tinggi, di samping ada banyak Dharmasana tempat para Arhat agung duduk, Y.A. Atisa menggunakan kemampuan rddhividhijnanam untuk mencapai Surga Akanistha, dan duduk di atas sebuah Dharmasana di samping Arhat agung. Sakyamuni Buddha melihatnya, semua Arhat adalah bhiksu, hanya Y.A. Atisa yang belum menjadi bhiksu, penampilannya seperti seorang pengemis, duduk di Dharmasana yang jauh, Sang Buddha mengatakan : “Siapa bocah itu ?” Arhat di samping menjawab : “Orang itu adalah Y. A. Atisa dari dunia saha.” Sakyamuni Buddha memberitahu Y.A. Atisa : “Apa lagi yang masih Anda lekati di dunia fana ? Kenapa Anda masih belum menjadi bhiksu ?”

Oleh karena itu, hari ini, semua Acarya yang duduk mesti perhatikan, Acarya yang masih berambut, saya ingin menanyakan satu hal : “Apa yang masih Anda lekati di dunia fana ini ?” Menggunduli kepala, bermakna memangkas habis semua kefanaan, kecuali hati Anda masih melekat, sehingga membuat Anda masih memelihara rambut untuk diperlihatkan kepada orang lain. Menurut saya, gundul lebih enak dipandang ketimbang berambut, apakah menurut Anda Mahaguru tidak sedap dipandang ? Setiap orang yang melihat Mahaguru akan mengatakan : “Aishiteru !” ( Bahasa Jepang : Aku cinta kamu ), “Sa rang hae !” ( Bahasa Korea : Aku cinta kamu ). Saat bertemu dengan yang berambut, mereka tidak mengucapkannya, tapi saat bertemu dengan Mahaguru barulah mereka mengucapkannya, Mahaguru tidak berambut, namun pancaran cahaya hati ini dapat menerangi dunia. 

Mendengar apa yang diucapkan oleh Sakyamuni Buddha, Y.A. Atisa mengingatnya dalam hati, namun masih belum punya tekad untuk menjalani kebhiksuan. Suatu ketika, Beliau tiba di suatu tempat, melihat sebuah Dharmasana kosong, begitu melihatnya, Beliau berpikir : “Ah, bukankah itu adalah Dharmasana milik saya di kehidupan lampau ?” Itu adalah Dharmasana Y.A. Atisa di kehidupan lampau. Diam-diam Beliau naik ke atas Dharmasana, belum sempat duduk, ada Buddha yang sangat besar di belakang memberitahu Y.A. Atisa : “Atisa, Dharmasana itu adalah milik bhiksu, Anda adalah seorang upasaka, tidak boleh duduk.” Beliau merasa sangat malu, padahal sudah hampir duduk, langsung berdiri lagi dan pergi. 

Beliau diberi pelajaran sebanyak 2 kali, baru kemudian pergi ke Vikramasila Vihara. Sebelumnya Beliau ingin menjadi bhiksu di Sthaviravada, saat itu Sthaviravada merupakan silsilah dari Y.A. Mahakasyapa dan Y.A. Ananda, pemimpin bhiksu Sthaviravada bertanya kepada Y.A. Atisa : “Anda ingin menjadi bhiksu di Sthaviravada, namun Anda adalah seorang Arya Guhyacarya, apakah Anda bersedia untuk melepas Guhyacarya ?” Saat Sangha Sthaviravada menanyai-Nya, Beliau tidak bisa menjawab, akhirnya Beliau menjawab : “Saya tidak akan melepaskan Guhyacarya.” , “Anda tidak melepas Guhyacarya, oleh karena itu, hanya bisa menjadi bhiksu di Mahasanghika.” 

Barulah kemudian Y.A. Atisa pergi menerima upasampada dari Silabhadra di Vikramasila Vihara, dengan Gelar Dharma : Dipamkara Srijnana. Saat itu Y.A. Atisa telah mempelajari banyak pengetahuan Buddhis, juga telah banyak belajar ajaran Tantra, Beliau juga menguasai banyak sastra, seperti lima sastra utama dari Tantra Tibet : Abhisamayalankara, Abhidharmakosakarika, Pramanavarttika, Vinayakarika, dan Madhyamakavatara, Beliau telah membaca sastra-sastra tersebut, Beliau telah membaca semua sastra, Beliau sangat terpelajar. 

Akan tetapi, pada saat berusia 31 tahun ( pada usia 29 tahun menerima upasampada ) Beliau mendengar kemasyhuran Guru Agung Suvarnadvipa Dharmakirti, maka Beliau pun naik perahu dari Sri Lanka, setelah berlayar selama 13 bulan baru mencapai Pulau Sumatera. Dalam pelayarannya, Beliau dirintangi bencana dari Mahesvara Deva, antara lain berupa : tsunami, dan badai, perahunya terombang-ambing. Y.A. Atisa menampilkan wujud Mahabesar, mengeluarkan roh asal, kemudian menggunakkan kaki untuk menahan perahu, tangan membentuk Mudra Isyarat, memberikan titah supaya ombak dan perahu berhenti, menenangkan tsunami dan badai. Beliau membentuk mudra, Mudra Isyarat ke arah angkasa, saat itu, perahu pun kembali tenang, ombak pun berhenti. Namun saat itu, teknologi pelayaran masih belum baik, membutuhkan waktu selama 13 bulan baru bisa mencapai Suvarnadvipa atau pulau Sumatera. 

Apakah pulau Sumatera juga disebut pulau Jawa ? ( Acarya menjawab : “Bukan.” ) Bukan pulau Jawa. Saat itu juga belum dinamakan Sumatera, juga belum disebut Indonesia, saat itu semua disebut Suvarnadvipa. Ketahuilah, saat itu tidak ada Indonesia. Apakah saat itu ada Indonesia ? Apakah 1000 tahun lampau ada Indonesia ? Ada tidak ? Tidak ada. Bagi yang tahu sejarah Indonesia, sudah berapa tahun sejarah Indonesia ? Anda tahu sejarah Indonesia ? Singkat kata, pada tahun 300 Masehi sudah ada sejarah Indonesia. Apakah saat itu sudah disebut Indonesia ? ( Siswa menjawab : Belum. ) Bukan disebut Indonesia. Singkat kata, Beliau tiba di Sumatera, tiba di Suvarnadvipa. Beliau berlabuh di Jambi. 

Saya beritahu Anda semua, tiba di Jambi, di tempat Y.A. Atisa memohon Dharma, di tempat Y.A. Atisa berjumpa dengan Guru Agung Suvarnadvipa Dharmakirti, saat saya tiba di sana, suara gemuruh halilintar terdengar dari angkasa, dan turun hujan, tahukah Anda, suara apa yang saya dengar ? Suara gema halilintar berbunyi : “Welcome back.” , “Duar…. Welcome back.”, suara itu bergema : “Selamat datang kembali !” Saya terkejut, kenapa menyambut saya kembali ? Petir menyambar, suara halilintar bergemuruh, pintu langit terbuka, dan bersuara : “Welcome back.”

Tahukah Anda, pada usia berapa Y.A. Atisa pergi menjumpai Guru Agung Dharmakirti ? Tahukah Anda ? Siapa yang tahu ? Apakah para Acarya tahu ? Silakan angkat tangan. Tidak ada yang tahu ? Saya tahu. Usia 31 tahun, ingat ! Menerima upasampada pada usia 29 tahun, tiba di Indonesia pada usia 31 tahun, tiba di Jambi, tiba di Sumatera, pada usia 31 tahun. Beliau menggunakan waktu 1 tahun untuk menjelajahi Suvarnadvipa. 

Ada yang mengatakan bahwa Y.A. Atisa tidak pernah pergi ke Borobudur, ada satu golongan yang berpendapat bahwa Beliau tidak pernah Berdharmayatra ke Vihara Arya Tara ( Candi Kalasan ) di Yogyakarta, tidak pernah Berdharmayatra ke Borobudur, saya beritahu Anda, Beliau mengggunakan waktu 1 tahun untuk menjelajahi Suvarnadvipa, Beliau pernah Berdharmayatra ke sana, pernah ke Borobudur, pernah ke Vihara Tara. Beliau berada di Sumatera selama 12 tahun. Secara sederhana dapat kita sebutkan, Beliau berada di Indo

Setelah belajar Buddhadharma, Beliau menumpang kapal pedagang untuk kembali ke India, saat itu menjadi ketua Vihara Vikramasila, tidak hanya menjadi ketua vihara, bahkan di India Beliau merupakan seorang cendekia Buddhis, seorang Samudaya-mahasiddha, Beliau menghasilkan banyak karya tulis, Beliau selalu menang dalam perdebatan. Di India kuno, barang siapa memenangkan sebuah perdebatan, pihak yang kalah mesti menyerahkan biara dan siswanya kepada sang pemenang, maka di seluruh India, di antara 100 biara, ada 80 yang dipimpin oleh Y.A. Atisa. Biara di India, di antara 100 ada 80 yang dikepalai oleh Y.A. Atisa, tradisi debat sutra juga dipelopori oleh Y.A. Atisa. 

Beliau juga pergi ke Tibet, Beliau pergi ke Tibet pada usia 59 tahun, setelah pergi ke Tibet, Beliau tidak pernah kembali lagi ke India. Sesungguhnya Beliau sangat ingin kembali ke India, tapi saat itu sedang terjadi perang di Nepal, sehingga Beliau tidak bisa kembali ke India, maka Beliau terus tinggal di Tibet, terus sampai Parinirvana pada usia 73 tahun, Parinirvana di Nyetang U-Tsang. 

Y.A. Atisa memiliki prestasi yang gemilang dalam perdebatan di India, selalu menang dalam setiap perdebatan, tidak pernah kalah. Sebab Beliau adalah seorang cendekia agung, sehingga sempat membuat Beliau menjadi sangat sombong, kemudian Dakini pun muncul, mengajarkannya supaya rendah hati, dan lebih rendah hati lagi. “Rendah hati, rendah hati, dan lebih rendah hati.” Ini diucapkan oleh pemimpin Taiwan, namun sesungguhnya apakah benar-benar rendah hati ? Tidak. Menurut Y.A. Atisa, pengetahuan-Ku nomor satu, tidak ada bandingannya di dunia ini, namun Dakini muncul dan memperlihatkan banyak pustaka kepada Y.A. Atisa, begitu melihatnya, Y.A. Atisa menyadari bahwa Beliau belum pernah melihat semua pustaka tersebut, semenjak saat itu, Beliau “Rendah hati, rendah hati lagi, dan lebih rendah hati.”

Yang paling penting, Beliau belajar Dharma dari Guru Agung Dharmakirti di Indonesia, setelah berlayar selama 13 bulan baru tiba di Suvarnadvipa, selama 1 tahun menjelajah seluruh Sumatera. Guru Agung Dharmakirti juga mengamati Beliau selama 1 tahun, dan pada akhirnya keduanya bertemu muka. Saat Beliau mencapai keberhasilan dalam belajar Dharma, Guru Agung Dharmakirti memberikan sebuah rupang Sakyamuni Buddha yang disimpan secara pribadi oleh-Nya, pemberian ini berarti Beliau memiliki silsilah dari Guru Agung Dharmakirti. 

Di sini, memberitahu Anda perihal silsilah. Sebelum Y.A. Atisa berjumpa dengan Guru Agung Dharmakirti, Beliau berguru ke banyak tempat, kemudian setelah berjumpa dengan Guru Agung Dharmakirti, Beliau menjadikan Guru Agung Dharmakirti sebagai Mulacarya, sebab Beliau tahu bahwa Guru Agung Dharmakirti adalah seorang Mahasiddha. 

Oleh karena itu, saat kalian baru mulai belajar Dharma, kalian bisa belajar kepada banyak Guru. Saya beritahu Anda, Mahaguru tidak membatasi dan melarang Anda untuk belajar kepada Guru lain, kalian boleh belajar kepada Guru lain, boleh melalang buana untuk berguru kepada para Rinpoche, baik itu dari Nyingma, Gelug, Kagyu, maupun Sakya, kepada banyak Rinpoche. Ada yang bertanya kepada Dalai Lama : “Apakah Anda tahu, sesungguhnya berapa jumlah Rinpoche ?” Dalai Lama menjawab bahwa beliau tidak bisa menghitungnya. Beliau tidak bisa tahu pasti yang mana adalah Rinpoche, dan yang mana bukan, sebab jumlah Rinpoche sangat banyak, dalam Tantra ada banyak Rinpoche, dalam sebuah vihara ada satu Rinpoche, demikianlah kondisi di Tibet, bahkan beliau pun tidak tahu berapa jumlah Rinpoche. Tapi Anda boleh bersarana kepada mereka semua, siswa Zhenfo Zong boleh pergi bersarana. Akan tetapi, ada satu hal yang perlu Anda ketahui, saat Anda tahu bahwa Guru Anda adalah seorang Mahasiddha, Anda pun memutuskan untuk berlindung, Anda tidak boleh bersarana kepada orang lain lagi. Kecuali, Anda merasa bahwa saya Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu kurang banyak pengetahuan, maka Anda bersarana ke orang lain ; Jika menurut Anda, Mulacarya Anda : Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu adalah seorang Mahasiddha, maka tidak seharusnya Anda bersarana kepada orang lain, ini adalah suatu hal yang sangat sederhana. 

Coba Anda renungkan, di masa muda Anda, Anda perlu banyak mendengar, banyak melihat, banyak mendengar pembabaran Dharma orang lain, banyak menghadiri pembabaran Dharma, banyak melihat bagaimana orang lain berbhavana, dan kelak setelah Anda banyak menjelajah, dan setelah bersarana kepada banyak Rinpoche, Anda bisa kembali untuk mengamati Mulacarya Anda : Sheng-yen Lu. Ia sudah merupakan seorang Mahasiddha, setelah Anda bersarana kepada Mulacarya Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu, maka Anda tidak boleh bersarana kepada orang lain. Dharma yang saya babarkan sudah sangat banyak, sebab tiap tempat yang mengundang saya selalu memohon Dharma baru, dan Dharma baru saya sudah hampir dibabarkan semua, semua Istadevata dalam Buddhadharma sudah hampir dibabarkan, ajaran apa lagi yang masih belum Anda pelajari ? Anda telah mempelajari semua lokiya Dharma seperti : santika, paustika, abhicaruka, dan vasikarana. Sekarang saya sedang mengulas Lamdre, pelatihan prana, nadi, dan bindu, latihan anasrava, prabha, pemanunggalan dengan Istadevata, kemudian manunggal dengan Buddha, tingkat selanjutnya juga dapat Anda realisasikan, jadi untuk apa Anda masih belajar kepada orang lain ? Belajar kepada orang lain adalah sesuatu yang berlebihan, bagaimana menurut Anda, benar tidak ? ( Siswa bertepuk tangan menjawab : “Benar !” )

Oleh karena itu, Anda mesti cari seorang mula, seperti setelah Y.A. Atisa berjumpa dengan Guru Agung Dharmakirti, semenjak saat itu, Beliau menjadikan Guru Agung Dharmakirti sebagai Mulacarya, demikian halnya. Selanjutnya Beliau menjadikan Guru Agung Dharmakirti sebagai yang utama, sehingga di sisi tangan kanan Beliau ada sebuah stupa sarira, yaitu stupa sarira dari Guru Agung Dharmakirti. Di sisi tangan kiri Beliau terdapat sebuah ratnakalasa yang berisi amrta. Tiap kali Beliau hendak Berdharmadesana, terlebih dahulu Beliau akan mengangkat stupa sarira, bersembah puja kepada Mulacarya Suvarnadvipa Dharmakirti. 

Ajaran yang Beliau pelajari sangat banyak, ajaran Bodhicitta yang sangat penting, yang Beliau pelajari dari Guru Agung Dharmakirti, antara lain : Mengenal bunda, tahu budi, balas budi, maîtri-karuna, belas kasihan, sebab akibat, pengembangan Bodhicitta (Tujuh Pokok Sebab Akibat Transformasi Hati, antara lain : Memandang semua makhluk sebagai ibu, mengenang budi jasa ibu ( semua makhluk ) , membalas budi jasa, mahamaitri, mahakaruna, meningkatkan mudita, dan Bodhicitta ) selain itu, belajar metode Bodhicitta empati, dan semua Sadhana Arya Tara, Abhisamayalankara, Guhyasamaja, Hevajra, dan Bodhisattvacaryavatara. Karya tulis Beliau sangat banyak, Bodhipathapradipa merupakan karya tulis Beliau yang paling mulia. 

Memenuhi undangan dari Raja Yeshe O dan Raja Jangchub O dari kerajaan Guge, Beliau masuk ke kerajaan Guge untuk membabarkan Dharma ( menetap ) di sebuah tempat bernama Ali, di Shigatse. Kemudian, ketika Beliau hendak kembali ke India, setelah melewati U-Tsang sampai Nyetang, siswa-Nya yang bernama Dromtonpa memohon supaya Beliau membabarkan Dharma di U-Tsang, dan pada akhirnya Beliau Parinirvana di Nyetang. Demikianlah kehidupan Y.A. Atisa, hidup sampai usia 73 tahun, masuk Tibet pada usia 59 tahun, dan Parinirvana pada usia 73 tahun. Tingkat bhavana Beliau sangat tinggi, tingkat spiritualnya sangat tinggi, Beliau merintis sebuah sekte yang disebut Kadam, atau Kadampa. 

Saya beritahu Anda semua, ada tiga orang yang sangat mirip, Y.A. Atisa, Je Tsongkhapa, dan Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu. Ketiganya belajar Buddha sampai memperoleh keberhasilan yang sangat besar, ini yang pertama. Yang kedua, mereka sama-sama menghasilkan karya tulis, Guru Lu telah menulis 269 buku, Y.A. Atisa dan Je Tsongkhapa juga menulis banyak buku, tak terhitung banyaknya. Karya Y.A. Atisa : Bodhipathapradipa, kemudian Je Tsongkhapa menggunakan Bodhipathapradipa dari Y.A. Atisa untuk menulis Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, mengikuti ajaran dalam Bodhipathapradipa Y.A. Atisa. 

Y.A. Atisa, Je Tsongkhapa, dan Guru Lu, ketiganya sama, semua mencapai keberhasilan agung dan menghasilkan banyak karya tulis. Mereka juga merintis sekte, di Tibet Y.A. Atisa merintis Kadampa, dan berdasarkan Kadampa dari Y.A. Atisa , Je Tsongkhapa merintis Kadampa Baru, yang saat ini adalah Gelugpa. Guru Lu menulis menggunakan Bahasa Mandarin, merupakan orang nomor satu di dunia yang menggunakan Bahasa Mandarin untuk mentransmisikan Dharma dan merintis Zhenfo Zong. Ketiganya merupakan sadhaka yang mencapai Samudaya-mahasiddhi, yaitu menghimpun banyak ilmu untuk mencapai keberhasilan agung. 

Guru Lu sendiri memiliki sangat banyak Guru. Ada Guru dari Nyingma, yaitu ajaran Nyingma yang ditransmisikan oleh Norlha Rinpoche dari Bhiksu Liaoming, saya juga memperoleh ajaran Nyingmapa, ini yang pertama, Guru Lu memiliki silsilah Nyingma. Kagyudpa : Mahaguru bersarana kepada Gyalwa Karmapa ke-16, dan belajar Mahamudra dari Kagyudpa. Di Seattle ada Vihara Sakya, Dezhung Rinpoche ( Guru Sakya Zhengkong ) yang pernah menetap di sana memiliki seorang keponakan yang dinikahi oleh Jigdal Dagchen Sakya. Guru Sakya Zhengkong merupakan senior dalam Sakyapa, Mahaguru belajar ajaran Sakyapa dari Beliau, termasuk ajaran Hevajra dan Lamdre. 

Selain itu, Mahaguru juga belajar ajaran Gelugpa, yang diajarkan oleh Guru Thubten Dhargye adalah ajaran Gelugpa. Dengan demikian, Gelugpa, Sakyapa, Nyingmapa, dan Kagyudpa, semua ajaran tersebut telah dipelajari, mencapai keberhasilan dengan menghimpun ajaran-ajaran tersebut. Saya juga telah mempelajari Sadhana Panca Mahavajra, Guhyasamaja, Hevajra, Cakrasamvara, Yamantaka, Kalacakra Vajra, dan Mahottara Heruka, semua telah ditransmisikan kepada Anda. Di atas Sadhana Vajra masih ada ajaran Anuttarayogatantra, semua juga telah Mahaguru pelajari. Mahaguru juga sungguh-sungguh bersadhana, jangan kira hari ini Anda mendengar tentang Guru Lu, Guru Lu, dan Guru Lu, sesungguhnya Guru Lu dan Y.A. Atisa tiada berbeda ! 

Lihatlah Guru Padmasambhava pada masa awal pembabaran Dharma dari India ke Tibet, saya beritahu Anda semua, Beliau adalah Padmakumara, Bodhisattva yang menjelma dari dalam padma adalah Padmasambhava, kumara yang menjelma dari padma adalah Padmasambhava. Y.A. Atisa, Bapak Tantra Tibet yang paling agung dari masa akhir pembabaran Dharma dari India ke Tibet juga merupakan Padmakumara. Guru Lu juga merupakan Padmakumara, dengan demikian, jika kalian tidak bersarana kepada Guru Lu, bersarana kepada siapa lagi ? ( Hadirin bertepuk tangan )

Saya beritahu Anda beberapa nama yang bertalian dengan Guru Lu : Sariputra, Padmasambhava, Nagarjuna Bodhisattva, Naropa, Y.A. Atisa, Je Tsongkhapa, dan Guru Lu. Saya sendiri bukan hendak menyombong, saya masih merendah, merendah lagi, dan lebih merendah. Saya sendiri dengan status sebagai orang Tionghoa, di Drepung Loseling di India Selatan, Berdharmadesana kepada 2000 orang bhiksulama. Siapa yang Berdharmadesana kepada 2000 orang bhiksulama, sampai saat ini, di dunia ini hanya seorang, orang ini adalah Guru Lu. 

Seorang Dharmaraja Gelug Tibet, Ganden Tripa ke-100, bersama saya memimpin sebuah upacara, kami duduk setara, Dharmaraja Ganden Tripa ke-100 dari Gelug Tibet bersama dengan saya memimpin upacara di depan Seattle Ling Shen Ching Tze Temple (西雅圖雷藏寺) . Dharmaraja dari Sakyapa, Sakya Dagchen Rinpoche bersama dengan saya, melakukan homa di depan Seattle Ling Shen Ching Tze Temple. Oleh karena itu, Mahaguru pernah memimpin upacara bersama dengan Dharmaraja Sakyapa, Dharmaraja Gelugpa, dan Dharmaraja dari banyak sekte. Jika kalian tidak bersarana kepada Guru Lu, bersarana kepada siapa lagi ?

Di penghujung Dharmadesana hari ini, saya babarkan sebuah rahasia : Setiap hari, Sakyamuni Buddha bersama dengan Guru Lu, kami bersama setiap hari. Buku saya selanjutnya, diberitahukan kepada Anda terlebih dahulu, yaitu : “Buddha yang Aku Kenal”, ini ditulis oleh saya, saya menuliskan semua pertanyaan saya kepada Sang Buddha, dan jawaban Sang Buddha, semua ada dalam buku ini. Setiap hari Mahaguru bersama dengan Sang Buddha. Setiap hari saya juga bersama dengan Je Tsongkhapa, setiap hari bersama dengan Y.A. Atisa, setiap hari bersama dengan Naropa, setiap hari bersama dengan Nagarjuna Bodhisattva, setiap hari bersama dengan Padmasambhava, setiap hari bersama dengan Sariputra ( Setiap hari Sariputra bersama dengan Sakyamuni Buddha ). Silsilah demikian sungguh yang teragung di antara yang agung, di dunia ini tidak ada lagi yang lebih agung dari ini !

Akan tetapi, status saya hanyalah seorang pengemis di dunia fana. Y.A. Atsia adalah pengemis di dunia fana, saya Guru Lu juga merupakan seorang pengemis di dunia fana, namun batin ini sangat mulia, status sangat rendah. Demikianlah Y.A. Atisa, batin Beliau sangat mulia, namun status sangat rendah, Beliau adalah seorang Arya Guhyacarya yang hidup dengan mengemis, Mahaguru juga seorang Arya Guhyacarya yang hidup dengan mengemis. Di mana letak keagungannya ? Keagungan Bodhicitta. 

Metode empati : Melihat orang lain menderita, sama dengan diri sendiri yang menderita, melihat orang lain diliputi kerisauan, sama dengan diri sendiri yang diliputi kerisauan, melihat orang lain menangis, sama dengan diri sendiri yang menangis, melihat orang lain sakit, sama dengan diri sendiri yang sedang sakit. Oleh karena itu, ini adalah metode empati yang dipelajari oleh Y.A. Atisa dari Guru Agung Dharmakirti : Anda mesti senantiasa memikirkan insan lain, bukan demi diri sendiri, diri sendiri bukan apa-apa, orang lain lah yang sangat mulia, semua insan sama dengan Mahaguru. 

Saya pernah mengatakan : Insan adalah diri sendiri. Saat insan mengalami kesukaran, kita mesti sekuat tenaga membantunya, ini adalah maitrikaruna, ini adalah cinta kasih. Saya sering mengucap : Aishiteru ( Bahasa Jepang : Aku cinta kamu ), sa rang hae ( Bahasa Korea : Aku cinta kamu ), Hola Amigo ( Bahasa Spanyol : Aku cinta kamu ), sugoi ( Bahasa Jepang : Luar biasa ), Ichiban ( Bahasa Jepang : Nomor satu ), Ki mochi I ( Bahasa Jepang : Nyaman ), Qiumi ( Jari membentuk hati ), Yabi ( Jari membentuk V ), Bling Bling ( Jari membentuk hati dan digesekkan ), saya sama sekali tiada berbeda dengan semua insan, sebab saya mencintai para insan. Semangat inilah yang paling berharga. Apakah semua masih mau dengar ? ( Hadirin bertepuk tangan : “Mau !” )

Kita setiap insan mesti buka mata sendiri, gunakan kebijaksanaan untuk membedakan. Di sini ada sebuah lelucon, tapi tidak termasuk sebagai lelucon. Saat seorang perempuan berjalan-jalan di pasar malam, melihat sebuah stan yang memajang banyak sabuk kulit yang indah, ia berpikir, sabuknya sendiri sudah sangat tua, maka ia pun memilih salah satu sabuk yang disukainya dan menanyakan harganya, penjual menatapnya dan bertanya : “Seberapa besar anjing di rumah Anda ?” Saya beritahu Anda, semua tidak tertawa, sebab utamanya adalah demikian, sabuk kulit tersebut adalah untuk mengikat anjing, dan bukan sabuk untuk manusia. Maka saya mengajarkan kepada Anda semua, gunakan mata kebijaksanaan Anda untuk memilih Mulacarya bagi diri Anda sendiri. 

Kita akan segera merayakan tahun baru Imlek, saya tahu perayaan tahun baru di Indonesia berbeda dengan di Taiwan. Di Taiwan, pada hari keenam tahun baru Imlek, ada sebuah perusahaan yang mulai beroperasi, pimpinan membagikan angpao sebagai apresasi bagi permulaan kerja, orang lain mendapatkan NTD 2000 di dalam angpao, hanya angpao saya yang berisi foto dan tanda tangan pimpinan, tak disangka, dengan semangat pimpinan mengatakan : “Siapa yang tadi beruntung mendapatkan foto dengan tanda tangan saya ? Silakan kemari untuk mendapatkan NTD 100,000 dari saya.” Saya menatap foto dalam genggaman yang telah saya sobek, rasanya seperti masuk ke dalam perenungan tanpa dasar. Saya beritahu Anda, ada banyak hal yang kita sangka tidak baik, padahal sesungguhnya baik, yang baik adalah baik, yang tidak baik juga baik, Tantrika mesti belajar untuk berbahagia dalam setiap kondisi, yang baik tentu saja baik, yang tidak baik pada hakikatnya juga baik. 

Seorang pria memeriksakan lambungnya yang sakit, dokter menanyakan kebiasaan makannya, pria itu menjawab : “Tidak ada yang aneh, hanya selalu makan makanan sisa ibu saya, saya juga makan makanan sisa istri saya, juga makanan sisa anak saya.” Dokter mengatakan : “Lebih baik Anda beli seekor anjing !” Pria itu terkejut : “Dokter juga ingin saya makan makanan sisa anjing ?” Saya beritahu Anda, persoalan ini sukar untuk dibahas, orang yang makan apa pun. Saya beritahu Anda : Saya juga bisa menelan kepahitan ( tahan banting ), kepahitan seperti apa pun, sanggup saya telan.

Seekor macan menikah, semua binatang menghadiri pernikahan tersebut dan mengucapkan selamat, tapi semua menjaga jarak, seekor kucing juga hadir, ia lompat ke atas podium, menjulurkan tangan untuk memberi selamat kepada macan, macan mengaum : “Kenapa kamu bisa naik podium ? Padahal macan tutul dan gajah pun menjaga jarak.” Kucing memberitahukan sesuatu kepada macan, macan pun langsung terdiam. Apa yang dikatakan oleh kucing kepada macan ? “Sebelum menikah, saya juga seekor macan.” Ini yang dikatakan oleh kucing.

Kita tahu bahwa rumah tangga….. Bagaimana dengan Gurudara ? Saya beritahu Anda, Gurudara adalah macan yang imut, saya seekor kucing telah bertahun-tahun lamanya bersama dengan Gurudara yang seekor macan, kami sangat harmonis, inilah letak keistimewaan saya, Guru Lu !

Saya ceritakan sebuah lelucon, bukankah sudah pernah diceritakan ? Seseorang bertanya kepada seorang suhu : “Suhu, tahun ini adalah tahun shio saya, apakah saya boleh menikah ?” Suhu menjawab : “Bahkan menikah pun tidak takut, apakah masih takut dengan tahun shio berlaku ?”

Seorang istri sedang ke luar kota untuk urusan kerja, di malam hari ia menelepon untuk memeriksa, ia bertanya kepada suaminya : “Di mana kamu ?” Suami menjawab ia ada di rumah. Istri : “Di bawah bantalku ada 500 dolar, coba kamu baca nomor serinya.” Suami menjawab : “Maaf, nomor serinya tidak bisa diberitahukan kepadamu, sejujurnya aku sudah menggunakannya untuk membeli rokok, tapi masih ada kembalian, sisanya 300 dolar.” Istri : “Sebenarnya yang aku taruh di bawah bantal adalah 100 dolar.” Macan itu sungguh hebat. Saya beritahu Anda, Anda mesti belajar semangat ajaran Buddha, maka suami istri dapat harmonis. 

Istri menanyai suami : “Bolehkah beritahu aku dengan sejujurnya, berapa banyak uang yang dapat kamu raup selama 1 tahun ?” Suami menjawab : “2 juta.” Istri : “Apakah kamu sudah jujur ?” Suami : “Benar, saya sudah mengalikannya 10 !” ( Kata ‘cheng’ jujur, homofon dengan ‘cheng’ mengalikan ) Penghasilan setahun sebesar 200 ribu ia kalikan dengan 10, menjadi 2 juta. Saya beritahu Anda, Gurudara sangat jujur kepada saya, saya juga sangat jujur kepada Gurudara, karena kami berdua jujur, maka kami dapat awet. 

Sepatah kata terakhir, Padmakumara tidak pernah munafik. 

Om Mani Padme Hum. 

Sebelum acara abhiseka, Mahaguru menambahkan penjelasan : Mudra Y.A. Atisa adalah Dharmacakra Mudra. Mantra Hati : “Om. Biezha. Adixia. Gadang. Suoha” mengenai kiat utama dari Sadhana Atisa Dipamkara, untuk memahaminya, silakan menyimak Tbboyeh dan karya tulis Mahaguru.

慶賀真佛宗根本傳承上師八十聖壽 「一生一咒」800萬遍上師心咒活動,從今年師尊的佛誕日正式啟動,請參加者到TBSN官網以下鏈接登記資料: 每持滿十萬遍上師心咒者,宗委會將把名單呈給師尊加持。每持滿一百萬遍者,將列名護摩法會功德主,資料請師尊主壇護摩法會時下護摩爐。