2018-09-08 Je Tsongkhapa Adalah Padmakumara Hijau dengan Gelar Kebuddhaan Simhanada Tathagata
Ceramah Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu pada Upacara Agung Amitabha Buddha Musim Gugur Tahun Wuxu, 8 September 2018 di Seattle Amerika Serikat
Terlebih dahulu marilah kita bersembah puja kepada segenap Guru Silsilah, sembah puja kepada Bhiksu Liaoming, sembah puja kepada Guru Sakya Zhengkong, sembah puja kepada Gyalwa Karmapa ke-16, sembah puja kepada Guru Thubten Dhargye, sembah puja kepada Adhinatha upacara hari ini : Amitabha Buddha Sukhavatiloka, sembah puja kepada Avalokitesvara Bodhisattva, sembah puja kepada Mahastamaprapta Bodhisattva, serta kepada para Dewata yang turun hadir dalam upacara ini. Kita bersembah puja kepada Y.A. Atisa, sembah puja kepada Je Tsongkhapa.
Gurudara, Thubten Ksiti Rinpoche, Tenzin Gyatso Rinpoche, para Acarya, Dharmacarya, Bhiksulama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat Sedharma, dan umat Sedharma yang menyaksikan melalui internet, beserta semua tamu agung yang hadir hari ini. Selamat siang semuanya ! Apa kabar semuanya ! ( Mahaguru mengucap dalam Bahasa Taiwan ), Selamat siang semuanya ! Apa kabar semuanya ! ( Mahaguru mengucap dalam Bahasa Mandarin ) Apa kabar ! Apa kabar semuanya ! ( Mahaguru mengucap dalam Bahasa Kanton )
◎ Hari ini adalah Upacara Amitabha Buddha untuk Penyeberangan, Amitabha Buddha, Avalokitesvara Bodhisattva, dan Mahastamaprapta Bodhisattva, “Om. Amidiewa. Xie.” , “Om. Mani Beimi Hum.” , “Om. Xuxu. Suo. Suoha” semoga semua arwah dapat terlahir dari 9 jenjang padma Sukhavatiloka.
Saya melihat Y.A. Atisa dan Je Tsongkhapa turun menghadiri upacara kita. Beberapa hari lalu, saya melakukan komunikasi spiritual dengan Je Tsongkhapa. Semua masih ingat, Ganden Tripa ke-100, pemimpin spiritual Gelugpa, pernah berkunjung ke Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, yang masih ingat silakan angkat tangan, beliau memberikan sebuah jubah Dharmaraja yang pernah beliau kenakan kepada Mahaguru, dan sebuah kalasa abhiseka, sebuah vajraghanta, sebuah vajra, sebuah damaru, dan alat-alat Dharma yang digunakan dalam bersadhana. Ganden Tripa mewakili siapa ? Mewakili Je Tsongkhapa. Di Gelugpa hanya ada tiga tokoh besar, yang saat keluar ruangan, ada tiga orang yang menggunakan payung kuning untuk membuka jalan, ada juga yang mengantar dengan membawa dupa cendana, yaitu Dalai Lama, Panchen Lama, dan Ganden Tripa. Ganden Tripa mewakili Je Tsongkhapa, beliau memberikan jubah Dharmaraja, kalasa abhiseka, vajraghanta, vajra, japamala, dan damaru kepada Mahaguru.
Saat ini, jubah Dharmaraja tersebut diberikan kepada Acarya Lian-ning (蓮寧上師), mana Acarya Lian-ning ? Jubah Dharmaraja itu ada pada Anda, jubah Dharmaraja dari Ganden Tripa ke-100. Kita sambut Acarya Lian-ning kembali kepada kita di sini. Ini merupakan hal yang sangat langka. Kebetulan hari ini hendak membabarkan mengenai Je Tsongkhapa, sesungguhnya, Ganden Tripa merupakan pemimpin spiritual Gelug, saat keluar ruangan, di depan ada yang membuka jalan, membuka payung berwarna kuning aprikot, ada pembuka jalan yang membawa dupa cendana. Hanya ada tiga tokoh 3, yaitu Dalai Lama, Panchen Lama, dan Ganden Tripa, sebab beliau adalah seorang pemimpin spiritual.
◎ Sekarang, saya hendak menyingkap rahasia pertama antara saya dengan Y.A. Atisa dan Je Tsongkhapa. Sedikit sekali orang yang mengungkapkannya. Y.A. Atisa adalah pusaka negara India, kemudian masuk membabarkan Dharma ke Tibet memenuhi undangan raja Tibet, merupakan bapak Tantra di masa akhir pembabaran Dharma dari India ke Tibet. Siapakah Y.A. Atisa ? Beliau adalah Padmakumara Putih.
Saat Je Tsongkhapa meninggalkan kampung halaman menuju ke Tibet, Beliau membuat persembahan besar di Vihara Jokhang dan Ramoche, kemudian Avalokitesvara Bodhisattva membawa Beliau ke puncak sebuah gunung tertinggi, di sana Beliau melihat teratai berwarna hijau, Beliau mengambil teratai hijau tersebut, Avalokitesvara Bodhisattva memberitahunya : “Anda adalah Padmakumara berwarna hijau.” Saya beritahu Anda satu rahasia, Y.A. Atisa merintis Kadampa, Je Tsongkhapa merintis Gelugpa, Guru Lu merintis True Buddha School Zhenfo Zong. Sesungguhnya, Padmakumara adalah perintis ajaran, ini adalah rahasia pertama.
Avalokitesvara Bodhisattva memberitahu Je Tsongkhapa : “Anda adalah Padmakumara Hijau”, jika Anda memerhatikan riwayat Je Tsongkhapa di dunia, ada bagian yang mengungkapkan hal ini, ini adalah rahasia pertama.
Y.A. Atisa adalah Padmakumara. Beliau mencapai Negeri Buddha, sampai di alam Sakyamuni Buddha, di sana ada banyak Dharmasana, Sang Buddha duduk di tengah, Dharmasana lain diduduki oleh para Arhat agung, ada satu yang kosong, Y.A. Atisa mengira itu adalah tempat untuknya, Beliau pun naik ke atas Dharmasana tersebut, dan duduk, Sang Buddha berkata : “Siapa yang duduk di Dharmasana itu ?” Arhat agung di samping memberitahu bahwa yang duduk adalah Y.A. Atisa, Sang Buddha mengatakan : “Mintalah kepada Padmakumara itu untuk turun dari Dharmasana.” Mendengarnya, sekujur tubuh Y.A. Atisa gemetaran, “Kenapa Sang Buddha meminta saya untuk turun dari Dharmasana ?” , “Anda masih belum punya naiskramya-citta ( tekad melepas kehidupan duniawi untuk mencapai pembebasan ), belum menjalani kebhiksuan, dan Anda punya nyali untuk duduk di atas Dharmasana Arhat agung ? Anda berani duduk di atas Dharmasana bhiksu ?” Beliau langsung turun, diam dan turun pelan-pelan. Sekembalinya di dunia fana, Beliau pergi untuk menerima upasampada di aliran Sthaviravada, aliran Sthaviravada menanyainya : “Anda masih ingin menjalankan guhyacarya ?” Beliau menjawab : “Saya tidak akan melepas guhyacarya.” , “Jika Anda tidak melepas guhyacarya, maka Anda mesti menerima upasampada di tempat lain, kita Sthaviravada tidak dapat menerima Anda.” Saat itu, Y.A. Atisa memilih untuk menerima upasampada di Mahasanghika. Sadhaka yang belum menjadi bhiksu tidak boleh duduk di Dharmasana anggota Sangha, aturan ini sangat ketat.
XX Si Nenek Hantu, dia tidak menaati sila, dia tetap duduk di atas Dharmasana, masih berambut ( perumah tangga ), tapi di sampingnya adalah bhiksu dan bhiksuni, ini adalah hal yang sangat memalukan, dia bahkan tidak menaati sila yang ditetapkan oleh Sang Buddha. Setelah menjalani hidup kebhiksuan baru boleh duduk di atas Dharmasana, selama belum memiliki naiskramyacitta tidak boleh duduk di atas Dharmasana, sederhana sekali. Di dalam buku XX, ia mengaku bahwa Sakyamuni Buddha menggandeng tangannya, omong kosong ! Larangan yang paling ditegakkan oleh Sakyamuni Buddha adalah : Belum meninggalkan keduniawian tidak boleh duduk di atas Dharmasana, contohnya adalah yang pernah dialami oleh Y.A. Atisa. Sedangkan XX, dia tidak hanya duduk di atas Dharmasana, tapi juga membual bahwa Sakyamuni Buddha menggandeng tangannya, padahal itu adalah pelanggaran sila, jika Sakyamuni Buddha benar-benar menggandeng tangan Anda, pada zaman sekarang itu adalah suatu hal yang sangat parah.
◎ Hari ini, Y.A. Atisa berpesan kepada saya untuk 3 hal, yang satu adalah naiskramyacitta sangat penting, Anda tidak boleh melekati keduniawian, mesti meninggalkan keduniawian, baru bisa berbhavana. Jika Anda ingin menjadi seorang Dharmaraja, menjadi Acarya, maka Anda mesti meninggalkan hidup duniawi. Ini adalah pesan pertama dari Y.A. Atisa. Yang kedua, Anda mesti berbhavana, terlebih dahulu membangkitkan Bodhicitta. Y.A. Atisa pergi ke Suvarnadvipa, kenapa disebut Suvarnadvipa ? Saat itu Indonesia disebut Suvarnadvipa, Mahaguru Svarnadvipa berarti seorang Guru Agung dari Indonesia ( di masa lalu ). Y.A. Atisa memohon Dharma di Jambi, saat saya berada di Jambi, halilintar menggelegar, turun hujan, dan angin bertiup, Y.A. Atisa hadir menemui saya. Y.A. Atisa, Je Tsongkhapa, dan Guru Lu, ketiganya adalah Padmakumara. Inilah rahasia pertama yang saya babarkan hari ini. Y.A. Atisa sampai di Suvarnadvipa, yang dipelajari terutama adalah Bodhicitta. Bagaimana dengan Je Tsongkhapa ? Beliau juga menekankan Bodhicitta, dengan pandangan benar Madhyamika. “Om. Biezha. Zongkaba. Gelu. Suoha.” Ge-lu adalah Gelugpa.
◎ Rahasia kedua, di masa hidupnya, Je Tsongkhapa sangat menganggumi Y.A. Atisa, pernah belajar banyak Dharma dari Kadampa, baik itu Sutrayana dan Tantra. Y.A. Atisa menulis Bodhipathapradipa, ‘dipa’ dalam artian obor, ada juga yang menyebutnya Risalah Pelita Jalan Menuju Pencerahan. Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan dari Je Tsongkhapa mengadopsi dari Bodhipathapradipa dan Ajaran Mengenai Tiga Jenis Insan Sesuai dengan Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, untuk menulis Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan yang berisi ajaran Sutrayana dan Tantra, sungguh luhur. Karena Beliau mengadopsi ajaran Kadampa, oleh karena itu, vihara pertama yang Beliau dirikan adalah Vihara Kadam, sekarang disebut sebagai : Biara Ganden, digunakan untuk mengenang Y.A. Atisa. Lihatlah, Bodhipathapradipa dari Y.A. Atisa ditransmisikan kepada Je Tsongkhapa, sehingga Je Tsongkhapa menuliskan : Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan.
Semasa hidup-Nya, Je Tsongkhapa memiliki 3 orang Guru, tiga orang Guru utama Beliau pandang sebagai Mulacarya, sedangkan Guru lainnya ada 14 orang, jika disebutkan lebih banyak lagi, Beliau punya 32 orang Guru, menjalin jodoh Dharma dengan 32 Guru. Beliau mempelajari Sutrayana dan Tantra.
Guru dari Mahaguru, ada 27 orang. Je Tsongkhapa berguru kepada 32 orang Guru, pengetahuan-Nya sangat luas dan mendalam, dan yang terutama adalah Madhyamika. Jangan dikira Je Tsongkhapa hanya belajar Madhyamika, keliru, Beliau juga belajar lima sastra Yogacara, dan lima sastra Madhyamika, serta mempelajari risalah yang ditulis oleh banyak Guru Sesepuh, Beliau mempelajari semuanya. Pengetahuan Beliau sangat tinggi dan dalam, berpengetahuan luas.
Guru pertama Beliau adalah Dondrup Rinchen Rinpoche, Je Tsongkhapa dibesarkan olehnya, Beliau mengajarkan Tantra kepada Je Tsongkhapa, memberikan abhiseka, Kalacakra, Yamantaka, Guhyasamaja, Cakrasamvara, kemudian juga mempelajari Hevajra, dan semua Vajra. Guru pertamanya, Dondrup Rinchen Rinpoche mengajarinya Tantra, bahkan membesarkannya sampai usia 16 – 17 tahun, kemudian mengirimnya ke Tibet.
Di Tibet, Je Tsongkhapa mengarungi seluruh Tibet, U-Tsang, Shigatse, semua wilayah telah dijelajahi oleh-Nya. Beliau berjumpa dengan seorang Guru, mulai belajar Dharma, ajaran Sutrayana dan Tantra semua dipelajari. Oleh karena itu, Beliau telah mempelajari Tantra, juga telah menekuninya, dan Guru tersebut adalah Jetsun Rendawa. Semula Jetsun Rendawa berasal dari Biara Sakya, tergolong dari sekte Sakya. Guru utama yang kedua dari Je Tsongkhapa adalah Jetsun Rendawa. Jetsun Rendawa mengajarinya Madhyamika dan Hetuvidya.
Namun, Je Tsongkhapa masih punya banyak pertanyaan atas ajaran Madhyamika, demikian pula dengan Vijnaptimatra, Beliau berjumpa dengan satu orang, orang ini adalah : Lama Umapa yang dapat bekomunikasi dengan Manjusri Bodhisattva. Je Tsongkhapa memohon kepada Lama Umapa untuk menyampaikan semua pertanyaannya kepada Manjusri Bodhisattva, kemudian Manjusri Bodhisattva langsung menjawab semua pertanyaan dari Je Tsongkhapa, sampai pada akhirnya dapat menyempurnakan Je Tsongkhapa, membentuk tiga hal utama, yaitu pandangan benar Madhyamika. Gelugpa paling mementingkan naiskramyacitta, yang kedua adalah Bodhicitta, dan yang ketiga adalah pandangan benar Madhyamika, inilah yang diberitahukan oleh Je Tsongkhapa kepada saya. Mereka mementingkan hal ini. Selain itu, juga mementingkan sila.
◎ Malam hari tanggal 6 September 2018, Je Tsongkhapa muncul di studio saya, parasnya sangat sempurna, nampak penuh semangat, cahaya yang dipancarkan tubuhnya beraneka warna, tangan memegang teratai hijau. Saya bertanya, siapakah Beliau, Je Tsongkhapa menjawab : “Simhanada Tathagata.”, Beliau langsung tampil dalam wujud Tathagata, saat Je Tsongkhapa mencapai Kebuddhaan, Gelar Kebuddhaan Beliau adalah : Simhanada Tathagata, ini adalah rahasia yang kedua. Siapa yang tahu bahwa Beliau adalah Simhanada Tathagata ? Silakan angkat tangan. Tidak perlu sungkan. Jika kalian tahu bahwa Beliau adalah Simhanada Tathagata silakan angkat tangan. Jika kalian tidak tahu, maka memberitahu Anda, Beliau adalah Simhanada Tathagata. Ini adalah rahasia Beliau.
◎ Saya bertanya kepada-Nya : “Dari mana kah Anda ?” Je Tsongkhapa menjawab : “Saya ada di Aula Dalam Maitreya di Surga Tushita.” Sesungguhnya, Beliau tersenyum dan berkata : “Dharmakaya tak terhitung.” Beliau mengatakan bahwa saya adalah emanasi Beliau, Guru Lu adalah emanasi Je Tsongkhapa. Saya mengatakan : “Sepertinya saya tahu Anda adalah Je Tsongkhapa, saya sedang mencari Anda.” Je Tsongkhapa mengatakan : “Saya telah datang sendiri, Anda tidak perlu mencari.” Saya membuat permohonan : “Mohon babarkan asal-usul Anda.” Je Tsongkhapa menjawab : “Saya adalah nirmanakaya dari Manjusri Bodhisattva.”
Kalimat tersebut membuat saya teringat, Raja Kalki generasi pertama di alam suci Shambala : Raja Pundarika adalah Manjusri Bodhisattva, sedangkan Raja Kalki ke-2 adalah Raja Pundarika. Lihat ! Raja Pundarika, Raja Kalki generasi ke-2 dari Shambala adalah Padmakumara, Je Tsongkhapa juga adalah Padmakumara. Beliau mengatakan bahwa semua aktivitas-Nya adalah aktivitas Buddha, ini yang dikatakan oleh Je Tsongkhapa.
Beliau mengatakan, di Jokhang dan Ramoche memperoleh petunjuk dari Avalokitesvara Bodhisattva, “Di puncak gunung Aku mengambil teratai berwarna hijau, oleh karena itu, Aku adalah Padmakumara Hijau.” Saya menjawab : “Ternyata satu akar.” Mengenai perjalanan bhavana Beliau, Je Tsongkhapa menjawab : “Pada usia 3 s.d. 16 tahun, belajar Tantrayana kepada Dondrup Rinchen Rinpoche, abhiseka yang diterima dan ditekuni adalah Manjusri Bodhisattva, Sarasvati Devi, dan kemudian belajar Yamantaka Vajra, Cakrasamvara, Hevajara, dan Vajrapani Bodhisattva.” Saat itu Je Tsongkhapa mengatakan : “Y.A. Atisa kerap muncul memberi petunjuk, dan meramalkan bahwa kelak saya akan membabarkan ajaran Kadampa.” Vihara pertama yang didirikan oleh-Nya adalah Vihara Kadam, saat ini adalah Biara Ganden.
Je Tsongkhapa mengatakan : “Saya adalah seorang bhiksu yang hidup suci, semua hanya demi membabarkan Dharma agung dan menyelami Buddhadharma nan luas.” Beliau mengatakan, terlebih dahulu mempelajari Madhyamika dari Nagarjuna Bodhisattva, Arya-deva, dan Candrakirti, serta Vijnaptimatra dari Maitreya, Asanga, dan Vasubandhu, juga mempelajari Hetuvidya, “Guru sarana ada banyak, mendengar dan merenungkan semua risalah.” Risalah yang Beliau pelajari sangat banyak, sekarang saya hanya sebutkan beberapa saja : Abhisamayalankara dari Maitreya Bodhisattva ; Abhidharmakosakarika atau Risalah Cahaya Terang, yang membahas mengenai tahapan mulai berbhavana sampai Kebuddhaan ; Ada lagi, Mulamadhyamakakarika, dan karya Candrakirti Bodhisattva : Madhyamakavaratara Sastra, serta karya Dignaga Bodhisattva : Pramana-samuccaya, juga : Pramanavartikka, dan Vinayakarika yaitu mengenai vinaya. Mulacarya utama dari Je Tsongkhapa adalah Jetsun Rendawa, yaitu Mulacarya yang paling dijunjung tinggi.
◎ Je Tsongkhapa mengatakan : “Mempelajari Sutrayana dari karya tulis Nagarjuna Bodhisattva, Arya-deva, serta Asanga, Vasubandhu, Dignaga, dan Dharmakirti ; Selain itu juga mempelajari Sadhana Pancamahavajra dalam Tantra.” Menekuni Yamantaka Vajra untuk mengatasi petaka nyawa. Je Tsongkhapa mengalami banyak malapetaka, yang terutama adalah petaka nyawa.
Coba Anda renungkan, Dharmapala Mahaguru adalah Yamantaka Vajra Vidyaraja, sama seperti Je Tsongkhapa. Karya tulis Je Tsongkhapa antara lain : Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, dan Risalah Agung Tahapan Jalan Tantra, kedua risalah ini adalah yang utama, karya tulis yang lain masih sangat banyak, apakah kalian masih ingat ? Saat saya mengulas : Risalah Agung Tahapan Jalan Pencerahan, siapa yang muncul untuk mengadhisthana Mahaguru ? Je Tsongkhapa hadir untuk mengadhisthana Mahaguru.
Saat Je Tsongkhapa belajar ajaran Kadam, Y.A. Atisa juga hadir mengadhisthana, saat saya mengulas Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, Manjusri Bodhisattva dan Je Tsongkhapa muncul bersamaan untuk mengadhisthana Guru Lu, ini benar-benar terjadi, sebuah kenyataan. Je Tsongkhapa juga mengatakan : “Manjusri Bodhisattva secara langsung hadir untuk memberikan petunjuk dan bimbingan, mengatasi segala keraguan, Lama Umapa juga merupakan salah satu Guru utama.”
◎ Oleh karena itu, jumlah Guru Akar Beliau ada 3, Dondrup Rinchen Rinpoche, Jetsun Rendawa, dan Lama Umapa. Je Tsongkhapa mengatakan : “Karena telah sempurna dalam belajar dan praktik Sutrayana dan Tantra, juga membabarkan vinaya, maka mendirikan Gelugpa.” , arti dari ‘Gelug’ adalah vinaya. Pada akhirnya, Beliau secara langsung melihat Manjusri Bodhisattva dan 35 Buddha, serta melihat semua Adhinatha, memperoleh keberhasilan tertinggi. Beliau mengutamakan naiskramyacitta, Bodhicitta, Madhyamika, dan vinaya.
Di akhir, saya bertanya kepada Je Tsongkhapa : “Apa yang paling ingin Anda sampaikan kepada kami ?” Je Tsongkhapa mengatakan : “Menjaga sila dan tekun.” Je Tsongkhapa berharap supaya kita siswa Zhenfo harus menjaga sila dan tekun. Saya hanya mengungkapkan garis besarnya saja.
Y. A. Atisa, Je Tsongkhapa, dan Guru Lu, ketiganya manunggal, semua adalah Padmakumara, tiada berbeda, ini adalah sebuah rahasia yang sangat besar. Je Tsongkhapa mencapai Kebuddhaan sebagai : Simhanada Tathagata. Beliau tidak menggunakan karmamudra, Beliau memahami perihal karmamudra, namun, Beliau tidak menggunakannya. Beliau mencapai Kebuddhaan melalui bardo, dengan gelar : Simhanada Tathagata, sangat mulia.
Saya telah menulis “Sadhana Penjapaan Je Tsongkhapa”, kalian bisa lihat gambar Je Tsongkhapa di belakang, mantra-Nya ada yang panjang dan pendek, “Om. Biezha. Zongkaba. Gelu. Suoha” bisa juga dijapa : “Om A Hum. Biezha. Zongkapa. Gelu. Suoha.” Mudranya adalah Dharmacakra Mudra, saya peragakan, ( Mahaguru memperagakan ), sebenarnya tidak perlu diperagakan, sebab, yang digambar adalah Dharmacakra Mudra, tangan kanan mendorong ke arah luar, tangan kiri ke arah dalam, ini bermakna memutar Dharmacakra. Y.A. Atisa masuk ke Tibet memenuhi undangan raja kerajaan Guge yang memohonnya untuk memutar Dharmacakra di Tibet. Je Tsongkhapa memutar Dharmacakra agung di Tibet, Guru Lu juga memutar Dharmacakra, mudra dari Padmakumara adalah : Satu tangan Dharmadesana, satu tangan memegang padma ( Mahaguru memperagakan, kedua tangan dibentuk di depan dada ) ini juga merupakan Dharmacakra Mudra, tangan kanan mendorong ke arah luar, tangan kiri ke dalam, ini juga memutar Dharmacakra. Apakah semua juga telah merasa bahwa Je Tsongkhapa sangat penting ?
◎ Saya beritahu Anda ! Je Tsongkhapa juga belajar Kalacakra Vajra, Guhyasamaja Vajra, Hevajra, Yamantaka, dan Mahottara Heruka, selain itu, Cakrasamvara, semua dipelajari oleh-Nya, termasuk semua Anuttara-tantra. Beliau juga pernah bertapa. Supaya Buddhadharma terus lestari, dibutuhkan beberapa siswa agung yang mendukung. Beliau menganugerahkan kedudukan Dharmaraja, jubah, dan topi Beliau sendiri kepada siswa pertama Beliau : Gyaltsab Dharma Rinchen. Sedangkan Putra Hati Beliau adalah : Khedrup Gelek Pelzang, siapa kah Beliau ? Yaitu yang kemudian menjadi silsilah Panchen Lama, ditransmisikan dari Khedrup Gelek, sedangkan Gyaltsab Je menjadi Ganden Tripa Sang Pemimpin Spiritual.
Selain itu, bhiksu yang paling menjaga kemurnian vinaya adalah Jetsun Dragpa Gyaltsen, ada lagi, yaitu Shakya Yeshe yang diutus oleh Je Tsongkhapa untuk menjumpai Kaisar Yongle, Mingchengzu, dan Kaisar Yongle menganugerahkan Gelar Dharmaraja kepadanya : Jamchen Choje ( Dharmaraja Mahamaitri / Daci Fawang ) ; Gelar Dharmaraja Mahamaitri ( Daci Fawang ), Dharmaraja Mahayana ( Dasheng Fawang ), dan Gyalwa Karmapa ( Dabao Fawang ) merupakan gelar Dharmaraja yang dianugerahkan oleh Kaisar Yongle, salah satunya diberikan kepada Shakya Yeshe. Di Mongolia, Shakya Yeshe menitis sebagai Jetsun Dampa, dalam Bahasa Mandarin adalah : Zhangjia Huofo ( Changkya Khutukhtu ), Mahaguru memiliki silsilah dari Kanjurwa Rinpoche. Changkya Khutukhtu merupakan emanasi dari siswa dari Je Tsongkhapa, Panchen Lama juga merupakan emanasi dari siswa Je Tsongkhapa, yaitu : Khedrup Gelek Pelzang.
Sedangkan yang baru saja bersarana pada saat 5 tahun terakhir masa hidup Je Tsongkhapa adalah : Gedun Drup yang kemudian menjadi Dalai Lama, merupakan siswa paling kecil dari Je Tsongkhapa. Akan tetapi, Putra Hati yang sesungguhnya adalah Panchen Lama. Dalai Lama, Panchen Lama, Ganden Tripa, Changkya Khutukhtu dari Mongolia, Kanjurwa Khutukhtu. Saya membabarkan perihal kisah hidup Je Tsongkhapa di masa lalu, kelak harus ada seorang penerus silsilah yang agung yang akan meneruskan silsilah ini. True Buddha School, Zhenfo Zong memiliki sekitar 60 Vihara Vajragarbha, lebih dari 100 Acarya, sekitar seribu bhiksu dan bhiksuni, ada Dharmacarya, mereka semua akan melanjutkan silsilah Zhenfo Zong, silsilah yang teragung, terus ditransmisikan, membabarkan Dharma memberikan manfaat kepada para insan.
◎ Dahulu, saat Je Tsongkhapa hidup di dunia, terlebih dahulu mendirikan Vihara Kadam atau Biara Ganden, kemudian mendirikan Vihara Drepung, dan disusul dengan pendirian Biara Sera, ini adalah tiga vihara utama Gelug di Tibet, selain itu, ada juga Biara Tashi Lhunpo di perbatasan Shigatse, biara Kumbum di tempat kelahiran Je Tsongkhapa di Qinghai, dan Biara Labrang di Gansu, disebut sebagai enam vihara utama Gelug. Demikianlah keagungan kehidupan Je Tsongkhapa.
Saat itu, ketika saya berjumpa dengan Dalai Lama, Dalai Lama menanyai saya : “Bagaimana Anda menjelaskan mengenai ‘rupa’ dan ‘sunya’.” Dengan kata lain, ‘eksistensi’ dan ‘sunya’, saya mengatakan : “Berpasangan.”, otak kalian jangan melantur, begitu membicarakan berpasangan, kalian pun berpikir pasangan pria dan wanita, sungguh otak pernuh kotoran. Makna dari berpasangan bukan seperti itu, “Rupa tiada berbeda dengan sunya, sunya tiada berbeda dengan rupa, rupa adalah sunya, dan sunya adalah rupa.”, ini adalah “Rupa dan sunya berpasangan.”, “Eksistensi dan sunya berpasangan”.
Saat itu, ada banyak yang berpegangan pada konsep sarvastivada, yaitu : Empat Kebenaran Mulia, ada juga yang berpegangan pada konsep segala sesuatu tidak nyata ( ajaran sunya ), Manjusri Bodhisattva dan Je Tsongkhapa mengatakan : “Saya beritahu Anda, Empat Kebenaran Mulia adalah Dharma lokiya, Anda mesti menghargainya, tanpa Dharma lokiya tidak akan ada Dharma lokuttara, belajar Buddhadharma dimulai dari Dharma lokiya, sampai pada akhirnya muncul Kebenaran Terunggul dari lokuttara.” Ini adalah : “Eksistensi dan sunya berpasangan”, saya menjawab Dalai Lama : “Berpasangan.” Entah apa yang dipikirkan oleh Dalai Lama, beliau menjawab : “Alamiah, Anda mengatakan ‘berpasangan’, saya mengatakan ‘alamiah’.” Ternyata beliau tidak tahu bahwa ‘berpasangan’ yang ditransmisikan oleh Gurunya yang paling awal : Je Tsongkhapa, adalah : Eksistensi dan sunya berpasangan, rupa dan sunya berpasangan, “Rupa tiada berbeda dengan sunya, sunya tiada berbeda dengan rupa, rupa adalah sunya, dan sunya adalah rupa.”, ini disebutkan dalam Sutra Hati, Sakyamuni Buddha juga tahu, ‘eksistensi’ dan ‘sunya’ semua mesti dihargai, tanpa ‘eksistensi’ tiada ‘sunya’, dari sini muncul : Madhyamika-svatantrika, sebab sifat diri juga sunya. Saya beritahu Anda, sifat nidana adalah sunya, sifat diri juga sunya, ini adalah ajaran kebenaran terunggul. Pada akhirnya, Je Tsongkhapa memahami rupa dan sunya berpasangan, Beliau mengatakan : “Nidana terbentuk.”, “Sifat nidana adalah sunya” dan “Nidana terbentuk” keduanya berpasangan menjadi : Madhyamika-prasangika.
Saya beritahu Anda, ilmu di dalam ini sangat mendalam, Madhyamika-svatantrika, dan Madhyamika-prasangika, Je Tsongkhapa berpedoman pada : Madhyamika-prasangika, menurut Beliau, kebenaran duniawi sangat penting, tanpa kebenaran duniawi tidak akan ada sunyata, nidana terbentuk, demikianlah Manjusri Bodhisattva membabarkan kepada Je Tsongkhapa, mestinya adalah : Eksistensi dan sunya berpasangan. Selain itu, ada : Sukha dan sunya berpasangan, sukha adalah upaya kausalya, sunya adalah kebenaran terunggul. Keutamaan pada Je Tsongkhapa adalah, pada saat Beliau memasuki samadhi, sukha dan sunya berpasangan, eksistensi dan sunya berpasangan.
◎ Je Tsongkhapa juga mengajarkan satu hal lagi kepada saya, apa itu ‘samatha-vipasyana’ ? Ada dua metode bhavana, yang satu adalah pelatihan penghentian pikiran, dan yang satu adalah pelatihan visualisasi, jika Anda lebih berpihak kepada penghentian pikiran, maka Anda akan masuk ke dalam sunya, tiada pikiran apa pun, ini adalah pelatihan samatha. Di saat Anda belum berhasil dalam samatha, Anda mesti berlatih menggunakan visualisasi, oleh karena itu : “Samatha dan vipasayana berpasangan”. Demikianlah metode memasuki samadhi yang dibabarkan oleh Je Tsongkhapa kepada saya, ada dua macam cara untuk memasuki samadhi, yang satu adalah latihan menghentikan pikiran ( samatha ), dan yang satu adalah latihan visualisasi ( vipasyana ), di saat Anda tidak bisa menghentikan pikiran, gunakan latihan visualisasi, di saat visualisasi Anda mencapai puncak, Anda gunakan penghentian pikiran, ini adalah : “Samatha dan vipasyana berpasangan”, ini adalah cara terbaik untuk memasuki samadhi. Anda tidak bisa hanya berlatih samatha, sebab pikiran tidak bisa dihentikan, di saat muncul pikiran untuk menghentikan pikiran, itu masih merupakan pikiran, di saat Anda ingin menghentikan pikiran Anda, pikiran masih merupakan pikiran, oleh karena itu, Anda mesti bervisualisasi dengan fokus, terus sampai semua pikiran tiada, barulah merupakan : “Samatha dan vipasayana berpasangan”, terus sampai keberhasilan. Inilah pedoman dari Je Tsongkhapa, diajarkan oleh Manjusri Bodhisattva, yaitu pandangan benar Madhyamika.
Apakah Anda semua telah mengerti ? Apa yang disebut dengan Madhyamika-svatantrika ? Apa yang disebut dengan Madhyamika-prasangika ? Madhyamika-prasangika adalah samatha dan vipasyana berpasangan, sedangkan Madhyamika-svatantrika adalah aliran penghentian pikiran. Hanya berlatih samatha juga sangat berbahaya.
Cara bicara Mahaguru sedikit berbeda, banyak orang yang sangat sukar memahami Mahaguru, dalam membabarkan Dharma, kadang membabarkan ini, kadang membabarkan itu. Ada seorang ayah, mengantarkan tamu ke depan pintu, dengan santun mengatakan : “Jalan pelan-pelan ( Hati-hati di jalan ).” Mendengarnya, Xiaohua yang berusia 5 tahun dengan polosnya mengatakan : “Ayah, kenapa saat ayah mengantarkan paman ke pintu selalu mengatakan jalan pelan-pelan ? Tapi tiap kali ibu mengantar paman selalu mengatakan cepat pergi !” Yang satu mengatakan pelan-pelan ( hati-hati di jalan ), yang satu mengatakan cepat pergi, maknanya berbeda. Seorang istri menanyai suaminya : “Orang itu jelek sekali, kenapa kamu bisa suka ?” Suami menjawab : “Postur tubuhnya tinggi dan langsing, dengan sendirinya menarik perhatian.” Istri mengatakan : “Jika kamu memang menyukai wanita yang tinggi dan langsing, kenapa dulu kamu menikahi aku ?” Suami menjawab : “Saat itu saya menyangka kamu masih bisa tumbuh tinggi !” Tentu saja tidak bisa tumbuh tinggi lagi. Kita belajar Buddha mesti terus tumbuh tinggi, dan bukan berhenti hanya pada kondisi sukha, bukan pula pada kondisi terang, juga bukan berhenti pada kondisi sunya, saya telah katakan, semua itu mesti berpasangan baru tepat.
Ada tiga anak yang sedang berlomba, berlomba ayah siapa yang paling cepat, anak pertama mengatakan : “Ayah saya paling cepat, di saat cangkir kopi jatuh dari meja, ia bisa menangkapnya sebelum jatuh ke lantai.” Anak kedua menjawab : “Ayah saya yang cepat ! Dia pergi berburu, dalam jarak 200 kaki sanggup menembak seekor rusa, sebelum rusa itu roboh ke tanah, ia bisa lari dan menopangnya.” Sungguh cepat. Di masa kecil saya, lari 100 meter hanya butuh waktu 11 detik, dalam waktu 20 detik bisa menopang rusa, itu sangat cepat sekali. Anak ketiga mengatakan : “Ayah saya adalah seorang pegawai, tiap hari mestinya pulang kantor pada pukul setengah enam, tapi pukul setengah lima dia sudah tiba di rumah.” Saya beritahu Anda, belajar Buddha tidak ada istilah malas, bagi yang malas tidak akan bisa menjadi Buddha. Tidak peduli Anda adalah kura-kura atau kelinci, akar kebijaksanaan Anda sangat tajam, atau Anda sangat tumpul dan lamban, akan tetapi, mesti melangkah setapak demi setapak, sampai pada akhirnya mencapai Kebuddhaan, jangan mencontoh yang malas.
Guru Bahasa mengatakan : “Untuk seterusnya, di internet jangan menyebut diri sendiri dengan ‘nama pena’, sebab, zaman sekarang tidak ada lagi yang menulis menggunakan pena.” Murid bertanya : “Jadi mesti disebut apa ?” Guru menjawab : “Sekarang adalah ‘an-jian’ ( tekan tombol ), disebut ‘jian-ren’ ( orang yang menekan tombol , homofon dengan ‘jian-ren’ /penjahat ).” Murid lanjut bertanya : “Bagaimana dengan yang menggunakan tetikus ?” Guru menjawab : “Disebut ‘shu-bei’ ( orang yang menggunakan tetikus, homofon dengan ‘shu-bei’ / bajingan ).” Murid bertanya lagi : “Ponsel cerdas menggunakan layar sentuh, tidak ada papan tombol, tidak ada tetikus, jadi disebut apa ?” Guru menjawab : “Disebut ‘chu-sheng’ ( pengguna sentuhan, homofon dengan ‘chu-sheng’ / binatang )” Yang diajarkan oleh guru belum tentu tepat, kalian mesti mengacu pada sastra.
◎ Setiap Lama Tibet, pada tingkatan dasar, semua membaca : Lima Sastra Utama : Abhisamayalamkara-sastra, Abhidharma-kosa, Madhyamakavatara, Pramana-varttika, dan Vinaya-sastra, ini disebut Lima Sastra Utama. Saya ingin bertanya kepada Anda yang duduk di bawah, yang pernah membaca Lima Sastra Utama silakan angkat tangan, atau, siapa yang pernah membaca salah satunya saja ? Saya tidak bertanya kepada Acarya, sebab Acarya juga belum tentu pernah membacanya. Saya beritahu Anda, Abhisamayalamkara-sastra, Abhidharma-kosa, Madhyamakavatara, Pramana-varttika, dan Vinaya-sastra. Vinaya-sastra, yang terutama adalah yang tadi saya babarkan, yaitu Sila Vajra, Bodhisattva-sila, dan Sila Kebhiksuan, tiga sila utama. Semua mesti tekun, jangan setiap hari main ponsel, berjalan juga main ponsel, bahkan terjatuh ke lubang di pinggi jalan juga terus menatap ponsel, banyak orang lewat lampu lalu lintas dengan tetap menatap ponsel.
Wanita zaman sekarang “San-cong Si-de” ( Patuh pada 3 Pria : Ayah, suami, putra ; 4 Kualitas Baik : bermoral, anggun, santun tutur katanya, dan mahir menjahit ) , “San-cong” antara lain : “Cong bu titie” ( tidak pernah perhatian ) , “cong bu wenrou” ( tidak pernah lembut ), “cong bu jiangli” ( tidak pernah menerima argumen ) ; “Si-de” antara lain : “Re bude” ( tidak bisa diganggu ), “shuo bude” ( tidak boleh dikatai ), “ma bude” ( tidak bisa dimarahi ), “da bude” ( tidak boleh dipukul ). Oleh karena itu, mereka yang menikah sungguh sial.
Gurudara banyak membantu saya, membantu dalam banyak hal, menjaga kebutuhan sandang, pangan, dan papan, berbagai hal dalam aliran, beliau memiliki kemampuan memahami yang sangat kuat, ucapannya sangat mengena, inilah kelebihan beliau. Berbagai masalah, sampai di tangan beliau, semua bisa diatasi. Saya cenderung lebih ekstrem. Saya bertanya kepada Acarya Lian-ji (蓮極上師) : “Lian-ji, apa arti kata Ji dalam nama Anda ?“ Ia menjawab : “Ji dari kata ekstrem.” Dia sangat ekstrem, tapi masih kalah dengan saya, saya nomor satu dalam hal ekstrem, dia nomor dua.
Tadi saya membicarakan hidup manusia : “Usia 1 tahun adalah penampilan perdana, usia 10 tahun prestasi akademis meningkat, usia 20 tahun usia remaja bergelora, usia 30 tahun merintis karir, usia 40 tahun agak gemuk, usia 50 tahun setengah baya, usia 60 tahun tekanan darah naik, usia 70 tahun kadang-kadang lupa, usia 80 tahun terhuyung-huyung, usia 90 tahun melupakan semua, usia 100 tahun digantung di tembok.” Inilah kehidupan. Di sini ada satu lagi : “Hidup ini ibarat angin, usia 10 tahun : lucu dan polos ; Usia 20 tahun : Berkharisma ; Usia 30 tahun : Kondisi prima ; Usia 40 tahun : Berumur namun masih menarik ; Usia 50 tahun : Penuh asmara ; Usia 60 : Rematik dan pegal-pegal ; Usia 70 : Sempoyongan ; Usia 80 : Bau tanah ; Usia 90 : Ketidakkekalan makin dekat ; Usia 100 : Upacara pemakaman. Semua orang seperti ini, apa makna kehidupan ? Batin adalah yang tertinggi, berbhavana menyucikan diri, merealisasi terang hati mencapai Kebuddhaan, inilah hal yang paling penting dalam hidup.
Wanita yang bisa menghamburkan uang adalah angsa, wanita yang tidak bisa menghamburkan uang adalah bebek, pria selalu mengatakan : “Andai aku tidak berduit, tidak punya mobil, rumah, cincin berlian, namun aku punya hati yang mencintaimu, apakah kamu tetap bersedia aku nikahi ?” Saya pikir : “Jika saya tidak punya tubuh yang indah, tidak rupawan, tidak anggun, tidak bisa hamil, wajah penuh dengan bekas jerawat, namun aku punya hati yang mencintaimu, apakah kamu tetap bersedia menikahi aku ?” Relakan saja ! Jangan selalu mengatai bahwa wanita sangat realistis, pria juga demikian, Jangan iri dengan menantu orang yang pandai menghemat demi kebutuhan hidup. Apakah biaya memelihara angsa dan bebek bisa sama ?
◎ Pada dasarnya segala hal di dunia fana ini tidak setara, satu-satunya kesetaraan adalah Buddhata Anda. Pembabaran hari ini sampai di sini.
Om Mani Padme Hum.