508 - Lingkungan Bhavana Mahamudra (4)
Kita lanjutkan pengulasan lingkungan bhavana Mahamudra.
Dalam kondisi Samarasayoga, sadhaka mesti turun gunung, masuk perkotaan untuk menjalankan misi menuntun para insan.
Kondisi samarasayoga memang luar biasa, di luar jangkauan pikiran Anda. Jangan sampai salah sangka, mengapa seorang sadhaka menetap di perkotaan? Ketika batin Anda tidak lagi berubah, sama seperti vajra, Hati Buddha selamanya ada pada diri Anda, maka Anda boleh menetap di kota.
Dalam Tantra juga dibahas mengenai ‘lagu’, di perkotaan ada tempat karaoke, tempat untuk menyanyi, bisa mendengar suara nyanyian yang merdu, namun bagi seorang sadhaka Tantra, suara nyanyian tersebut adalah suara mantra. Kadang juga terdengar suara pertengkaran dan suara makian, di Amerika sangat sering terdengar, kita menjapa mantra: “Om. Amidiewa. Xie.” Aksara “Xie” ini, terdengar agak mirip dengan yang diucapkan oleh orang Amerika ketika mereka merasa tidak nyaman, yang artinya adalah kotoran anjing. Di Amerika, aksara “Xie” ini tidak enak didengar, namun bagi kita adalah mantra Tantra. Karena Anda sudah sering mendengar suara mantra, ketika Anda mendengar orang Amerika mengatakan “Xie”, Anda merasa sungguh baik, mereka sedang menjapa mantra.
Suara pertengkaran pun kita dengar sebagai suara mantra. Setiap hari kita mendengar suara pekik burung gagak, ‘America Seattle so many black birds.’. Setiap hari burung gagak menjapa mantra: “A”, “A”, “A”. Ketika Anda mendengarnya, “Oh! Bahkan binatang pun sedang menjapa mantra, sungguh mulia.” Sesungguhnya semua adalah mantra. Di lapangan tembak kita mendengar suara tembakan, “Peng”, “Peng”, “Peng”, itu adalah suara mantra “Pan!”. Suara apa pun itu, semua adalah suara mantra. Oleh karena itu, saat mendengar lagu populer, semua menjadi suara mantra, “Suoha.”, “Suoha.”. Ketika mereka sedang menyanyi, kita memasuki suara tersebut dan mentransformasikannya menjadi suara mantra.
Ketika saya Berdharmadesana, ada pesawat melintas di angkasa, “Weng…”, suara alam semesta “Om…” panjang, semua berubah menjadi suara mantra yang mengabhiseka diri kita. Demikianlah kondisi samarasayoga, tiada perbedaan. Ucapan yang buruk sekalipun juga merupakan suara mantra.
Demikian pula dengan menari ‘dance’, pada umumnya seorang sadhaka tidak boleh menari. Anda tidak tahu, menari juga merupakan meditasi. Ketika menari, Anda dapat melebur dalam tarian tersebut, memasuki kondisi penyatuan antara tarian, tubuh, ucapan, dan gerakan, sesungguhnya juga merupakan kondisi meditasi.
Ketika menari, Anda telah melupakan diri sendiri, dalam kondisi lupa diri, perhatian terpusat, melebur dalam tarian. Gerakan tubuh melebur dalam tarian, berada dalam kondisi lupa diri, ini adalah meditasi. Anda kira menari itu buruk? Sesungguhnya, bagi sadhaka menari adalah meditasi.
Kegiatan sehari-hari, seperti makan, berpakaian, berdiam, beraktivitas, dan hiburan, semua adalah meditasi. Semua menjadi Samarasa bagi sadhaka, Buddhata tidak berubah.
Terhadap orang yang telah menyaksikan Buddhata, untuk apa Anda mengurusi jenis mobil yang dikendarainya. Kebanyakan orang akan membedakan, Anda mengendarai mobil kecil buatan Jepang, small Japanese car, atau mengendarai Rolls Royce. Pada umumnya orang akan mengatakan: “Aduh! Dia adalah seorang sadhaka, mana boleh mengendarai Rolls Royce?” Orang itu tidak tahu bahwa sadhaka tersebut telah mencapai kondisi Samarasayoga. Dalam kondisi Samarasayoga, duduk di mobil Jepang, mobil Rolls Royce, atau duduk di kereta api, gerobak sapi, atau kereta kuda, Buddhata tidak akan berubah. Orang awam akan membeda-bedakannya. Suciwan yang benar-benar mencapai kondisi Samarasayoga, bebas naik mobil Jepang atau Rolls Royce, atau naik kereta api, kapal, bahkan gerobak sapi pun dia suka.
Di masa kecil, kita pernah naik gerobak sapi, saya pernah menaiki gerobak sapi, gerobak tersebut berjalan di depan, kita semua berlari mengejarnya dari belakang, kemudian bergantungan di ekor gerobak, setelah gerobak berjalan agak jauh, baru kami turun, naik gerobak sapi sungguh nyaman.
Dalam kondisi Samarasa tidak perlu lagi khawatir, sebab segala sesuatu adalah Buddhata, Buddhatanya tidak berubah. Namun sebelum mencapai kondisi ini, Anda tidak boleh melakukan itu semua, sebab Anda akan terpikat. Jika telah mencapai kondisi Samarasa, maka boleh saja.
Oleh karena itu dalam Tantra dikatakan, mengapa Anda takut terjerumus? Burung bisa terbang dan tidak jatuh. Ikan bisa berenang dan tidak akan tenggelam. Apakah singa salju takut hawa dingin? Dia memang hidup di daerah dingin.
Setelah mencapai kondisi Samarasa, Anda menjadi Simharaja Tak Terkalahkan, kondisi apa pun dapat Anda lampaui. Bagi seorang Suciwan, ketika seseorang menjemputnya menggunakan Rolls Royce, Buddhata tidak akan sirna.
Jika Anda adalah seorang Suciwan, mendadak mendengar lagu populer, Anda langsung berubah menjadi awam, atau ketika seorang wanita cantik datang, Anda langsung habis, yang demikian ini tidak akan terjadi, Suciwan adalah Suciwan, sekali mencapai Pencerahan, maka selamanya Tercerahkan.
Segala sesuatu adalah Bodhi, wanita cantik adalah Bodhi, ketika sadhaka Tantra melihat wanita cantik, yang nampak adalah kebijaksanaan. Wanita cantik adalah kebijaksanaan, sebab dia hadir untuk menempa Anda, sehingga tumbuh kebijaksanaan. Ketika semua terlampaui, maka semua adalah Samarasa.
Suara pesawat adalah: “Weng...”, “Weng…”, menjadi “Om..”, ini adalah suara mantra. Suara pekik burung gagak adalah “A”, suara tepukan adalah “Hum”. Semua adalah suara mantra, kita mesti memahami Samarasa.
Om Mani Padme Hum.