509 - Lingkungan Bhavana Mahamudra (5)
Kita lanjutkan pengulasan lingkungan bhavana Mahamudra.
Hari ini membahas Abhavanayoga yang bersemayam di angkasa. Abhavanayoga merupakan kondisi tertinggi atau Anuttarasamyaksambodhi. Ketika memasuki kondisi Abhavanayoga, abhavana berarti bhavana, dan bhavana berarti abhavana.
Apa maksudnya bersemayam di angkasa? Telah memahami Kebenaran Alam Semesta, Tathata, sepenuhnya memahami dan melebur dalam sunyata. Kondisi ini adalah Anuttarasamyaksambodhi, Pencerahan Sempurna, telah memperoleh Bodhi.
Suciwan yang demikian, dikarenakan tiada yang dilekati, maka Ia bersemayam dalam angkasa. Angkasa sangat sukar untuk dimengerti, dengan Pancamahajnana dari Tathagata, leluasa dalam sunyata, ini merupakan Pencerahan yang sejati. Setelah mencerahi sunyata, kemudian menggunakan Pancamahajnana Tathagata untuk leluasa, berada dalam kondisi keleluasaan hakiki, menuntun para insan di dunia saha. Kondisi yang tidak bertambah dan tidak berkurang, merupakan sebuah kondisi yang tak terbayangkan.
Banyak orang mengaku telah mencapai Sambodhi, ketika kita para sadhaka mendengar orang mengaku: “Aku telah memperoleh Bodhi.”, atau mendengar orang mengatakan: “Aku telah Tercerahkan.”, “Aku telah mencapai Kebuddhaan.”, “Aku telah memperoleh Sambodhi.”, kita patut merasa khawatir dan takut. Mengapa? Sebab ada tiga macam kemungkinan. Yang pertama adalah Pencerahan Sejati, memperoleh Anuttarasamyaksambodhi, ini sangat langka.
Yang kedua, Anda telah “Kong-kong.” (Bahasa Taiwan: Gila), harus masuk ke rumah sakit jiwa. Anda mengaku telah tercerahkan, memperoleh Bodhi, mencapai Kebuddhaan, inilah yang kita khawatirkan. Sebab ada dua kemungkinan, yang satu adalah benar, dan yang satunya adalah Anda sudah gila, telah tersesat.
Oleh karena itu, mendengar Pencerahan, Kebuddhaan, dan realisasi, Anda jangan langsung mengatakan: “Sungguh luar biasa!” Mesti dilakukan pengamatan luhur, barulah dapat diketahui apakah itu adalah Pencerahan Sejati. Sebab sangat dimungkinkan itu adalah skizofrenia, dan dia telah tersesat.
Yang ketiga, menyatakan telah mencapai Kebuddhaan, merealisasi Tathata, dan Tercerahkan, ternyata dia adalah penipu, dia ingin memperoleh nama, takhta, keuntungan, dan persembahan dari umat, ternyata palsu.
Hanya tiga kemungkinan ini, yang pertama adalah Pencerahan Sejati, yang kedua adalah gila, yang ketiga adalah penipu.
Ketika Anda benar-benar mencapai Anuttarasamyaksambodhi, memasuki kondisi Abhavanayoga, ada kemungkinan secara lahiriah bebas leluasa, kita menyebutnya sebagai sadhaka gila. Secara lahiriah adalah sadhaka gila, namun semua perilakunya beralasan dan selaras dengan Buddhadharma. Ini adalah kegilaan yang berdasar, demikianlah Pencerahan Sejati.
Seperti Bhiksu Jigong dalam Riwayat Jigong, setelah mencapai Pencerahan, perilakunya seperti orang gila. Namun di dalam kegilaan-Nya terkandung Buddhadharma. Meskipun perilakunya aneh, namun semua selaras dengan sebab dan kondisi, selaras dengan sebab dan akibat.
Lihatlah dalam Riwayat Jigong, segala perilaku dan perbuatan Jigong, selalu ada ujung dan pangkalnya, menyelesaikan segala persoalan dengan masuk akal, bukan kegilaan yang kacau-balau. Orang gila tidak bisa menguasai diri, sedangkan kegilaan Buddha Hidup Jigong berada dalam kendali diri, Beliau sanggup menuturkan ajaran dibalik semuanya.
Dia mengangkap kutu di bagian depan tubuh, namun Dia tidak membunuhnya, Dia melepaskannya ke bagian belakang tubuh. Menangkap yang di belakang, kemudian melepasnya di depan. Orang-orang merasa heran, kenapa Dia menangkap kutu dengan cara seperti itu?
Dia mengatakan, tidak boleh membunuh, namun ketika Anda memindahkannya ke depan, apa yang terjadi? Iklimnya tidak sesuai, dengan sendirinya kutu itu akan mati. Kutu di bagian depan ditangkap, kemudian dipindahkan ke bagian belakang, menangkap kutu di bagian belakang, kemudian dipindahkan ke depan, dengan demikian terjadi ketidaksesuaian iklim kehidupan. Gila namun menggemaskan.
Dia menggosok tubuhnya, menghasilkan sebuah pil, Dia memiliki daya bhavana, telah memiliki abhijna, dan mampu mengetahui isi hati insan. Lihatlah pintu gapura Vihara Lingyin, di malam hari ketika hendak ditutup, Buddha Hidup Jigong akan memasukkan satu kaki, dan berkata: “Tunggu! Masih ada Saya!”
Bhiksu yang bertugas menutup pintu gerbang berkata dalam hati: “Lain kali aku akan menutupnya lebih awal.”, ketika dia menutup lebih awal, Buddha Hidup Jigong tetap memasukkan satu kaki-Nya. Ketika pintu gerbang ditutup lebih malam, Dia tetap memasukkan satu kaki-Nya. Sebab Dia mempunyai kemampuan membaca isi hati insan, Dia tahu Anda hendak menutup pintu lebih awal atau lebih malam, Dia juga memiliki kemampuan teleportasi, Dia sanggup tiba dengan sangat cepat. Dalam kegilaan-Nya, terkandung Dharma, Dia benar-benar Anuttara, dan sanggup mengendalikan diri. Perilakunya sangat jelas, alamiah dan leluasa, merupakan Abhavanayoga yang sejati.
Om Mani Padme Hum.