510 - Lingkungan Bhavana Mahamudra (6)
Kita lanjutkan pengulasan lingkungan bhavana Mahamudra, kita membahas yang paling akhir, yaitu Abhavanayoga bersemayam di angkasa.
Shakyamuni Buddha memeditasikan dan mencerahi dvadasangapratityasamutpada, kemudian mencerahi Kebenaran Alam Semesta. Menggunakan hetupratyaya untuk mencapai Pencerahan, pada akhirnya yang dibuktikan tetap adalah sunyata.
Menekuni Buddhisme, sampai pada tingkatan yang tertinggi, adalah abhavana. Apa itu abhavana? Apakah meminta Anda untuk tidak perlu menekuni bhavana? Bukan demikian.
Kondisi Abhavanayoga adalah setiap saat adalah bhavana. Sebab, segala ucapan, perbuatan, dan pikirannya selaras dengan Buddhadharma, semua adalah Pancamahajnana dari Pancamahatathagata. Manifestasi semua ini adalah Abhavanayoga.
Ketika Pancamahajnana dari Tathagata bertransformasi, membentuk sebuah daya untuk menuntun para insan, bermanifestasi menjadi Pancamahabala. Pancamahajnana adalah Pancamahabala. Daya dan Jnana manunggal leluasa adalah bhavana. Namun juga merupakan abhavana, sebab dia tidak berwujud. Ketika benar-benar telah sampai pada Abhavanayoga, Anda tidak perlu menjapa mantra tertentu. Sebab suara yang Anda hasilkan sudah merupakan mantra, apakah masih perlu menjapa mantra tertentu? Mudra juga tiada, sebab tiap gerakan tangan adalah mudra. Tidak perlu lagi membentuk mudra tertentu.
Pancamahajnana Anda bertransformasi menjadi pikiran, itulah visualisasi. Jadi masih perlu visualisasi apa lagi? Semua pikiran Anda adalah Pancamahajnana, masih perlu visualisasi apa lagi? Tidak perlu visualisasi, tidak perlu mudra, tidak perlu japa mantra, dan tidak perlu segala tata ritual, sepenuhnya abhavana.
Namun abhavana juga merupakan bhavana, sebab segala sesuatu Anda selaras dengan Buddhadharma, semua suci, semua adalah bhavana, ini adalah kondisi tertinggi. Oleh karena itu, apabila Anda benar-benar mencapai kondisi abhavana, sungguh luar biasa, itulah Atiyoga dalam Navayana Mahapurna.
Penekunan Mahamudra pada akhirnya juga menembus Navayana, Atiyoga yang tertinggi dalam Sadhana Dzogchen. Ini adalah abhavana, sesungguhnya yang dimaksud dengan bersemayam di angkasa adalah, segala perbuatan Anda, perilaku Anda, semua adalah angkasa. Dalam kondisi semacam ini, apalagi yang Anda inginkan? Apakah masih menginginkan harta? Menginginkan berkah? Menginginkan kesehatan? Mendambakan keturunan? Tidak lagi, oleh karena itu disebut sebagai asamskrta. Apa itu asamskrta? Asamskrta adalah angkasa Mahapurna, Anda tidak perlu melakukan sesuatu, namun Anda leluasa memanfaatkan Pancajnana Tathagata.
Kondisi semacam ini sungguh tak terperikan. Kita sering bicara tentang luas, semesta ini tiada batas, trikala satu hakikat. Masa lampau, saat ini dan yang akan datang terhubung, leluasa dalam sepuluh penjuru Dharmadhatu, luas dan kukuh, inilah bersemayam di angkasa. Dia sanggup pergi kemanapun, semua dapat menjadi bermanfaat. Dalam kondisi semacam ini, Buddha Hidup Jigong menggosok-gosok tubuh-Nya, menggunakan daya pikiran pada ‘xian’ (Bahasa Taiwan: keratin), bukan tsampa orang Tibet, melainkan yang disebut dengan ‘xian’ oleh orang Taiwan, ‘xian’ itu adalah pil yang membuat mata terbelalak.
Ketika dia menggosok-gosok tubuh, Dia memancarkan sinar dari pori-pori tubuh-Nya untuk menyinari benda tersebut, Dia menggunakan daya batin yang suci, dikerahkan pada ‘xian’ dan dicampur dengan setetes ingus, meludah, dan jadilah sebuah pil obat, inilah Pil Hitam Pusaka. Anda membuka mulut dan menelannya. Anda yang semula sudah hampir mati, setelah Dia mengambil beberapa benda berwarna hitam dari bagian bawah tubuh-Nya, sakit Anda pun tersembuhkan, tubuh Anda pun termurnikan.
Demikianlah Buddha Hidup Jigong menggunakan daya batin-Nya dikerahkan pada benda-benda tersebut, sehingga benda tersebut menjadi murni. Anda melihatnya sebagai kotor, namun dalam kondisi Abhavanayoga, tiada bersih dan tiada kotor, tiada sesuatu yang bersih, juga tiada sesuatu yang kotor. Buddha Hidup Jigong disebut Buddha Hidup karena telah mencapai kondisi ini, Dia adalah Rinpoche sejati.
Segala ucapan dan perilaku-Nya, bagi Anda terlihat kurang waras, namun Dia memiliki daya batin, Dia mengerahkan daya batin yang suci adanya.
Dia sembarang mengambil rupang di dalam vihara, kemudian membawanya pergi, orang menanyai Dia: “Apa tidak salah? Kenapa kamu membawa pergi rupang itu?” Dia menjawab: “Vihara kita sedang pindahan.”
Nanti kalian pergi ke vihara kemudian memanggul rupang Buddha, orang akan bertanya: “Apa yang kamu lakukan?” Vihara sedang pindahan.
Apa yang Dia katakan memang beralasan, Dia pergi ke kebun belakang, kemudian meletakkan rupang Veda Dharmapala di atas tanah, dan sesosok mara pun tergencet di bawah kaki rupang Veda Dharmapala. Dia sedang menangkap mara tanpa ritual apa pun, Dia hanya mengangkat rupang Veda Dharmapala dari dalam vihara keluar dan meletakkannya ke kebun belakang, Begitu diletakkan, mara ada di bawahnya, dan tergencet oleh rupang Veda Dharmapala.
Kelihatannya kurang waras, sesungguhnya tidak gila. Siapa yang benar-benar gila? Penderita gangguan jiwa di rumah sakit jiwa, mereka semua mengaku tercerahkan, jika bukan sebagai Tuhan, pasti mengaku sebagai Mazu, atau sebagai Yesus, dan bahkan Shakyamuni Buddha.
Kegilaan dari orang yang benar-benar Tercerahkan adalah terkendali, dia leluasa dan memiliki pengendalian diri, inilah Bodhi yang sejati. Kegilaan Pencerahan sejati, bersifat leluasa, pengendalian diri, dan berdasar.
Sedangkan penderita gangguan kejiwaan justru dikendalikan oleh roh eksternal, Anda tidak bisa leluasa, ada dua atau tiga sosok bertengkar di dalam, apakah Anda tetap mengaku telah tercerahkan?
Kondisi Abhavanayoga mesti direalisasikan dengan sebaik-baiknya.
Om Mani Padme Hum.