526 - Nisprapancayoga (2)
Kita membahas ‘Tiada baik dan buruk’ yang ditekuni dalam nisprapancayoga.
Dahulu di masa kecil kita berpartisipasi dalam pramuka, mengharuskan kita untuk melakukan satu kebaikan setiap hari. Saya juga pernah menjadi pramuka, saat itu benar-benar melakukan satu kebaikan sehari.
Semisal hari ini berpikir: “Perbuatan baik apa yang hendak dilakukan hari ini? Celaka! Tidak ada perbuatan baik yang bisa dilakukan.” Saya akan berlari ke jalan untuk memungut pecahan kaca dan membuangnya ke dalam tempat sampah. Karena terkadang pecahan kaca bisa melukai kaki orang, atau pergi ke pasar, memeriksa apakah ada kulit pisang di jalan, memungut satu kulit pisang, itulah kondisi psikologis anak-anak, menganggapnya sebagai satu kebaikan setiap hari.
Anda memungut kulit pisang supaya orang tua tidak terpeleset, itulah satu kebaikan setiap hari. Dahulu saya benar-benar melekat dalam melakukan kebaikan tersebut.
Saat ini kita menekuni Buddhisme, dalam nisprapancayoga kita diajarkan ‘Tiada baik dan buruk’, bukan berarti meminta Anda supaya tidak melakukan kebaikan. Melainkan, mengajarkan supaya ketika Anda berbuat baik, jangan selalu mengatakan: “Aku telah berbuat baik.”, jangan ada pamrih, inilah yang disebutkan dalam Vajracchedika Sutra: “Niat muncul namun tidak menetap.”, jangan karena menginginkan sesuatu, Anda baru membangkitkan niat tersebut, melainkan setiap saat Anda mesti mempertahankan niat kebajikan nan terang.
Kebaikan yang dilakukan tangan kanan, jangan sampai diketahui tangan kiri, artinya tidak dilekati dalam hati. Inilah kebaikan yang sesungguhnya, inilah laku kebajikan yang sempurna.
Berbuat baik, namun tidak memikirkannya. Kita tidak boleh berbuat jahat, jangan melakukan sesuatu yang tidak baik. Jangan melanggar Pancasila Buddhis.
Setelah menerima Bodhisattvasila, Anda sudah mempunyai sila, Anda tidak boleh melakukan perbuatan buruk. Ada vinaya kebhiksuan bagi yang menjalani kebhiksuan, kenapa demikian? ‘Batin tiada baik dan buruk’ mengajarkan supaya Anda bisa tenteram, dan dapat bersamadhi.
Dalam nisprapancayoga, apabila Anda ingin memperoleh Mahasamadhi yang sejati, supaya dapat menenangkan batin, Anda mesti merealisasi ‘Tiada baik dan buruk.’
Melekat pada konsep pahala, dapat menyebabkan Anda mempersalahkan langit dan bumi. Seperti karmaphala dari Kaisar Liang, dia menyatakan dirinya sangat berpahala, namun pada akhirnya dia tewas mengenaskan. Saat itu dia berpikir: “Demikian banyak pahalaku, tapi kenapa aku tewas mengenaskan?” Dengan demikian hatinya tidak tenang. Apabila hendak memahami makna ‘Tiada baik dan buruk’, di sinilah seharusnya Anda bisa memahaminya.
Misalnya seseorang setiap hari melakukan perbuatan baik, menyumbang untuk sekolah ; Berdonasi muntuk menolong yang miskin ; Menyumbang uang, dan menyumbang obat-obatan bagi orang sakit ; Saya mendirikan rumah sakit ; Saya melakukan berbagai perbuatan baik. Suatu hari dia mengalami kecelakaan, dalam pemikiran orang awam, karena dia sangat melekat bahwa dia adalah orang baik, maka dia merasa tidak seharusnya bernasib seperti itu. Melekat akan konsep pahala menyebabkan hati tidak bisa tenang.
Oleh karena itu, segala hal yang kita perbuat, bhavana yang kita tekuni, ‘Tiada baik dan buruk’. Lakukan semua kebaikan, jangan pamrih, jangan menyimpan konsep pahala dalam hati, dengan demikian kondisi hati Anda akan tenteram. Tentu saja kita tidak boleh melakukan karma buruk, inilah makna dari ‘Tiada baik dan buruk.’
Apabila Anda berbuat baik, namun pamrih akan pahala, maka hati Anda tidak akan tenang. Begitu mengalami kesulitan, atau begitu jatuh sakit, Anda mengatakan: “Sudah banyak pahala yang aku lakukan, aku sudah banyak memuja Buddha, sudah ratusan juta kali pelafalan Nama Buddha, tapi Buddha Bodhisattva tidak melindungiku!” , “Aku sudah membuat banyak rupang, kenapa sekarang masih bernasib seperti ini?” , “Aku telah mendirikan banyak vihara, kenapa tidak mendapat berkah?” Ini berarti pamrih dan melekat pada konsep pahala, hati Anda tidak bisa tenang.
Oleh karena itu, kita yang menekuni Buddhisme mesti memahami, segala sesuatu di dunia ini adalah ilusi, dunia saha ini ibarat sebutir debu, di manakah pahala Anda?
Di jagat raya ini, bumi hanya sebutir pasir, hanya seonggok tanah, kebaikan apa yang telah Anda lakukan? Bukankah hanya kebaikan sebutir pasir, sebutir debu belaka? Sebesar apapun pahala yang Anda buat, bukankah hanya sebesar butir pasir, atau butir debu belaka? Oleh karena itu, jangan melekati konsep pahala. Ini disebut ‘Tiada kebaikan’. Keburukan, tidak perlu dibahas lagi, ‘Tiada keburukan’. Di sini, tiada lagi pembedaan, hati Anda telah tenang, dan menghasilkan terang, inilah Suciwan yang sejati.
Oleh karena itu saya katakan, Lotus Light Charity Society, seharusnya diganti nama menjadi ‘Lotus Light No-charity Society’. Seperti ‘Lotus Light Charity Society’ misalnya hari ini kita membantu yang terbelakang, besok menjenguk yang lumpuh, lusa menjenguk yang duduk di kursi roda, ini adalah perbuatan baik, memang tidak salah. Namun seharusnya kita mengatakan: ‘Yayasan Lotus Light Berbuat Baik Tiada Pahala’, tambahkan satu kata ‘tiada’, dengan demikian sesuai dengan ‘ Tiada baik dan buruk’.
Tidak bisa mengatakan, karyaku sangat besar, seperti Raja William di Rainbow Vila, raja dari Negeri Semut, dia mendirikan apartemen ratusan tingkat sebagai tempat tinggal para semut, dia rajin menolong negara tetangga, dia sungguh merupakan semut yang berkebajikan besar. Dia menyiarkan kepada para penduduk Negeri Semut bahwa pahalanya nomor satu. Kita melihatnya, hanya seekor semut kecil, punya pahala apa?
Demikianlah dunia semut dalam pengelihatan kita. Buddha melihat dunia manusia, juga demikian. Oleh karena itu, Bodhidharma telah mencapai tingkatan yang sangat tinggi, Beliau bisa mengucapkan: “Tiada pahala.”.
Lakukan perbuatan baik, menyinari semua, tiada konsep pahala, inilah sinar Buddha yang sejati.
Om Mani Padme Hum.