528 - Nisprapancayoga (4)
Kita lanjutkan pengulasan Nisprapancayoga.
Ada empat latihan dalam Nisprapancayoga, yang pertama adalah ‘Tiada baik dan buruk’, yang kedua adalah ‘Tiada mengambil dan melepas’, yang ketiga adalah ‘Tiada benar dan salah’, dan yang keempat adalah ‘Tiada perolehan dan kehilangan.’
Dalam hal perolehan dan kehilangan, saya pernah mengatakan, ada perolehan maka ada kehilangan. Ada kehilangan, maka juga akan ada perolehan. Sekarang, di rumah di Taiwan, saya menggantung beberapa kata, yaitu: “Segala persoalan di dunia ibarat Pak Tua dan kudanya.” Apabila kalian pernah berkunjung ke rumah saya di Taiwan, Anda akan melihat beberapa kata tersebut: “Segala persoalan di dunia ibarat Pak Tua dan kudanya.”
“Pak Tua dan kudanya” adalah sebuah cerita rakyat Tiongkok kuno mengenai “Pak Tua dan Kudanya”. Saya mengingatnya dengan jelas, dan senantiasa mematrinya dalam hati. Apabila Anda dapat senantiasa berpikiran seperti ini, maka Anda dapat melampaui perolehan dan kehilangan.
Demikianlah kisah Pak Tua kehilangan kuda, dahulu ada seorang bapak tua yang bernama Saiweng, dia kehilangan seekor kuda, semua orang merasa sedih. Namun Saiweng tetap tenang, dia mengatakan: “Tidak apa.”
Tak lama kemudian, kuda betina yang hilang itu kembali dengan membawa kuda jantan, ini adalah hal yang baik, semua orang merasa sangat gembira, sekarang ada dua ekor kuda. Saiweng sendiri malah mengatakan: “Bukan apa-apa.”
Kemudian, putranya menunggangi kuda jantan, tiba-tiba dia terjatuh dari kuda, dan kakinya patah. Semua orang merasa sedih, menangis dan mengatakan: “Lihatlah, cari masalah saja, kedatangan kuda liar itu justru membuat kaki putranya patah!” Melihatnya, Saiweng mengatakan: “Bukan apa-apa.” Dia menanggapinya dengan sangat datar,
Berikutnya, terjadi peperangan, semua pria di desa harus pergi berperang, karena putra Saiweng mengalami patah kaki, maka dia tidak perlu pergi menjadi prajurit. Semua pria muda di desa harus pergi menjadi prajurit, dan semua gugur. Di saat perang, peluru tidak punya mata, di zaman kuno tentu tidak ada peluru, golok dan tombak tidak bermata. Semua pria muda desa telah gugur, hanya tersisa putra dari Saiweng, dia masih bisa berketurunan. Melihatnya, Saiweng mengatakan: “Ini juga bukan apa-apa.” Dia menanggapi dengan sangat tenang. Ini adalah sebuah kisah peribahasa mengenai perolehan dan kehilangan, “Pak Tua kehilangan kuda, tapi siapa yang bisa memastikan bahwa itu bukan sebuah berkah?”
Saya mengingat kisah klasik dan ajaran ini dalam hati. Anda adalah seorang sadhaka, sesungguhnya ketika telah mencapai tingkatan tersebut, Anda akan sama seperti Pak Tua itu.
Oleh karena itu, menurut Mahaguru Lu, segala sesuatu adalah hal baik, segala sesuatu tiada persoalan. Hari ini ada seseorang yang datang bersarana, datang mendekati Anda, semua orang mengira ini adalah suatu hal yang baik. Padahal mungkin saja siswa ini adalah ‘kotoran tikus’, yang kelak akan membuat semangkuk bubur tidak bisa dimakan lagi. Demikianlah, kita mesti menanggapi segala sesuatu dengan tenang.
Sesungguhnya, kadang ada siswa yang datang, ada juga yang pergi. Ada orang yang datang bersarana, ada juga yang pergi. Ada orang yang mendekat, ada juga yang pergi meninggalkan. Saya menanggapinya dengan sangat tenang, sebab semua adalah hal yang baik.
Ada orang yang menjalani upasampada juga baik, tidak ada orang yang upasampada juga baik. Ada orang yang menjalani kebhiksuan juga baik, tidak ada orang yang menjalani kebhiksuan juga baik. Hari ini memperoleh juga baik, kehilangan juga baik, semuanya baik.
Banyak orang berkomentar: “Mahaguru? Tidak perlu bertanya kepada beliau! Sebab beliau selalu mengatakan baik, tiada baik dan buruk bagi beliau! Jelas-jelas orang itu tidak baik, tapi beliau tetap menerimanya. Tentu saja orang baik mesti diterima, tapi beliau juga menerima orang jahat. Jelas-jelas seorang pengacau datang, tapi beliau masih memperlakukannya dengan baik, beliau masih rela menerimanya.”
Tidak apa-apa, kenapa tidak apa-apa? Tiada perolehan dan kehilangan. Sebuah kebenaran alam semesta, melampaui dunia saha, berada di angkasa. Apa itu benar dan salah? Apa itu baik dan buruk? Apa itu perolehan? Apa itu kehilangan?
Ketika Anda benar-benar melampaui perolehan dan kehilangan, melampaui baik dan buruk, melampaui benar dan salah, apa itu perolehan? Apa itu kehilangan?
Kadang perilaku Mahaguru berbeda dengan orang lain. Anda ingin cuti selama sebulan? Baik. Dua bulan? Baik. Anda ingin pergi meninggalkan? Baik. Anda ingin masuk? Baik. Bagi saya, segalanya baik, asalkan Anda meminta tanda tangan, maka saya akan menuliskan ‘Shengyan’ menandatanganinya.
Anda ingin cuti, Anda ingin pergi, Anda ingin datang, Anda ingin bagaimanapun? Semua baik. Anda mengajukan permohonan menetap juga baik, tidak menetap juga baik. Anda ingin pergi juga boleh, apa pun boleh. Saya tidak pernah mengatakan: “Tidak boleh.”
Oleh karena itu, mintalah tanda tangan pada Acarya Lianning, jangan pada saya. Karena saya selalu menjawab “Baik” kepada yang minta tanda tangan, kalian yang mencari kesempatan untuk memperoleh tanda tangan, saya pasti mendandatanganinya. Sebab bagi saya tidak ada ‘baik’ dan ‘buruk’.
Ada Acarya yang berkata kepada saya: “Tidak perlu melapor kepada Mahaguru, bagi Mahaguru segalanya baik, cukup melapor pada orang lain saja.” Ini benar juga, sebab saya sudah tidak punya konsep perolehan dan kehilangan. Oleh karena itu, saya Berdharmadesana juga baik, tidak Berdharmadesana juga baik, sama saja.
Saya membabarkan Dharma menuntun para insan juga baik, saya menyepi juga baik, pensiun juga baik. Naik Dharmasana juga baik, tidak juga baik. Saya punya uang juga baik, tidak punya juga baik. Tiada perolehan dan kehilangan, dalam kondisi ini, begitu masuk, Anda akan demikian.
Bisa bermurah hati, berhati luas, leluasa dalam segala sesuatu. Timbul mengikuti jodoh, dan lenyap mengikuti jodoh, dalam segala hal, ikuti jodoh. Ini adalah kondisi yang sangat melampaui, namun sangat sukar untuk mengaplikasikannya dengan alamiah.
Om Mani Padme Hum.