Hari ini kita membahas Asmrti sebagai Buddharatna Sambodhi, terlebih dahulu mengulas Sunyatanupasyana.
Dalam Tantra, hampir tiap kali sebelum visualisasi inti, mesti terlebih dahulu bervisualisasi kesunyataan. Kata sunya ini, merupakan kondisi tertinggi dalam pembabaran Dharma Sang Buddha.
Kata sunya ini paling banyak digunakan dalam Buddhadharma. Kita sering mendengar: Pintu Buddha adalah Pintu Sunya, mereka yang menjalani kebhiksuan bisa disebut sebagai: ‘Memasuki Pintu Sunya.’
Sunyatanupasyana dalam Tantra merupakan kondisi yang sangat tinggi dan Anuttara. Sunyatanupasyana sangat penting untuk dipalikasikan dalam hidup kita, saya beri sebuah contoh, Acarya Lianpin (蓮品上師) dalam Zhenfo Zong kita ini, dia baru saja parinirvana.
Semasa hidup, kondisi jantungnya selalu buruk. Ada orang yang menanyainya: “Anda menderita sakit, tapi kenapa masih bersusah payah berkarya dalam Lotus Light Charity Society Taiwan?” Masih harus mendaki gunung dan turun ke lautan, mengunjungi tempat-tempat yang terpencil, dia selalu bersusah payah dan sangat tekun melakukan pelayanan dalam Lotus Light.
Ada yang menanyainya: “Untuk apa Anda demikian susah payah? Lebih baik Anda istirahat.” Dia juga menjalankan True Buddha News, menangani video Mahaguru, dan bahkan menjadi korektor bagi buku yang saya terbitkan, padahal dia tidak mempunyai penghasilan apa pun, sepenuhnya bersifat sukarela, melakukan pelayanan sukarela, tidak digaji.
Demikian dia menjawabnya: “Jika saya tidak melakukan ini semua, apa lagi yang patut saya lakukan?” Dia melakukan ini semua bukan karena untuk memperoleh sesuatu. Sama sekali tiada suatu yang diperoleh, tidak digaji.
Dia menjalankan Lotus Light Charity Taiwan, True Buddha News Taiwan, video Mahaguru, dan menjadi korektor buku Mahaguru, sepenuhnya sukarela, sesungguhnya filosofi dia ini juga merupakan Sunyatanupasyana.
Setelah dia parinirvana, ketika melakukan penjapaan untuknya di kediaman saya di Phantom Lake, saya melihat Buddha Bodhisattva memberikan sekuntum padma berwarna merah kepadanya. Saat itu saya memberitahu Acarya Lianxiang (蓮香上師): “Dia telah terlahir di Negeri Buddha, dia adalah Padmakumara Merah.” Saya mengatakan: “Dia telah berpulang dan akan menghasilkan sarira dan bunga sarira.”
Sampai di Taman Arama, saya mengatakan: “Dia adalah Padmakumara Merah, dia telah berpulang, pasti menghasilkan sarira dan bunga sarira.” Saya mengatakannya di Taman Arama dan banyak yang mendengarnya.
Hari ini dia telah dikremasi, dan ternyata menghasilkan 50 butir sarira dan bunga sarira. Tidak hanya sejumlah itu, sebab saat itu hanya dicari di satu lokasi saja. Tulang sekujur tubuhnya seputih salju. Di antaranya ada yang berwarna biru, merah, hijau, dan sarira dalam berbagai warna.
Saat itu di sampingnya juga ada banyak jenazah yang dikremasi, namun ketika dikeluarkan, abu jenazah yang lain berwarna abu-abu gelap, hanya Acarya Lianpin yang menghasilkan banyak bunga sarira aneka warna dan sangat indah.
Kita membahas semangatnya, dan bukan sedang membicarakan bagaimana dengan Acarya Lianpin, sesungguhnya, dia memang berbhavana dengan sungguh-sungguh. Pada malam hari saat hendak parinirvana, dia masih sempat bersadhana. Ketika meninggal dunia, dia membentuk Mudra Padma. Saat meninggal dunia, kedua tangan membentuk Mudra Padma.
Dia tidak pernah berhenti bersadhana, dan tidak pernah berhenti berdana. Namun pemikiran dia: “Jika saya tidak melakukan ini semua, apa lagi yang patut saya lakukan?” filosofi semacam ini merupakan konsep Sunyatanupasyana.
Banyak orang yang berusaha keras untuk memperoleh nama, memperoleh keuntungan, dan tidak melepasnya. Semua yang sanggup melepaskan nama dan keuntungan bukanlah orang biasa.
Mengapa melepaskan nama dan keuntungan? Karena kebenaran Sunyatanupasyana. Apabila Anda amati, dunia ini ibarat sebuah sandiwara, hanya sebuah mimpi. Di dunia saha ini, Anda hanyalah wayang potehi, memainkan peran dalam wayang potehi. Ada dua sandiwara, yang satu adalah wayang potehi, dan yang satu adalah opera Taiwan. Dahulu pernah ada yang menanyakan apa sajakah dua fakultas di Universitas Nasional Taiwan? Yang satu adalah wayang potehi, dan yang satu adalah opera Taiwan. Sebenarnya bukan, ini hanya sebuah lelucon.
Begitu lakon wayang potehi muncul, “Sngtioh, sngtioh.” (suara), di dunia saha ini, Anda bergerak-gerak dan melompat-lompat untuk berebut nama dan keuntungan. Suatu hari nanti, “Gedebuk!” usai sudah.
Jelas sekali, ini adalah sunya, tiada suatu apa pun. Apa yang dapat Anda peroleh? Apa itu perolehan dan kehilangan? Saya katakan, tiada perolehan dan tiada kehilangan, hanya demikian. Amatilah, sama sekali tiada perolehan dan tiada kehilangan. Setiap hari makan tiga kali, dan tidur hanya membutuhkan luas sebidang kasur, setiap insan sama saja. Semua harta, seks, nama, makanan, dan tidur adalah sunya.
Agama Buddha mengenali sunya sebagai sebuah konsep yang paling tinggi. Apabila Anda dapat mencerahi sunya, maka Anda dapat merealisasikan Buddhata sejati Anda. Apabila Anda dapat mencerahi sunya, barulah Anda dapat memperoleh Nirvana sejati, memperoleh Tathata. Meskipun ini adalah sebuah konsep, namun bisa direalisasikan lewat bhavana.
Pengulasan hari ini sampai di sini.
Om Mani Padme Hum.