556 Meditasi dan Kebijaksanaan
Kita mengulas meditasi dan kebijaksanaan. Tiap kali kita bersadhana, selalu ada sesi memasuki samadhi, dan cara yang digunakan adalah meditasi.
Ada banyak metode meditasi, dalam Buddhadharma, bisa dibilang meditasi merupakan sebuah sarana. Untuk mencapai pencerahan, Anda mesti belajar bermeditasi.
Meditasi sama dengan apa? Sama dengan sebuah sarana, sebuah metode. Dalam penyebaran agama Buddha sampai saat ini, ada Trini-anasravani, yaitu sila, samadhi, dan Prajna, meditasi merupakan upaya untuk bersamadhi. Meditasi juga merupakan sebuah sarana, sebuah metode.
Untuk apa kebijaksanaan? Supaya dalam tiap metode meditasi tidak menghasilkan penyimpangan. Kebijaksanaan adalah sebuah arah, apabila Anda ingin mencapai Sambodhi, tercerahkan, maka kebijaksanaan adalah arahnya, mesti menggunakan kebijaksanaan.
Kita sering menyebut istilah ‘tirthika’ atau yang bukan Buddhadharma, namun kaum tirthika juga melakukan meditasi.
Jadi, apakah menurut Anda meditasi adalah Buddhadharma? Meditasi adalah Buddhadharma, namun Buddhadharma bukan meditasi. Sebab ruang lingkup Buddhadharma sangat luas, meditasi hanya merupakan salah satu sarana dalam Buddhadharma.
Di India ada banyak ‘tirthika telanjang’ (pertapa telanjang), mereka juga bermeditasi. Banyak pertapa yang melatih diri di Tapo-vana (hutan penyiksaan diri), atau mereka yang melatih diri menggunakan metode agama Brahman, agama Hindu, mereka juga bermeditasi. Agama Dao dari Tiongkok juga mengajarkan meditasi. Itu semua bukan agama Buddha, namun mereka juga bermeditasi. Bahkan agama Katolik, dalam retret mereka juga melakukan meditasi.
Meditasi adalah sebuah sarana, dalam meditasi juga ada banyak penyimpangan. Apabila Anda ingin memperoleh pencerahan Anuttarasamyaksambodhi sama seperti Shakyamuni Buddha, tentu saja diperlukan kebijaksanaan, dan kebijaksanaan merupakan sebuah arah.
Oleh karena itu, menurut analisis yang saya peroleh, apa itu kebijaksanaan? Yaitu sebuah arah yang menuntun Anda pada pencerahan yang benar, inilah kebijaksanaan.
Anda tidak cukup hanya bermeditasi saja, apabila Anda hanya bermeditasi, duduk sebentar saja bisa kerasukan mara. Sebab Anda tidak memiliki kebijaksanaan untuk mengenali seperti apakah metode meditasi yang benar, dan Anda tidak dapat dengan jelas mengenali tujuan yang sebenarnya. Apa itu pencerahan? Anda tidak tahu.
Ketika Anda mencapai tingkatan tertentu, dan Anda mengira telah mencapai pencerahan, atau ketika ada hantu yang berbicara kepada Anda, dan Anda mengatakan: “Aku telah tercerahkan!” ini hanya omong kosong. Ada hantu yang bicara dengan Anda, dan Anda mengiranya sebagai pencerahan. “Aku sudah mendengar suara, aku sudah memiliki divyam-srotram (telinga dewa).”, “Aku memiliki paracitta-jnanam (kemampuan membaca isi hati orang lain), saya merasa orang itu begini begitu, dan akhirnya fakta membuktikan bahwa dugaan saya benar!” Seandainya Anda memiliki paracitta-jnanam, Anda mengetahui apa pun yang dipikirkan oleh orang lain, Anda bisa mengumpulkan informasi dan materi dari dalam benak orang lain, tidak perlu mengambilnya dari komputer. Anda bisa mengumpulkan banyak materi dari benak orang lain, Anda memiliki kemampuan membaca isi hati orang lain, dan Anda mengira itulah tanda bahwa Anda telah tercerahkan, padahal itu semua bukan pencerahan.
Ada dewa yang berkomunikasi dengan Anda, “Saya berteman dengan para dewa, mereka adalah saudara saya, para dewa sangat baik kepada saya.” Kemudian Anda mengatakan “Aku telah tercerahkan!”, sesungguhnya itu semua tidak benar.
Sebab Anda tidak tahu apa itu pencerahan, banyak upaya dan sumber yang tidak Anda ketahui. Anda mengira itu semua benar adanya, Anda sudah luar biasa, istimewa, dan sangat agung.
Jadi ini merupakan persoalan kebijaksanaan, Anda tidak punya arah yang benar sebagai pedoman, tidak ada kebijaksanaan yang menuntun Anda, dan Anda mengira telah tercerahkan. Padahal belum mencapai kondisi tersebut, namun Anda menyatakan telah mencapainya. Ini namanya diri sendiri salah memahami diri, dan malah mencoba untuk menuntun orang lain. Sesat menuntun sesat, alhasil semua keliru.
Oleh karena itu, meditasi sangat penting, namun kebijaksanaan lebih penting.
Hanya kebijaksanaan juga tidak berguna, Anda adalah seorang doktor Buddhisme. Namun Anda tidak berlatih meditasi, Anda hanya bisa berucap penuh sensasi, Anda adalah seorang pengajar, dan setiap hari mengajari orang lain bagaimana cara bersadhana, padahal diri sendiri tidak bersadhana, namun setiap hari mengajari orang lain bagaimana cara bersadhana, Anda juga tidak bisa tercerahkan.
Menurut ajaran atau ajaran suci Sang Buddha, antara meditasi dan kebijaksanaan mesti berjalan seiring. Anda telah berlatih meditasi, dan kebijaksanaan ada di samping untuk menuntun Anda ke arah yang benar, dengan demikian baru bisa benar-benar tercerahkan.
Tidak bisa hanya mengatakan, “Dewa memberitahu saya sesuatu, hantu memberitahu saya sesuatu, saya bisa berkomunikasi dengan semuanya.” Bimbingan dari makhluk halus juga belum tentu benar. Tingkatan spiritual mereka juga belum tentu cukup. Tingkatan dewa masih belum sampai pada Anuttarasamyaksambodhi, apalagi hantu?
Dalam agama Buddha, hantu dikenal memiliki daya kecil, kekuatan mereka cenderung kecil, inilah yang disebut dengan hantu, sedangkan dewa disebut berdaya besar, sebab kekuatannya lebih besar. Akan tetapi, Buddha adalah yang tertinggi, Beliau memiliki kemampuan yang lengkap. Sebelum mencapai tingkat kesucian, Anda hanya berkomunikasi dengan makhluk halus, sekalipun mereka mengajari Anda, namun kebijaksanaan mereka belum mencapai Anuttarasamyaksambodhi, ia bukan Buddha, bagaimana mungkin bisa mengajarkan ajaran suci? Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan untuk membedakan itu semua.
Kita sadhaka mesti menggunakan kebijaksanaan yang benar untuk membedakannya, mesti menggunakan ajaran suci Tathagata yang sepenuhnya benar untuk membedakannya, kemudian menggunakan metode meditasi yang benar untuk membina diri. Melalui meditasi dipadukan dengan kebijaksanaan, barulah Anda dapat mencapai Anuttarasamyaksambodhi, tidak bisa kurang satu pun.
Oleh karena itu, meski Anda telah memiliki kemampuan berkomunikasi dengan makhluk halus, namun itu hanyalah kesaktian dari makhluk halus belaka, dan bukan Anuttarasamyaksambodhi.
Om Mani Padme Hum.