2013-06-16 Setelah Manjushrimitra Parinirvana Kemudian Menitis di Teratai Mewariskan Sadhana Dzogchen kepada Padmasambhava
Ceramah Kelima Sadhana 9 Tingkat Dzogchen oleh Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu pada Upacara Homa Acalanatha tanggal 16 Juni 2013 di Rainbow Temple
Sembah sujud pada Bhiksu Liaoming, Guru Sakya Dezhung, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye, sembah sujud pada Triratna Mandala, sembah sujud pada adinata homa hari ini Acalanatha.
Gurudhara, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat se-Dharma, dan umat se-Dharma di internet, serta tamu agung kita hari ini adalah nyonya Dubes Liao Dongzhou Sdri. Judy, Thubten Shinie Hexie Lama dari Nepal, akuntan TBF Sdri. Teresa and her husband, nyonya ketua OCAC Overseas Credit Guarantee Foundation Xue Shenghua, Sdri. Xuewang Shu-mei, produser acara Gei Ni Dian Shang Xin Deng di CTI Taiwan Sdri. Xu Yaqi, dr. Zhuang Junyao, dr. Lin Shuhua, profesor doktor pendidikan Taiwan Daren Pingtung University of Science and Technology Ye Shuwen dan putra, California four small mothers. Baik! Setiap orang adalah tamu agung, tepuk tangan untuk kita semua. Apa kabar, apa kabar semua! (Bahasa Kanton) Thank you for coming! Emkoi! Emkoisai! (Bahasa Kanton: terima kasih)
Hari ini adalah homa Acalanatha, yang satu ini adalah sesosok Vidyaraja yang sangat mulia. Karena, yidam-Nya berasal dari Vairocana, yang satu ini sangat istimewa, karena Ia juga merupakan penguasa dari Vajradhatu dan Garbhadhatu -- cakra pengajar dari vajra penerang Vairocana. Di Tantra Timur, yakni di dalam Tantra Jepang, di mana-mana ada rupang Acalanatha. Kita dapat menghadiri homa dan abhiseka dari Acanatha, sangat luar biasa.
Karena Acalanatha pernah mengatakan, "Barangsiapa yang melihat Acanalatha, akan membangkitkan Bodhicitta; barangsiapa mendengar nama Acalanatha, akan menghentikan kejahatan dan melatih kebajikan." Yakni menghentikan kejahatan dan melatih Dharma kebajikan. "Barangsiapa yang mendengarkan Acalanatha berceramah Dharma, akan mendapatkan kebijaksanaan agung; memahami hati Acalanatha, dapat mencapai kebuddhaan dalam tubuh sekarang." (Ikrar Acalanatha: menyaksikan diri-Ku membangkitkan Bodhicitta, mendengar nama-Ku menghentikan kejahatan dan melatih kebajikan, mendengar Dharma-Ku mendapatkan kebijaksanaan agung, memahami hati-Ku mencapai kebuddhaan dalam tubuh sekarang.) Wujud yidam yang satu ini sangat ganas; di antara semua Vidyaraja, wujud yang paling ganas adalah Acalanatha, tangan kanan memegang pedang naga, ada naga menempel di atasnya, apinya adalah api feniks, sekujur tubuh juga ada api yang menyala-nyala, tangan kiri-Nya memegang tali Vajra, di bawah tali Vajra, masih ada 2 mudra, satu adalah mudra Vajradhatu, satu lagi mudra Garbhadhatu. Sehingga, Acalanatha menguasai Vajradhatu dan Garbhadhatu, wujud Acalanatha merupakan penjelmaan welas asih dari Vairocana. Di Tantra Timur, Acalanatha adalah sesosok yang terpenting, Dharmabala-Nya sangat besar, Ia sendiri adalah tubuh sasanacakra, Mahasadhana Vajra-Nya juga merupakan Mahasadhana tertinggi; di dalam Tantra Timur merupakan Sadhana teragung. Kalian dapat menekuni sadhana yidam yang satu ini, sebenarnya sudah sangat mulia, sangat luar biasa. Saat Acalanatha membakar musuh, berubah menjadi api Vajra; saat membakar diri sendiri, berubah menjadi api sejuk. Seluruh tubuh diselimuti oleh api. Tapi Vajra-Nya dapat mengikat Mara, agar ia tidak bisa bergerak; pedang Vajra Vidyaraja-Nya, dapat menebas 3 jenis alam samsara: keserakahan, kemarahan, dan kebodohan. Ketika kita sedang melakukan ritual, jika melatih sadhana kemujuran, mantra yang kita japa, "Namo Sanmanduo. Muduonan. Warila. Lan. Han." (penjapaan tenang dan halus); jika dijapa sangat kuat, "Namo Sanmanduo. Muduonan. Warila. Lan. Han." (dijapa dengan keras), ini menebas semua rintangan karma, menebas semua keserakahan, kemarahan, kebodohan, menebas semua kebencian Mara, mantra yang keras, dengan suara keras, mantra yang lembut dengan suara lembut. Jadi, saat Anda melakukan ritual, jika Acalanatha yang melatih kemujuran, tiba-tiba, Anda japa mantra yang keras, maka kemujuran pun ditebas. Kita melatih yang keras untuk menebas keserakahan, kemarahan, kebodohan, atau menyingkirkan musuh. Oleh karena itu, sadhana keras beda dengan sadhana kemujuran.
Acalanatha memiliki 8 bocah utama, di Arama Nanshan, Taiwan, tempat tinggal saya, begitu masuk langsung terlihat Acalanatha dan kedua bocah utama-Nya, Ia total memiliki 8 bocah utama, juga memiliki 2 bocah yang melambangkan 8 bocah utama. Acalanatha memiliki wujud berdiri dan juga wujud duduk, dalam Tantra Timur, merupakan wujud tunggal. Wujud luar-Nya, terlihat sangat menakutkan; kadang-kadang, saya sering mendemonstrasikan mata Acalanatha, satu mata-Nya membidik, mata membidik menatap kita; satu mata sangat galak, sangat dahsyat. Oleh karena itu, saat bersadhana membentuk mudra Acalanatha, jika kita kontak yoga dengan-Nya dengan wujud galak, mudra harus dibentuk seperti ini, bibir bawah menggigit bibir atas, kedua mata menatap miring, terus menatap kita.
Acalanatha bukan hanya menundukkan musuh kita, kadang-kadang menundukkan diri sendiri, mengapa harus menundukkan diri sendiri? Karena menundukkan diri sendiri, baru menjadi orang suci. Menundukkan diri sendiri sangat penting, jika diri sendiri tidak ditundukkan, kita sendiri tidak bisa bersih. Oleh karena itu, konsep pandangan tengah Tantra, bukan kebahagiaan ekstrim, juga bukan kesedihan ekstrim, jika kita diikat oleh kebahagiaan, itu bukan pandangan tengah; jika kita diikat oleh kesedihan, itu juga bukan pandangan tengah. Sadhaka bersadhana, hati selalu teduh, dengan kata lain, tidak suka maupun duka, kita tidak akan sangat senang, juga tidak akan sangat sedih, ini tergolong pandangan tengah, yakni teduh. Jika kita teduh, kita baru dapat memasuki samadhi, baru dapat sepenuh hati tidak galau. Saat kita sangat bahagia, hati juga bisa kacau; saat kita sangat sedih, hati juga bisa kacau, pikiran, suasana hati, dan gerak-gerik kita bisa sepenuhnya terpengaruh, seluruh diri kita akan kacau. Hanya hati teduh, mempertahankan keteduhan hati kita, tidak sedih juga tidak gembira, ini barulah teladan sadhaka. Oleh karena itu, setiap sadhaka harus mempertahankan tidak sedih dan tidak gembira, sebesar apapun kebahagiaan yang menghampiri diri kita, hati kita juga tidak goyah; sebesar apapun kesedihan yang menimpa diri kita, hati kita juga tidak goyah, dengan demikian baru dapat melatih menjadi Acalanatha. Yang namanya tidak goyah adalah tidak digoyahkan oleh 8 jenis angin, kesulitan apapun di depan kita, kita tidak goyah sama sekali; fitnah apapun di depan kita, kia juga tidak goyah sama sekali; kebahagiaan apapun, hati kita juga tetap tidak goyah. Inilah maksud dan tujuan paling utama dari Acalanatha, tidak goyah oleh terpaan delapan jenis angin, hati kita selalu teduh. Saat menekuni sadhana angkara murka, kita juga harus mempertahankan Bodhicitta kita, sadhana angkara murka adalah menyingkirkan musuh, menyingkirkan keserakahan, kemarahan, dan kebodohan diri sendiri. Namun, Bodhicitta kita tetap teduh, ini paling penting. Acalanatha ada dua mudra, satu adalah mudra sarung dan pedang, mudra Acalanatha yang biasanya seperti ini. Ada lagi, mudra yang barusan saya bentuk, yaitu "Lin, Bing, Dou, Zhe Jie, Zhen, Lie, Zai, Qian", ini adalah mudra 9 aksara, ada lagi "Mudra 4 vertikal dan 4 horisontal", "Lin, Bing, Dou, Zhe (4 vertikal), Jie, Zhen, Lie, Zai, Qian (5 horisontal)", ini adalah "Jurus Potong Kata" Acalanatha. Misalnya, kita merasa tempat tidur kita, kita mengalami gangguan tidur, tidur sudah sangat lama, begitu bangun, sangat lelah.
Kita membentuk mudra Acalanatha ini adalah simabandhana, menggunakan 9 aksara "Jurus Potong Kata" Acalanatha, potong tempat tidur kita, kita menjala tempat tidur kita dengan jala vajra, semua Mara sesat, setan dan siluman tidak dapat masuk; diri sendiri berbaring di dalam 9 aksara Acalanatha, kita pun akan tidur nyenyak.
Jika kita sakit, atau kita potong orang lain juga demikian, di bagian mana yang sakit, "Lin, Bing, Dou, Zhe, Jie, Zhen, Lie, Zai, Qian", lakukan 5 kali, jika kita memiliki Dharmabala, penyakit pun akan sembuh; jika tidak memiliki Dharmabala, seperti anak-anak menggambar di kertas, tidak ada gunanya. Taoisme ada sebuah sadhana, "goresan pertama menjadi kali, goresan kedua menjadi sungai, goresan ketiga, goresan keempat menjadi sumur emas, pena ini bukan pena biasa, melainkan pena talenta Gunung Lu, tunjuk langit langit cerah, tunjuk bumi bumi jitu, tunjuk manusia panjang umur, tunjuk hantu binasa."
Kemudian, di dalam huruf Jing (seperti tanda pagar), titik setitik, contohnya di bagian ini (pundak kiri) ada sesuatu, kita titik setitik, di mana ada sakit, di sana sembuh, ini juga merupakan sadhana penyembuh. Empat vertikal dan lima horisontal "Lin, Bing, Dou, Zhe, Jie, Zhen, Lie, Zai, Qian", boleh digunakan untuk membuat simabandhana, juga boleh gunakan ini untuk menyembuhkan penyakit, juga boleh gunakan ini untuk menjala semua musuh, setan dan siluman tidak bisa kabur dari jurus potong kata dari mantra 9 aksara. Yidam yang satu ini, karena sasanacakra dari Vairocana, mantra 9 aksara dari jurus potong kata-Nya, sangat berguna. Di tengah aksara muncul awan 4 vertikal dan 5 horisontal, yakni sadhana mantra 9 aksara, jurus potong kata dari sadhana mantra 9 aksara sangat berguna.
Mahaguru berceramah Dharma, tidak pelit, apapun diajarkan pada Anda semua, yang saya pelajari, saya ajarkan pada Anda semua. Ada sebuah lelucon, anak berkata pada ayah, "Ayah, sekolah saya membentuk regu alat musik." Anak berkata pada ayahnya bahwa ia mau ikut, namun, alat musik harus beli sendiri. Ayah sangat pelit, lalu memberikan sebatang sumpit pada anaknya, "Kamu belajar jadi dirigen saja!" Akan tetapi, alat musik sekarang memang sangat mahal.
Kita perkenalkan lagi sesepuh kedua dari Sadhana 9 Tingkat Dzogchen, yaitu Manjushrimitra. Manjushrimitra lahir di keluarga Brahma yang cukup berada di India. Yang namanya Brahma adalah sadhaka. India ada 4 kasta, pertama adalah sadhaka, kedudukan paling tinggi, kedua adalah bangsawan, ketiga adalah pedagang, keempat adalah budak. Hingga sekarang, keempat kasta masih tidak saling menikah satu sama lain. Di antaranya, Brahma paling tinggi, mereka sangat menghormati sadhaka. Dibandingkan zaman sekarang, seperti ROC, RRC, atau Amerika, merendahkan sadhaka, tidak mengerti menghormati sadhaka. Namun, di India, mereka sangat menghormati sadhaka, berada di urutan pertama. Manjushrimitra terlahir di keluarga sadhaka yang cukup berada. Ia sangat berjodoh dengan Buddha, setelah lahir, juga gigih belajar Buddha, Ia berguru di mana-mana, Ia berguru pada 500 pandita. Prahevajra berdebat dengan 500 pandita, mengapa Manjushrimitra juga berguru pada 500 pandita? Di dalam kitab Sutra disebutkan 500, apapun 500, contohnya 500 pedang menyeberangi sungai, 500 bhiksu, 500 bhiksuni...apapun 500, apa arti dari 500? Di India, 500 berarti banyak, 500 nimitta, 500 orang, 500 pandita, 500 mahakalyanamitra, ini hanya sebuah perumpamaan, artinya Ia berguru pada banyak guru. Contohnya, Devadatta melarikan 500 bhiksu, meninggalkan Buddha Sakyamuni, sebenarnya artinya sangat banyak. Ada sebuah lelucon, Laoqian berkata pada Laoli, "Tadi malam benar-benar sial." Laoli berkata, "Apa yang terjadi?" Laoqian berkata, "Kemarin saya pulang lebih awal, dulunya saya selalu diam-diam memeluk pembantu saya, alhasil yang saya peluk adalah istri saya." Laoli berkata, "Kalau begitu, memangnya kenapa?" Laoqian pun berkata, "Tetapi, istri saya malah berkata, "Laoma, Laoqian sudah pulang, kamu masih belum pergi?" Cerita saya ini tentang salah paham, kita jangan salah paham pengertian 500, Orang India mengatakan 500, Orang Tibet mengatakan 500, di dalam Sutra Buddha mengatakan 500, yaitu so many, artinya sangat banyak. Manjushrimitra berguru pada 500 mahakalyanamitra, belajar Buddhadharma, Ia sangat mendalami Buddhadharma, Ia hampir mempelajari Buddhadharma 8 kesucian, yaitu 8 tingkat Buddhadharma. Biasanya, Ia sangat sombong, "Buddhadharma sudah saya pelajari semua, apapun saya sudah mengerti." Saat ini, Bodhisattva Manjushri menampakkan diri dan berkata pada-Nya, "Masih ada Buddhadharma yang lebih baik, di dalam sebuah Sitavana, ada seorang Prahevajra, Ia mengajarkan Sadhana 9 Tingkat Dzogchen, masih ada Buddhadharma yang tertinggi. Anda harus berguru pada Prahevajra." Manjushrimitra berkata, "Sayalah yang memahami Buddhadharma. Apalah Prahevajra? Ia tidak layak menjadi guru saya." "Sekarang saya telah menjadi guru insan." Manjushrimitra sangat sombong, melihat Prahevajra, hanya mengangguk sebentar, gerakan ini adalah "tidak ada hebatnya". Kita umat Buddha tidak boleh seperti ini, tidak boleh sombong. Sebenarnya, umat Buddha, jarang sekali saling menghormati satu sama lain. Seperti pengarang, pengarang saling merendahkan satu sama lain. Saya mengarang, Anda juga mengarang, saya meremehkan Anda, Anda meremehkan saya. Pesilat juga saling merendahkan, saling iri, siapa yang lebih maju daripada saya, sayapun membencinya. Orang kaya juga bisa diremehkan. Oleh karena itu, Bill Gates keluar, tiba-tiba wajahnya dilempar dengan kue tar. Ia berkata, "Apa hubungan saya dengan Anda?" "Anda sama sekali tidak berhubungan dengan saya, mengapa Anda melempar kue tar ke wajah saya?" "Saya tidak suka orang kaya." Karena ia sendiri miskin, ia iri dengan orang kaya.
Semakin berbakat, semakin banyak musuh, orang berbakat sedang, musuh pun sedang, jika Anda sama sekali tidak berbakat, sama sekali tidak akan ada musuh. Jika Anda adalah seorang dungu, mana ada orang yang akan anggap Anda musuh? Yang memiliki kemampuan besar, memiliki musuh besar; yang memiliki kemampuan kecil, memiliki musuh kecil; tidak memiliki kemampuan, tidak ada musuh, demikianlah dunia. Manjushrimitra mengira ia sudah mempelajari semua Buddhadharma, "Prahevajra, Manjushri meminta saya berguru pada Anda, saya tidak kenal siapa Anda?" Mereka berdua mulai berdebat. Sebenarnya, yang dipelajari oleh Manjushrimitra adalah "Dharma abhava", yang dipelajari Prahevajra adalah "Dharma sunya", keduanya beradu, penjelasan Manjushrimitra, disanggah sepenuhnya oleh Prahevajra, penjelasan Prahevajra, Manjushrimitra tidak mengerti. Manjushrimitra tidak mampu menjawab, karena Ia tidak mengerti. Sehingga, Manjushrimitra kalah berdebat.
Di dunia ini, bukan kalah, ya menang. Ada seorang pemuda pelit, suatu kali mengapel ke rumah kekasihnya, namun, tidak sudi beli oleh-oleh, lalu ia pun memikirkan sebuah taktik, begitu ia masuk ke rumah kekasihnya, dengan wajah sendu berkata, "Hari ini benar-benar sial, beli sebuah jam tangan, tadinya ingin saya hadiahkan padamu, tak disangka, dicopet sewaktu di bus." Begitu kekasihnya mendengar, sangat terharu, dengan menyesal berkata, "Mulai hari ini harus hati-hati." Sang pemuda langsung menyahut, "Pasti pasti, pencopet benar-benar menjengkelkan, lain kali mengapel, saya tidak akan bawa apa-apa lagi, saya mau lihat apa yang mau dicopet?" Ini sangat pelit, mengincar kekasih pasti gagal.
Dulu, saya mengunjungi Gurudhara di rumahnya, setiap kali saya selalu bawa oleh-oleh, tidak pernah sekalipun tidak bawa, tidak pernah pergi ke rumah kekasih dengan tangan kosong, tidak. Kedua tangan saya selalu bawa oleh-oleh ke rumah Gurudhara. Setelah adik Gurudhara melihatnya, berkata pada saya, "Lain kali, oleh-oleh ditinggalkan, orangnya tidak perlu masuk." Apakah ada kejadian seperti ini? (Ada!) Lihatlah! Saya mengapel kekasih, pasti bawa oleh-oleh, ini sangat pintar. Manjushrimitra pergi ke tempat Hevajra, kedua tangan hampa, juga tidak bawa oleh-oleh, bahkan meremehkan orang lain, langsung mau berdebat. Prahevajra berdebat dengannya, Manjushrimitra tidak bisa jawab. "Bagaimana?" Saat itu, Manjushrimitra sangat malu, berkata, "Sebenarnya apa yang disampaikan Prahevajra, saya benar-benar tidak mengerti." Manjushrimitra tadinya sangat percaya diri, alhasil benar-benar tidak mengerti, sangat malu. Ia berkata pada Prahevajra, "Apakah Anda memiliki pisau?" Ia berkata, "Ada! Pisau yang biasa digunakan untuk memotong makanan! Buat apa?" Manjushrimitra berkata, "Hari ini saya sangat malu, saya mau memotong lidah saya." Prahevajra berkata, "Anda tidak perlu memotong lidah Anda, itu karma buruk, merusak tubuh Buddha yang agung. Manusia adalah Buddha! Setiap manusia memiliki Buddhata! Anda tidak boleh melukai diri sendiri! Memotong lidah sendiri, bukankah itu merusak Buddhata sendiri?" Oleh karena itu, menurut saya, umat Buddha tidak boleh bunuh diri, karena bunuh diri berarti membunuh Buddhata sendiri, memotong lidah berarti melukai tubuh Buddha sendiri, itu adalah menyakiti diri sendiri. Mendengar Prahevajra berkata seperti itu, Manjushrimitra pun berkata, "Saya sudah kalah berdebat dengan Anda, saya malu, saya tidak bawa hadiah lagi, apa yang harus saya lakukan?" Prahevajra berkata pada Manjushrimitra, "Ikutlah saya belajar Dharma, saya akan ajarkan semua Dharma kepada Anda." Manjushrimitra sangat malu, langsung menjatuhkan diri dan bersujud, berguru pada Prahevajra, belajar Anuyoga, Atiyoga, Mahayoga, sangat rendah hati, karena Ia tidak bisa sombong, Ia pun menjadi sangat rendah hati, sangat tulus bersarana pada Prahevajra. Manjushrimitra belajar Dharma pada Prahevajra selama 75 tahun. Di India kuno, setengah tahun dianggap setahun, kita semua hitung saja seperti itu, pokoknya ditulis 75 tahun.
Suatu hari, Prahevajra berubah menjadi sinar pelangi, terbang ke tengah angkasa, Manjushrimitra berdoa pada sang guru, Ia berkata, "Guru! Guru! Sekarang Anda sudah mau parinirvana, wariskanlah kunci yang terpenting kepada saya!" Tiba-tiba, dari tengah angkasa, terjatuh tiga buah kitab, yakni 3 kunci penting, terjatuh di atas kepala Manjushrimitra, memukul Manjushrimitra, Manjushrimitra langsung mencapai pencerahan. Pencerahan-nya sama dengan Prahevajra. Manjushrimitra pergi ke daerah lain, ke Bodhgaya, sebelah barat Bodhgaya ada sebuah Sitavana, Manjushrimitra pun pergi ke Sitavana tersebut, Ia berubah menjadi sang guru, dan mentransmisikan Sadhana 9 Tingkat Dzogchen kepada semua orang. Ia cukup lama mentransmisikan sadhana, hingga Ia parinirvana. Di sini masih ada sebuah rahasia, rahasia apa? Cerita dulu sebuah lelucon, ada seorang anak perempuan, baru berumur 2,5 tahun, namun, ia sangat cerdas, ada pertanyaan pasti dijawab. Suatu kali, ibunya bertanya padanya, "Apa gunanya mata?" Anak perempuan menjawab, "Melihat." Ibu bertanya lagi padanya, "Apa gunanya telinga?" Anak perempuan menjawab, "Mendengar." Ibunya bertanya lagi, "Mulut?" Anak perempuan menjawab, "Makan!" Ibunya bertanya lagi, "Hidung?" Anak perempuan menjawab, "Oh! Dikorek." Sekarang, Mahaguru mau menguak rahasia Manjushrimitra, Ia telah memahami hati dan menyaksikan Buddhata, juga tetap mentransmisikan Buddhadharma di Sitavana, sebelah barat Bodhgaya, tempat Buddha Sakyamuni bermeditasi di bawah Pohon Bodhi, Manjushrimitra menyeberangkan insan di sana, setelah Ia parinirvana, berubah menjadi sinar pelangi. Ketahuilah, Manjushrimitra ada dua. Setelah Manjushrimitra parinirvana, Dharmakaya di istana langit Aoming, tiba-tiba merasa misi belum selesai, Ia mesti menyeberangkan seorang yang berbeda generasi. Orang ini adalah Padmasambhava. Setelah Manjushrimitra parinirvana, saat itu, Padmasambhava belum mencapai keberhasilan, namun, Manjushrimitra tau bahwa Padmasambhava kelak akan mencapai keberhasilan agung, sehingga, Ia mesti datang lagi ke Dunia Saha. Itu sebabnya, Dharmakaya-Nya benar-benar turun dari Istana Langit Aoming, turun di atas sekuntum teratai, tadinya teratai itu kuncup, karena Ia turun di dalam, teratai pun perlahan-lahan mekar, di dalam muncul seorang baby, begitu angin menerpa, Ia pun dewasa. Siapa Ia? Yaitu Manjushrimitra yang menitis kembali, ini tidak tercantum di dalam kitab suci.
Baby Padmasambhava yang menitis di teratai Danau Dhanakosha, Manjushrimitra pun menitis di sebelah-Nya, juga menitis di teratai, teratai mekar, angin menerpa, Manjushrimitra pun tumbuh dewasa. Saat itu, Ia pun berceramah Dharma kepada baby titisan Padmasambhava, Ia membimbing Padmasambhava kunci penting Sadhana 9 Tingkat Dzogchen.
Ini tidak tercantum di buku. Padmasambhava perlahan-lahan tumbuh dewasa, Manjushrimitra diam-diam mentransmiskan pada-Nya Sadhana 9 Tingkat Dzogchen, Manjushrimitra ini, kita sebut Manjushrimitra kedua, Manjushrimitra yang pertama disebut Manjushrimitra pertama.
Manjushrimitra pernah menghimpun 6,4 juta gahta Prahevajra, dibagi menjadi 3 bagian, pertama bagian hati, kedua bagian dhatu, ketiga bagian kunci. Saya belajar Bahasa Jepang kuno. Kita yang muda ini, ketahuilah, yang saya pelajari adalah yang diwariskan oleh ayah dan ibu saya. Manjushrimitra membagi 6,4 juta menjadi 3 bagian, bagian hati mengulas tentang "menenangkan hati", bagaimana menenangkan hati kita, penting sekali, masalah menenangkan hati.
Di mana hati kita sebenarnya, kita tidak tahu. Namun, kita mesti memfokuskan perhatian dan pikiran kita, ini adalah masalah menenangkan hati, dijelaskan di dalam bagian hati. Bagian dhatu, mengulas tentang banyak tatacara penting, ritual yang sangat penting, tekun melatih bagian dhatu, ini tergolong lingkup bagian dhatu. Selain itu, bagian kunci adalah mengajarkan kunci yang terpenting. Oleh karena itu, Manjushrimitra membagi 6,4 juta gatha menjadi bagian hati, bagian dhatu, dan bagian kunci. Manjushrimitra kedua berubah menjadi sesosok Padmakumara, Ia adalah Padmakumara! Siapa bilang tidak ada Padmakumara? Manjushrimitra kedua juga titisan teratai, juga Padmakumara (bocah teratai). Jadi, Padmakumara sekarang sangat luar biasa, semakin banyak Padmakumara, semua adalah titisan teratai. Sesepuh kedua Sadhana 9 Tingkat Dzogchen, Manjushrimitra kedua adalah titisan teratai, Padmakumara mengajari Padmakumara, Padmasambhava juga titisan teratai. Ini sangat menakjubkan! Sebenarnya tidak aneh, karena tiba di Sukhavatiloka Barat, semua adalah titisan teratai, semua adalah Padmakumara. Lain kali, jika ada yang mengatakan tidak ada Padmakumara, tidak diperkenankan ke Sukhavatiloka Barat. Karena, Sukavatiloka Barat adalah titisan teratai! Jika tidak ada Padmakumara, tidak perlu ke Sukhavatiloka Barat!
Tadi siang, Chen Chuanfang menceritakan lelucon tentang integritas, ada seorang ibu muda, ia sedang membujuk seorang baby, ia berkata, "Jika kamu tidak tidur, kamu tidur saja dengan kakek." Baby pun berkata, "Saya tidak mau tidur dengan kakek." "Kalau kamu tidak mau tidur dengan kakek, ibu saja yang tidur dengan kakek." Sang kakek kebetulan lewat dan mendengarnya. "Oh! Mau tidur dengan kakek." Sepanjang malam ia tidak bisa tidur. Keesokan hari begitu bangun, kakek pun berkata pada menantunya, "Kamu tidak boleh membujuk anak seperti itu, kamu bujuk anak, di lain sisi, kamu membohongi orang tua, tidak boleh." Ini adalah masalah integritas. Sekarang saya cerita sebuah lelucon tentang integritas, tidak seperti yang diceritakan Chen Chuanfang. Seorang pengusaha sukses berkata pada anaknya, "Dua syarat mencapai kesuksesan yaitu memiliki integritas dan kebijaksanaan." Anak bertanya pada ayah, "Apa itu integritas?" Ayah pun berkata, "Integritas adalah jelas-jelas tahu besok akan bangkrut, hari ini pun harus mengantarkan barang ke tangan pelanggan, inilah integritas." Anak pun bertanya, "Apa itu kebijaksanaan?" Ayah pun berkata, "Jangan melakukan hal bodoh semacam ini." Inilah kontradiksi antara integritas dan kebijaksanaan.
Belajar Buddha tidak boleh membual, sampaikan apa yang kita pelajari, jangan sampaikan apa yang tidak kita pelajari. Hari ini, di dalam pikiran saya benar-benar ada Manjushrimitra, saya baru bisa menyampaikan tentang Manjushrimitra pertama dan Manjuhsrimitra kedua. Bagaimana Manjushrimitra mempelajari Sadhana 9 Tingkat Dzogchen, Ia memiliki sebuah proses, mesti diketahui. Kelak, beberapa guru sesepuh harus diceritakan, karena, setelah Manjushrimitra, adalah Shri Simha, setelah Shri Simha adalah Padmasambhava, setelah keempat sesepuh ini selesai diperkenalkan, barulah memasuki topik utama Sadhana 9 Tingkat Dzogchen. Oleh karena itu, sebelum memasuki topik utama, lebih dulu menceritakan 4 orang guru sesepuh utama, satu adalah Prahevajra, sesepuh pertama di dunia manusia; Manjushrimitra, sesepuh kedua di dunia manusia; Shri Simha, sesepuh ketiga di dunia manusia; Padmasambhava, sesepuh keempat di dunia manusia. Keempat guru sesepuh ini adalah sesepuh yang cukup penting. Sebenarnya, di dalam Sadhana 9 Tingkat Dzogchen, tidak hanya beberapa orang ini saja, karena orang yang belajar Buddha sangat banyak, murid banyak, namun, yang benar-benar menjadi guru sesepuh, yang menyeberangkan paling banyak insan hanya 4 orang saja, justru keempat ini cukup penting, barulah saya memperkenalkan keempat guru sesepuh ini.
Ibu bertanya pada anak, "Nak! Tahun ini kamu sudah berumur 6 tahun, lincah dan aktif, lucu sekali, seperti seekor anak macan." Anak bertanya, "Hei hei hei! Saya anak macan, lalu ibu apa?" Ibu berkata, "Saya ibumu." Anak berkata, "Tidak benar, seperti yang sering dikatakan ayah, ibu adalah macan betina." Saling menjuluki, anak macan, macan betina, semua sangat mulia. Si A berkata pada Si B, "Dalam hidup saya, hanya memohon Tuhan melakukan satu hal, entah Beliau sanggup atau tidak?" Si A berkata, "Saya hanya memohon agar saya tidak meninggal dunia." Tidak mungkin!? Ini mustahil, memohon tidak meninggal dunia itu tidak mungkin, setiap manusia harus meninggal dunia. Saat manusia meninggal dunia, segalanya pun berhenti, semua tidak ada lagi, cinta, benci, sekaya apapun, semiskin apapun, sebanyak apapun kekuasaan....tidak ada gunanya. Umat Buddha harus memahami yang satu ini, apapun harus dipandang dengan tawar. Istilah bagusnya "menghargai saat ini", yang penting saat ini saya hidup dengan baik, yang penting saya benar-benar bersadhana, yang penting saya benar-benar berbuat kebajikan, yang penting saya benar-benar membangkitkan Bodhicitta, yang penting saya benar-benar menekuni satu kali sadhana, yang penting saya benar-benar menjapa mantra, yang penting saya serius membaca sebuah buku kebajikan. Kita hanya bisa seperti itu, selebihnya, harus dipandang sangat tawar. Seperti Bill Gates, sekarang ia juga paham, menghasilkan uang tidak ada artinya, ia tidak ingin menjadi presiden Mircosoft, ia pensiun, ia membiarkan orang lain banting tulang, ia paham bahwa sebanyak apapun uang yang dihasilkan juga tidak berguna. Ia mendirikan yayasan, ia juga bantu orang, bahkan bantu banyak orang. Ia paham, suatu hari nanti giliran dirinya, ia juga akan kehilangan segalanya. Oleh karena itu, orang yang belajar Buddha, seperti yang barusan saya katakan, semua orang melakukan seperti ini, "menghargai saat ini", segala sesuatu sangat sempurna, sangat baik, sangat teduh, sangat bersih, cukup itu saja. Selebihnya, jangan hiraukan. Om Mani Padme Hum.