034 - Mengulas Surga Catur-dhyana
Kita telah mengulas Surga Catur-dhyana, ada siswa yang bertanya: “Mengapa tidak mengulas Surga Kamadhatu?”, bukankah ini diskriminasi? Surga Catur-dhyana, dhyana pertama, dhyana kedua, dhyana ketiga dan dhyana keempat, semua dicapai melalui meditasi, secara bertahap dari satu tingkat surga memasuki tingkat yang lain.
Surga Kamadhatu dapat dicapai tanpa meditasi. Menurut yang telah saya dalami, asalkan Anda mentaati pancasila, mempraktikkan dasa-kusala-karma (sepuluh perbuatan kebajikan), maka Anda dapat mencapai Surga Kamadhatu. Sedangkan untuk mencapai Surga Dhyana, Anda hanya dapat mencapainya melalui meditasi.
Ada satu yang belum dibahas, yaitu surga arupadhatu (Tak berwujud) yang terdiri dari empat surga, saya belum mengulasnya! Tidak salah lagi, untuk mencapai surga ini juga mengandalkan meditasi.
Saat Anda dari delapan belas surga rupadhatu (berwujud) memasuki arupadhatu, yang tersisia hanyalah vijnana (kesadaran), tiada yang lain, tubuh juga tiada, pikiran juga tiada. Saat hanya tersisa vijnana, barulah dapat memasuki arupadhatu. Di sana tidak ada nafsu keinginan, juga tiada rupadhatu (alam wujud), oleh karena itu disebut arupadhatu. Ini adalah kondisi meditasi yang sangat mendalam.
Surga tertinggi yang dapat dicapai adalah naivasamjna-nasamjnayatana (bukan persepsi bukan pula non-persepsi).
Inilah pembagian surga triloka, di surga kamadhatu masih terdapat nafsu keinginan, tidak jauh berbeda dengan alam manusia. Di surga kamadhatu juga terdapat pernikahan, makanan dan minuman, ada nafsu antara pria dan wanita. Di surga rupadhatu terdapat wujud yang sangat indah. Di surga arupadhatu sudah tiada wujud, hanya tersisa vijnana.
Mengapa saya tidak mengulas surga kamadhatu? Sebab Anda cukup mentaati pancasila Buddhisme, mempraktikkan dasa-kusala-karma, maka Anda dapat mencapai surga kamadhatu, dalam surga kamadhatu terdapat enam surga. Bagi orang jaman sekarang, apabila telah mempunyai ketenaran, kesuksesan dan banyak uang, serta gemar berbuat kebajikan, maka ini dapat menjadi sebuah kekuatan yang sangat besar. Dalam Buddhisme, berdana masuk dalam sad-paramita, dengan berdana juga dapat terlahir di surga kamadhatu.
Saat ini berdana telah menjadi sebuah aktivitas besar, banyak yang gemar berdana, melakukan perbuatan berpahala, ini semua adalah hal yang baik. Namun bagaimana di dalam eksistensialisme? Bagaimana jika seseorang memiliki uang, nafsu keinginan juga sangat besar dan secara kejiwaan dia juga merasa sangat hampa? Saat itu ada yang mengajak: “Mari berbuat kebajikan dan berdana.” Kemudian dia merenung: “Ah! Ini baik, dengan demikian saya bisa meningkatkan spiritual.” Sebab berbuat kebajikan adalah hal yang paling membahagiakan. Saat Anda merasa tidak bahagia, bagaimana cara mengatasinya? Berbuatlah kebajikan, berdana dapat melengkapi Anda, dan ini sangat baik, berdana demi kebajikan.
Saat berbuat kebajikan, Anda akan memperoleh kebahagiaan yang dapat menutupi kehampaan spiritual Anda. Oleh karena itulah orang jaman sekarang sangat gemar berbuat kebajikan dan berdana, ini sangat baik, dapat meningkatkan spiritual Anda. Ini sangat selaras dengan tujuan dari ajaran Buddha mengenai pancasila dan dasa-kusala-karma. Kekuatan perbuatan kebajikan dan berdana hanya dapat mencapai surga kamadhatu, masih belum mempunyai keberhasilan dhyana.
Saat Anda mulai mencapai keberhasilan dalam dhyana pertama, sinar mulai dihasilkan. Hanya dengan meditasi kita dapat menghasilkan terang. Tanpa meditasi, Anda hanya dapat menghasilkan pahala. Dalam meditasi dibutuhkan kekuatan Prajna dan samadhi, barulah dapat menghasilkan terang.
Bagaimana cara mengenali kondisi dari dhyana pertama memasuki dhyana kedua, dari dhyana kedua memasuki dhyana ketiga dan dari dhyana ketiga memasuki dhyana keempat? Dalam delapan belas surga, masing-masing memiliki karakteristik. Saya telah mengatakan: Dalam dhyana pertama, penuh dengan priti-pramudita. Dalam dhyana kedua adalah terang dan murni. Dhyana ketiga menghasilkan ketenangan , kedamaian dan kekuatan samadhi. Dalam dhyana keempat semuanya dalam kondisi samata. Dhyana keempat telah menghasilkan Samatajnana (Realisasi Kebijaksanaan Kesetaraan) yang merupakan salah satu dari Panca-jnana Tathagata, jnana ini telah muncul pada dhyana keempat.
Untuk mengetahui sampai di mana bhvana seseorang, cukup mengamati sinar dari tubuhnya. Setelah bhavana Anda menghasilkan kekuatan samadhi, maka Anda dapat menyaksikan sinar diri sendiri. Sinar diri masih seperti berlian imitasi, tidak terlampau cemerlang. Mengamati sinar tersebut sama seperti mengamati kilau berlian, setinggi apa bhavananya maka sekuat itulah kilauannya. Orang yang benar-benar memiliki dhyana mendalam, yang telah tiba dalam kondisi samata, sinarnya sangat cemerlang, sangat menyilaukan, timbul sinar terang. Pada mulanya Anda hanya mempunyai sedikit kekuatan samadhi, Anda menyaksikan sinar dalam batin, namun masih sedikit redup, hanya sebuah sinar putih susu yang tidak berkilau. Melalui kilauan sinar yang dipancarkan kita dapat memprediksikan surga dhyana yang dicapainya.
Pada tubuh manusia terdapat kilau sinar, bagi orang yang berpikiran kacau, yang setiap hari dipenuhi amarah, pertikaian dan dendam, selalu terbayang bagaimana orang lain mencelakainya, bagaikan air keruh dia tidak bercahaya. Di dalam benaknya hanyalah air keruh, setiap hari selalu memikirkan persoalan yang keruh. Hawa yang dipancarkannya sangat kacau, benar-benar air keruh. Apabila benar-benar telah menghasilkan kekuatan samadhi, pasti Anda memancarkan sinar. Semakin mendalam samadhi Anda, maka sinar yang dipancarkan semakin terang, semakin cemerlang. Pencapaian surga dhyana orang lain dapat diukur melalui kilau sinar yang dipancarkan. Pengulasan hari ini sampai di sini.
Om Mani Padme Hum.