408 - Mengkaji Hetu-phala (2)
Tiap manusia mempunyai nasib dan peruntungan masing-masing, ada sebab-akibat, saya pernah mengatakan, untuk mengubah nasib dan peruntungan harus dimulai dari penekunan Buddha Dharma, pembinaan spiritual, mengubahnya menggunakan bhavana dan sadhana, ini merupakan sebuah kondisi. Ada benih yang baik, ada pula benih yang buruk, namun ada hetu-pratyaya (sebab dan kondisi), kondisi sendiri merupakan daya penunjang. Benih yang baik, Anda berikan sinar matahari, diberi udara, air dan tanah yang subur, inilah kondisi, sehingga benih yang baik dapat berbunga, berbuah, menghasilkan buah yang baik.
Bagiamana menghadapi benih yang buruk? Dalam gen manusia ada benih yang baik , ada juga benih yang buruk, benih yang buruk jangan diberi tanah subur, jangan diberi sinar matahari, jangan diberi udara dan air, saat tiada kondisi penunjang, maka sebab itu masih merupakan sebab, namun tidak berbuah, dia tidak akan berbunga, tidak akan bertunas. Oleh karena itu sadhana merupakan kondisi penunjang, supaya benih yang baik dapat berbunga dan berbuah, supaya benih yang buruk tidak memperoleh kondisi penunjang sehingga tidak akan tumbuh. Oleh karena itu kita gunakan penekunan Buddha Dharma, berbhavana dan bersadhana, jangan biarkan benih yang buruk memperoleh kondisi penunjang, inilah hubungan sebab-akibat, sebab begitu dia memperoleh kondisi penunjang, maka benih buruk itu akan berbuah.
Penekunan Buddha Dharma, bhavana dan sadhana spiritual merupakan pelatihan ke dalam diri, merupakan kondisi Buddha yang sangat baik, sifatnya bajik. Oleh karena itu sesungguhnya surga dan neraka diciptakan oleh diri sendiri, semuanya adalah sebab dan akibat, dikarenakan Anda menciptakan sebab dari surga, maka Anda dapat masuk surga, ini bukan ancaman. Dikarenakan membuat sebab neraka, maka Anda masuk neraka. Dalam Ksitigarbha Bodhisattva Purvapranidhana Sutra telah diungkapkan dengan jelas. Bagaikan air samudra yang semula tenang tanpa gelombang, mengapa bisa bergelombang? Dikarenakan adanya angin, apa itu angin? Angin adalah kondisi, begitu daya kondisi meniupnya maka terjadilah gelombang. Saat tidak ada angin, air danau sangatlah tenang. Inilah yang harus kita perhatikan sebagai seorang sadhaka yang menekuni bhavana, pada mulanya batin kita tenang tak bergelombang, dikarenakan ada orang yang melempar sebongkah batu, maka muncullah riak.
Oleh karena itulah kita yang meninggalkan kehidupan duniawi menggunduli rambut, maknanya adalah memotong kondisi buruk, semua sila bertujuan supaya Anda tidak bersentuhan dengan kondisi buruk, di baliknya terdapat maksud dan tujuannya, kita seorang bhiksu/ni mentaati sila dikarenakan supaya tidak bersentuhan dengan kondisi-kondisi luar, usahakan tidak bersentuhan dengan segala kondisi yang buruk. Anda harus berkonsentrasi pada kondisi yang membawa pada kesucian, sehingga Anda memperoleh buah kesucian, ini semua adalah hubungan sebab dan akibat.
Dalam Buddhisme ada dikatakan, awan turun ke bawah menjadi hujan, hujan menjadi air, air menjadi es, es menjadi uap, uap menjadi awan, siklus ini adalah sebab dan akibat, segala fenomena alam merupakan fenomena sebab-akibat, sirkulasi sebab-akibat tidak luput sedikitpun. Secara sederhana, Anda memasukkan gula ke dalam secangkir air, gula adalah sebab, langsung menjadi air gula. Anda memasukkan garam, garam adalah sebab, seketika menjadi air garam, Anda menambahkan sedikit tinta, tinta adalah sebab, jadilah air hitam, jika Anda memasukkan warna merah, air itu menjadi merah, semua pewarna itu adalah sebab. Oleh karena itu tidak dapat mengatakan tiada sebab-akibat, pada dasarnya dia memang ada, kenyataanya dapat Anda temukan dalam semua hal. Seorang penekun Buddhisme harus senantiasa melakukan perenungan ini, dikarenakan ada sebab-akibat, Bodhisattva takut pada sebab, sedangkan insan takut pada akibat, Bodhisattva tidak membuat sebab buruk, sedangkan insan tidak peduli, begitu akibat buruk muncul, barulah insan merasa ketakutan. Terlebih dahulu kita harus memahami hubungan sebab-akibat, memahami sebab menghasilkan akibat , akibat juga dapat menjadi sebab, saat Anda memperhatikan sebab-akibat, maka Anda tidak akan mengalami akibat buruk, inilah intinya.
Kita sadhaka harus tekun merenungkan, saat Anda hendak menyucikan diri, Anda harus merenungkan bahwa tubuh jasmani Anda bukanlah diri Anda, Anda harus senantiasa menyadari bahwa kelak rumah dan tanah ini akan selamanya menjadi milik Anda, lebih lanjut lagi Anda merenungkan, istri Anda, putra dan putri Anda, apakah mereka milik Anda? Jika Anda tekun melakukan perenungan ini, ada beberapa sebab perenungan yang dapat menghasilkan buah kesunyataan, sehingga Anda dapat memahami Kebenaran Semesta. Apa itu kesunyataan? Anda tekun merenungkan diri sendiri, apakah tubuh ini milik diri sendiri? Uang juga bukan milik diri sendiri, rumah dan tanah tidak mungkin selamanya menjadi milik diri sendiri, apakah istri Anda, putra putri Anda, dapat selamanya menjadi milik Anda? Tekunlah dalam perenungan ini, sampai pada akhirnya Anda memahami kesunyataan, sehingga Anda mampu menenangkan batin sendiri. Saat batin Anda tenang, maka kelak Anda mampu membuktikan kesunyataan.
Kita sadhaka memahami bahwa segala sesuatu di alam semesta hanyalah bunga-bunga ilusi, hanya pantulan rembulan di permukaan air, semuanya adalah sebuah mimpi, apabila sadhaka mampu menyadarinya, maka batinnya akan tenang, tiada lagi kelekatan pada perolehan dan kehilangan, dapat mencapai kesucian, mampu melampaui, dengan demikian barulah dapat mencapai Kebuddhaan, Kesadaran Paripurna, inilah arti dari penekunan Buddhisme. Secara sebab-akibat, apabila Anda tidak ingin bertumimbal lahir dalam enam alam, Anda harus merealisasi kesunyataan, dengan demikian Anda dapat terbebas dari triloka, mencapai Mahabodhi Paripurna. Pengulasan hari ini sampai di sini.
Om Mani Padme Hum.