20 Desember 2020 Upacara Homa Yamantaka Vajra di Rainbow Temple Seattle
【Liputan TBSN】
Pada tanggal 20 Desember 2020, Dharmaraja Liansheng Lu Shengyan memimpin Upacara Homa Yamantaka Vajra (Daweidejingang - 大威德金剛) di Rainbow Temple (彩虹雷藏寺) Seattle Amerika Serikat. Upacara berjalan dengan khidmat, usai upacara Dharmaraja Liansheng memberitahu semua, minggu depan, tanggal 27 Desember, pukul 3 sore, akan memimpin Upacara Homa Mahadewi Yaochi (Yaochijinmu - 瑤池金母). Dharmaraja Liansheng mengingatkan, tanpa Mahadewi Yaochi, tidak ada Mahaguru Lu, sehingga tidak akan ada Zhenfo Zong, dan tidak ada segala sesuatu dalam Zhenfo Zong, oleh karena itu, Mahadewi Yaochi adalah sumber dari "True Buddha School" (Zhenfo Zong).
Dharmaraja juga memberitahukan bahwa Rumah Abu Padminiloka (Shuanglianchi Jingjie - 雙蓮池境界) di Rainbow Temple menyediakan pelayanan berupa "Persembahan untuk sembahyang leluhur". Mulai tahun 2021, pada hari Rabu minggu pertama setiap bulannya, pukul 2 siang, diselenggarakan pelantunan sutra untuk mendiang, dan pelantunan sutra untuk umat.
Pada tanggal 31 Maret 2021, rumah abu Padminiloka akan menyelenggarakan Upacara Ratnaksama Mahakaruna (Dabeibaochan - 大悲寳懺). Detail pendaftaran daring bisa disimak melalui situs resmi Rainbow Temple, menyambut semuanya untuk mendaftarkan diri dan mendapatkan informasi lebih lanjut untuk pelayanan ini. Upacara pertobatan, dan mengenang jasa mendiang dapat meningkatkan jenjang padma (kualitas spiritual) bagi mendiang, bagi keluarga di alam fana juga akan bertambah berkah kebajikannya.
Dharmaraja menganjurkan kitab hagiografi: "Prabha Yamantaka" (Daweidezhiguang - 大威德之光), hagiografi Ra Lotsawa Dorje Drakpa. Berkat penekunan Yamantaka Vajra, Ra Lotsawa mencapai mahadaya, serta mengalami perjalanan hidup yang penuh dengan hal-hal unik dan istimewa, semua tertulis dalam buku Prabha Yamantaka. Dharmaraja telah membaca sampai habis, dan menganjurkan kepada semua untuk membacanya demi memahami keagungan dan kemuliaan Yamantaka dan Ra Lotsawa.
Yamantaka Vajra adalah Dharmapala pertama bagi Dharmaraja, saat pertama kali mengundang Yamantaka, semua perairan bergolak, daya wibawanya tanpa batas, kekuatannya sangat besar. Mulabhumi Yamantaka adalah Amitabha Buddha, selain sebagai sasanacakra dari Amitabha Buddha, Yamantaka juga merupakan penjelmaan Manjusri Bodhisattva saat memasuki Yamaraja, oleh karena itulah disebut sebagai Penakluk Yamaraja (Yamantaka).
Di sela-sela Dharmadesana, Dharmaraja berwelas asih menjawab pertanyaan siswa:
Umat dari Australia bertanya:
Dalam karya tulis Mahaguru, nomor 275, "Kiat Jalan Moksa", dalam artikel: "Gatha Mohon Adhisthana Dharmaraja Liansheng" disebutkan, jika sebelum bersadhana dapat membacanya satu kali, pahalanya sedalam samudra, Dharmbala yang dihasilkan setinggi gunung Sumeru. Bolehkah gatha ini dibaca sebelum pujabakti, tepatnya sebelum menjapa Mantra Hati Guru 7 kali?
Dharmaraja kembali menekankan makna dan pentingnya gatha permohonan adhisthana, saat hendak mulai bersadhana, boleh menambahkan gatha tersebut. Hal ini sama seperti saat Dharmaraja hendak Berdharmadesana, terlebih dahulu bersembah puja kepada segenap Guru Silsilah, ini menandakan penghormatan kepada Guru Silsilah, dan mengundang Guru Silsilah. Sembah puja kepada segenap Guru Silsilah sama dengan gatha mohon adhisthana dalam Zhenfo Zong.
Seorang biksuni dari Indonesia bertanya:
Seorang umat pernah menerima berbagai benda dari seorang cenayang, antara lain berupa: fu, pratima, alat puja, dan lain sebagainya. Belakangan ia mendapati bahwa cenayang itu memuja makhluk halus. Bagaimana cara menangani benda-benda pemberian cenayang tersebut?
Dharmaraja menjawab:
"Kirimkan kepada Mahaguru!" Setelah dipurifikasi oleh Dharmaraja, setelah hawa kotornya disingkirkan, maka berbagai alat puja dan pratima tersebut bisa digunakan kembali.
Beberapa tempat ibadah, contohnya di Selandia Baru, Australia, dan Indonesia, pernah menerima alat puja atau pratima dari seorang pemuja makhluk halus, akibatnya muncul berbagai petaka, menyebabkan mereka tidak bisa tenteram, beberapa kali ingin bunuh diri, bahkan ada yang mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan peristiwa yang terjadi di salah satu tempat ibadah, Dharmaraja menyayangkan perbuatan Nenek Hantu, melalui peristiwa ini, Dharmaraja mengajarkan apa itu samyaksmrti, mengingatkan bahwa seorang yang belajar Buddha adalah bersarana kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, bukan malah berlindung kepada para makhluk halus. XX menghimpun lima hantu utama untuk dijadikan sebagai roh pelindungnya, semua tempat ibadah yang pernah didatangi oleh XX pasti mengalami berbagai petaka aneh.
Seorang siswa dari Cirebon menanyakan:
Di mana kah tempat terbaik untuk menabur abu jenazah? Atau mesti disemayamkan di Rumah Abu vihara? Ada seorang saudari Sedharma setelah meninggal dunia dikremasi menghasilkan sarira dan disemayamkan di altar mandala rumahnya, kemudian sarira tersebut bisa membesar seperti vaidurya. Apakah cara mempersemayamkan sarira mendiang saudari Sedharma tersebut sudah benar?
Dharmaraja menjawab:
Abu jenazah paling baik disemayamkan di Rumah Abu Padminiloka di Rainbow Temple.
Dharmaraja mengungkapkan bahwa saat pembangunan rumah abu Padminiloka, muncul sinar-sinar manggala, serta berbagai tanda-tanda manggala lainnya, bahkan ada foto sebagai buktinya. Leluhur dari Dharmaraja, mendiang ibunda dan kerabat Dharmaraja, semua disemayamkan di rumah abu Padminiloka, kelak Dharmaraja sendiri juga demikian. Dharmaraja menjelaskan, abu jenazah juga bisa disemayamkan di rumah abu yang disediakan di vihara Zhenfo Zong lainnya.
Setelah kremasi menghasilkan sarira, ini menandakan pasti mencapai keberhasilan bhavana, sarira boleh disemayamkan di altar mandala di rumah, keturunan boleh memuja sarira tersebut.
Dharmaraja melanjutkan pengulasan Lamdre:
Dharmaraja menjelaskan, semua keberhasilan berasal dari prana hati diri sendiri, di saat pikiran diri sendiri manunggal dengan prana hasil bhavana. Sadhaka mencapai keberhasilan berkat prana, nadi, bindu, dan kundalini dalam tubuh sendiri.
Dharmaraja menambahkan, kunci utamanya adalah mengenali rintangan yang muncul dalam meditasi, seperti: rintangan klesha, pikiran yang tidak bersih, prana tidak cukup, atau air dan api tidak bisa lebur, semua ini dapat menjadi rintangan. Asalkan dapat memahami penyebab rintangan memasuki samadhi, berarti kebijaksanaan Anda mulai bertumbuh, dengan demikian rintangan bisa dijadikan sebagai metode untuk meningkatkan kebijaksanaan diri.
Selain itu, jika nadi tersumbat, bindu semakin sedikit, kundalini terlalu besar, atau tidak bersih, ini semua bisa menjadi rintangan. "Kekurangan menghasilkan pahala." Ini artinya mengenali rintangan, kemudian menyingkirkannya, sehingga dapat menghasilkan pahala. "Mara dan Jalan Sesat", saat berlatih meditasi dirintangi oleh mara, atau saat berbhavana masuk ke jalan sesat, tidak punya samyaksmrti juga merupakan rintangan. Sadhaka mesti mengetahui bahwa "hati" dalam prana hati adalah pikiran diri sendiri, prana merepresentasikan tubuh diri sendiri. Nidana pembentuk tubuh antara lain: tanah, air, api, angin, nadi, bindu, kundalini, dan prana. Dharmaraja menekankan, nidana tersebut digunakan untuk berbhavana, dan mengenali berbagai rintangan di dalamnya. Sadhaka mesti berlatih supaya prana tercukupi, nadi tembus, berlatih menghasilkan bindu dan kundalini yang murni, sampai api dan air dapat lebur, menembus cakra dan nadi, sehingga Buddhata pun nampak.
Usai Dharmadesana, Dharmaraja kembali menyapa lebih dari 300 siswa yang daring melalui zoom. Pada hari itu, siswa yang berpartisipasi melalui YouTube ada lebih dari 2000 orang. Upacara homa yang dipimpin oleh Dharmaraja setiap hari minggu adalah upacara yang dihadiri oleh ribuan umat! Di penghujung acara, Dharmaraja menganugerahkan Abhiseka Yamantaka kepada segenap siswa yang hadir di arena. Upacara homa telah berjalan dengan sempurna.