《Berita TBS Seattle Ling Shen Ching Tze Temple - 西雅圖雷藏寺》
Walaupun cuaca dingin di Seattle, namun tidak menyurutkan hangatnya semangat para siswa untuk mendengar dan belajar Buddha melalui puja bakti hari Sabtu pertama di tahun 2020. Mulacarya Dharmaraja Liansheng Lu Shengyan hadir memimpin puja bakti Sadhana Istadevata Ksitigarbha Bodhisattva di Seattle Ling Shen Ching Tze Temple (西雅圖雷藏寺).
Pada puja bakti kali ini nampak satu hal yang istimewa, banyak orang India yang menetap di Seattle datang untuk bersarana, sungguh merupakan suasana baru di tahun yang baru ! Sebelum menyambut pergantian tahun, tanggal 31 Desember 2019 di Taman Arama Zhenfo, Dharmaraja sempat mengatakan : “Kita lihat, apakah di tahun 2020 ada wajah baru ?” dua hari setelahnya, mulai nampak keluarga India berdatangan untuk memuja Buddha di vihara cikal bakal, dan bahkan berkonsultasi. Mereka menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas welas asih Dharmaraja Liansheng yang telah mengerahkan Dharmabala untuk benar-benar membantu keluarga dan anak-anak mereka.
Berkat adhisthana Mulacarya Dharmaraja Liansheng, puja bakti berjalan dengan sempurna dan manggala. Pada permulaan Dharmadesana, Dharmaraja mengingatkan kita bahwa dalam hidup ini memang banyak ha-hal yang tidak sesuai harapan, telah memanjatkan permohonan namun tidak terkabul, tidak menginginkannya tapi malah mendadak memperolehnya, seolah-olah Tuhan sedang mempermainkan nasib dan peruntungan kita. Demikian pula dengan lotre, ada orang yang sudah menghabiskan banyak uang untuk membeli lotre, tapi tidak pernah menang, ada orang yang iseng beli selembar saja langsung menang, “Sembarang menancapkan batang ke tanah, malah tumbuh menjadi pohon yang besar.” ( Kesuksesan yang tak terduga ). Walaupun demikian, kita mesti tetap tekun, andalkan diri sendiri untuk mengubah nasib dan peruntungan, teladani semangat ikrar agung Ksitigarbha Bodhisattva.
Sadparamita antara lain : dana, sila, ksanti, virya, dhyana, dan prajna, dalam setiap butirnya mengandung pentingnya ketekunan, sebab ketekunan merupakan sumber motivasi untuk mengamalkan Sadparamita.
Dharmaraja menggunakan pengalaman diri sendiri sebagai contoh, setiap hari selalu tekun melukis, menulis, bersadhana, meditasi manunggal, japa mantra, baca sutra, dan masuk samadhi, tidak pernah berhenti barang sehari pun. Tidak peduli semalam apa pun, atau seletih apa pun, kewajiban hari ini mesti diselesaikan hari ini juga, tugas yang mesti diselesaikan tidak akan ditunda sampai besok, walau waktunya tidak cukup lagi, tetap berupaya menyelesaikan misi.
Seperti menulis buku, setiap hari mesti menulis 2 halaman, dalam waktu 50 hari dapat merampungkan sebuah buku, dan sampai saat ini sedang menulis buku yang ke-277, konsistensi ini merupakan perwujudan semangat Ksitigarbha Bodhisattva, sekaligus merupakan tanggung jawab Dharmaraja Liansheng dalam penintisan kali ini untuk menyeberangkan insan.
Dharmaraja tidak pernah absen dari semua kegiatan dan upacara, meskipun saat di Taiwan pernah jatuh sakit, beliau tetap berupaya untuk hadir memimpin upacara di Taiwan Lei Tsang Temple (台灣雷藏寺), dan usai upacara masih memberikan adhisthana jamah kepala kepada setiap siswa selama hampir 2 jam, sebab Dharmaraja meneladani semangat ketekunan dari Ksitigarbha Bodhisattva.
Ketekunan dapat membawa kita pada keberhasilan, sedangkan kemalasan membuat kita tidak dapat mencapai keberhasilan, bahkan meskipun kita memiliki asal-usul yang baik.
Dharmaraja memberitahu : Menyelesaikan tanggung jawab kecil setiap harinya berarti melakukan perkara besar. Jangan terlalu meremehkan diri sendiri, namun juga jangan membanding-bandingkan dan perhitungan. Sakyamuni Buddha pernah menasihati : “Jangan membandingkan siapa yang lebih agung.”, jangan membandingkan siapa yang paling besar, Sakyamuni Buddha menuturkan “Yang agung adalah manunggal dengan Bodhi.”, asalkan sadhaka manunggal dengan Bodhi, berarti itulah yang teragung ; Asalkan manunggal dengan Buddha Istadevata, maka inilah yang teragung. Inilah pandangan dan pengetahuan benar dalam bhavana.
Dharmaraja melanjutkan pengulasan Lamdre :
“Berkat menggunakan yang terunggul, dengan nadi sebagai nidana penghimpun nirmanakaya, aksara nadi menghimpun nidana sambhogakaya, loka amerta sebagai penghimpun nidana Dharmakaya, prana sebagai penghimpun nidana Dharmatakaya.”
Kembangkan maitrikaruna, berdana membantu sesama, dapat memperoleh berkah di masa mendatang, ini merupakan sambharamarga ( jalan memupuk bekal bersadhana ). Dalam bhavana, menggunakan mandala tubuh untuk membina diri, ini tergolong sebagai Sadhana Internal. Saat benar-benar menekuni Sadhana Internal, gunakan tubuh diri sendiri yang unggul, gunakan nadi untuk merealisasi nirmanakaya, melalui aksara nadi merealisasi sambhogakaya, melalui loka amerta ( bindu ) merealisasi Dharmakaya, dan penekunan olah prana sebagai nidana Dharmatakaya, keempat jenis tubuh ini merupakan caturkaya Kebuddhaan yang berasal dari nidana terunggul yaitu mandala tubuh, yang membawa pada realisasi caturkaya dari Kebuddhaan.
“2, Apa saja nidana tersebut ; Dalam sloka disebutkan : ‘Realitas dihasilkan oleh nidana’, realitas muncul dari penyerapan tubuh, ucapan, dan pikiran, merupakan awal dari proses mendengar, merenungkan, dan tempat belajar, serta abhiseka dan dhyana-samadhi, yang merupakan realita bagi Yogi suci.”
Realita dihasilkan oleh nidana, proses mendengar dan merenungkan, setelah mendengar Buddhadharma, Anda merenungkannya ; Tempat belajar berarti tempat di mana kita belajar kepada Guru ; Abhiseka merepresentasikan tahapan bhavana, merupakan kewenangan yang diberikan oleh Mulacarya kepada siswa untuk menekuni suatu sadhana dalam tahapan bhavana.
Empat jenis abhiseka dalam Tantra :
Abhiseka awal – Memberikan kewenangan kepada siswa untuk menekuni Sadhana Utpattikrama ( tahap pembangkitan )
Abhiseka kedua – Memberi kewenangan kepada siswa untuk belajar sadhana dalam Sampannakrama ( tahap sempurna )
Abhiseka ketiga : Memberi kewenangan kepada siswa untuk menekuni sadhana golongan Anuttaratantra.
Abhiseka keempat – Memberi kewenangan kepada siswa untuk memperoleh metode Mahapurna yang dekat dengan keberhasilan Bodhi.
Dhyana-samadhi berarti memasuki samadhi, ini merupakan bagian yang paling penting, sadhaka memasuki Buddha, dan Buddha memasuki diri sadhaka, keduanya manunggal, kemudian yang tunggal menjadi nol. Tunggal berarti dhyana-samadhi, bersifat absolut. Belajar Buddha pada akhirnya mesti melakukan dhyana-samadhi.
Dalam Dao dibahas perihal jing, qi, dan shen, mengolah jing menjadi qi, mengolah qi menjadi shen, mengolah shen kembali pada xu, dan mengolah xu kembali pada Dao, pada akhirnya manunggal dengan Dao, demikianlah dhyana-samadhi yang sejati, tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata, hanya dapat dialami saat diri sendiri langsung menekuni dhyana-samadhi dan mencapai tingkatan tersebut, inilah yang mesti dipraktikkan oleh seorang Yogi yang hidup bersih, sebab Tantra menekuni pembersihan tubuh, ucapan, dan pikiran, Pembersihan pikiran melalui visualisasi, pembersihan ucapan melalui japa mantra, dan pembersihan tubuh melalui membentuk mudra, menggunakan tubuh, ucapan, dan pikiran untuk berbhavana.
“Garis batas merupakan kesinambungan yang timbul dari dhyana-samadhi, melebur dalam catur-carya menghimpun lima nidana. ‘Dihasilkan oleh nidana’, merupakan semua anubhava yoga, yang muncul dari olah prana, nadi, dan Bodhi.”
Setiap saat berada dalam kondisi fokus, inilah dhyana-samadhi, oleh karena itu tidak selalu harus dalam posisi duduk meditasi, bahkan menulis dan melukis juga butuh fokus. Jika saat melukis Anda tidak fokus, maka akan mudah membuat kesalahan melalui goresan kuas, oleh karena itu, setiap saat mesti dalam kondisi dhyana-samadhi, semua membutuhkan pemusatan perhatian. Berjalan juga bisa menjadi meditasi jalan, sedangkan saat tidur disebut meditasi tidur. Dhyana-samadhi sinambung, berarti setiap saat di mana pun senantiasa berada dalam kondisi dhyana-samadhi. Melebur dalam catur-carya, yaitu : Prana, nadi, bindu, dan aksara. “Dihasilkan oleh nidana” berarti semua anubhava dalam yoga timbul dari olah nadi, prana, dan Bodhi.
Di dunia fana ini, seolah-olah ada ketidakadilan dalam segala sesuatu , namun sesungguhnya semua memiliki nidana, mesti memerhatikan nidana, agama Buddha membahas perihal sebab akibat trikala. Kenapa ada orang telah bekerja dengan sungguh-sungguh namun tidak bisa menghasilkan keuntungan ? Kenapa ada orang yang tidak perlu melakukan apa pun, namun bisa memiliki banyak harta ? Jangan mengeluh, bhavana sangat penting, tanpa perlu memohon supaya memperoleh sesuatu, segalanya akan datang dengan sendirinya.
Sesungguhnya, dunia ini adil, Dharmaraja mengisahkan pengalaman diri sendiri untuk mengingatkan semua : Rasa sakit paling hebat dalam kehidupan ini adalah postur tubuh yang kecil, meskipun disebabkan karena di masa kecil mengalami kekurangan gizi, namun penyebabnya adalah di kehidupan lampau pernah mencuri bahan saat pembangunan stupa, sebab akibat trikala sungguh nyata. Agama Buddha membahas perihal nidana, sedangkan di puncak nidana ada sunya, pada tingkatan tertinggi adalah : “Sifat nidana adalah sunya.”
Di penghujung Dharmadesana, Dharmaraja Liansheng menasihati para siswa, dalam kehidupan kali ini, kita sadhaka mesti meneladani ketekunan Ksitigarbha Bodhisattva, dalam kehidupan sehari-hari tidak lupa untuk tekun, setiap saat dalam setiap aktivitas, saat diam, duduk, atau tidur, tidak pernah meninggalkan meditasi, setiap hari bersadhana, manunggal, berlatih meditasi, maka kelak pasti dapat mencapai Siddhi Istadevata. Jika kita dapat terus mempraktikkan semangat ketekunan, maka pasti dapat menjadi nidana untuk kelak mencapai keberhasilan bhavana.