Bedah Buku:
Banyak organisasi Buddhis di berbagai tempat melakukan upacara satwamocana.
Namun, sebenarnya apa yang dilakukan saat satwamocana?
Dharmaraja Liansheng akan menjelaskan ‘Dharma itu Begitu Adanya’,
Apakah Anda sudah tercerahkan?
Sebenarnya Satwamocana Melepaskan Apa ?
Karya Tulis Dharmaraja Liansheng ke-217【Jejak Kaki di Pantai】
Pada tanggal 20 Juni 2010, kami mengunjungi Bendungan Mingde di Miaoli untuk melakukan satwamocana, melepaskan ikan-ikan kecil. Kami mengikuti Tata Ritual Satwamocana, yang meliputi Trisarana, Ksamayati, memohon adhistana Sapta Tathagatha, dan lain-lain. Kami menjapa Sukhavativyuha Dharani, memercikkan air suci, dan melakukan pembersihan triguhya.
Menurut saya, Buddhadharma begitu welas asih, Pancasila Buddhis diawali dengan sila pertama yaitu tidak membunuh, bukan hanya tidak membunuh, tetapi juga harus melakukan satwamocana.
Yang dikatakan daging tiga bersih, yaitu tidak melihat saat dibunuh, tidak mendengar saat dibunuh, dan
tidak dibunuh karena kemauan kita sendiri.
Tantrayana tidak mengharuskan vegetarian, serta tidak membedakan vegetarian atau non-vegetarian, karena:
1. Telah disucikan
2. Telah diseberangkan
3. Telah dipersembahkan
(Menyeberangan satwa ke Buddhaloka jauh lebih baik daripada bervegetarian dan satwamocana, jika mampu menyeberangkan satwa hingga ke Buddhaloka sungguh merupakan praktik “maha maitri karuna tanpa pamrih dan memandang semua satwa bagaikan diri sendiri”.)
Saya teringat sebait sabda Sang Buddha:
Seteguk air bersih,
Mengandung 84.000 bakteri,
Bila tidak menjapa mantra,
Sama saja dengan membunuh.
Menurutsaya, tidak membunuh berarti menjaga jati diri sadhaka, melakukan satwamocana berarti perbuatan kebajikan sadhaka, melakukan penyeberangan ke Buddhaloka merupakan maha maitri karuna.
Seorang Biksu bertanya, “Jika melakukan satwamocana, ikan kecil kelak tumbuh besar dan ditangkap oleh nelayan, lalu dibunuh dan disajikan di restoran, bagaimana pendapat Anda?”
Saya menjawab, “Memang demikian adanya.”
Biksu bertanya, “Jika demikian, apa gunanya satwamocana?”
Saya menjawab, “Dharma memang demikian adanya.”
Biksu bertanya, “Sebenarnya satwamocana melepaskan apa?”
Saya menjawab, “Jati diri.”
Biksu bertanya, “Bagaimana caranya bhavana mencapai pencerahan?”
Saya menjawab, “Jati diri.”
Biksu bertanya, “Apa itu jati diri?”
Saya menjawab, “Setitik sunya, merupakan Dharmadhatu.”
Berikut perbincangan dengan Master Zen Kehong dari Vihara Daning, di Vancouver.
Seorang Biksu bertanya, “Apa yang dimaksud dengan satu jalan sejati?”
Master Zen Kehong menjawab, “Tidak beraturan.”
(Saya menjawab, “Semuanya setara tiada berbeda.”)
Biksu bertanya, “Bukankah dunia manusia memang tidak beraturan?”
Master Zen Kehong menjawab, “Anda salah paham.”
Biksu bertanya, “Di tempat yang begitu terang, sehelai benang pun tidak tampak, lantas bagaimana?”
Master Zen Kehong menjawab, “Kalimat ini sudah menyimpang.”
(Saya menjawab, “Jika memang demikian, apa lagi yang perlu dikatakan, Dharma memang demikian adanya.”)
Menurut saya, perihal satwamocana menunjukkan bahwa Dharma memang demikian adanya.
Tidak ada yang melakukan satwamocana, tidak ada hewan yang dilepaskan, tidak ada nyawa yang dilepaskan. Apakah kalian paham maksud saya?
* Untuk membaca lebih lengkap “Karya Tulis Dharmaraja Liansheng”, silahkan klik tautan berikut: