Bedah Buku:
Mengapa dalam Tantra tidak ada aturan baku harus bervegetarian?
Di dalam artikel ini, Dharmaraja Liansheng tidak hanya memberitahu Anda alasannya saja, tetapi mengajarkan Anda bagaimana cara menyeberangkan arwah dari makanan nonvegetarian yang akan kita santap dan mempersembahkannya.
Perilaku demikian justru merupakan perwujudan welas asih yang terbesar!
Sadhana Penyeberangan Manjusri
Karya Tulis Dharmaraja Liansheng ke-054【Sadhana Karman Tantrayana】
Banyak orang yang bertanya kepada saya mengenai topik vegetarian dan non-vegetarian, pendapat mereka beragam. Ada orang yang menganjurkan umat Buddha untuk bervegetarian, ada tiga poin utama dalam aliran vegetarian:
1. Daging hewan adalah daging satwa, makan daging berarti makan satwa, tidak berwelas asih.
2. Daging hewan mengandung racun, setelah dikonsumsi kita akan tercemar. Selain itu juga dapat menimbulkan hasrat berahi.
3. Minum alkohol dan makan daging merupakan benih neraka, kita tidak akan terlahir ke alam suci.
Makanan non-vegetarian mencakup semua hewan dan lima jenis tumbuhan, yaitu bawang bombay, daun bawang, bawang merah, bawang putih, dan kucai. Umat Buddha harus berpantang makanan non-vegetarian dan lima tumbuhan non-vegetarian, karena kelima tumbuhan non-vegetarian mengandung zat perangsang yang sangat kuat. Jika dimakan dalam keadaan matang dapat meningkatkan berahi, begitu pula jika dimakan dalam keadaan mentah. Adanya hasrat berahi membuat orang gegabah dan diliputi avidya sehingga menciptakan karma buruk.
Namun di antara umat Buddha ada pula yang tidak membedakan vegetarian maupun non-vegetarian, contohnya aliran Tantra yang mempersembahkan daging dan arak kepada Buddha, bahkan Tantrika tidak membeda-bedakan vegetarian maupun non-vegetarian. Penganut aliran ini berpendapat:
1. Meskipun mulut menyantap daging, hati tidak merasakan daging. Meskipun minum alkohol dan menyantap daging, hati senantiasa suci.
2. Orang yang bervegetarian makan nasi dan sayuran, serta minum air, di dalamnya juga ada nyawa makhluk hidup mikroskopis yang tak terhitung banyaknya, jadi tetap tidak luput dari karma buruk.
3. Tantrayana memiliki sadhana yang istimewa dalam menyeberangkan hewan agar terlahir di alam suci, menjalankan ritual ini berarti berwelas asih, roh kembali ke roh, daging kembali ke daging.
Banyak siswa yang menanyakan pendapat Guru Lu!
Saya menjawab, “Sesuai nidana!”
Bagi upasaka-upasika yang sering bepergian karena pekerjaan, memang sulit untuk sepenuhnya bervegetarian, vegetarian atau non-vegetarian tergantung niat luhur dan nidana masing-masing.
Ada orang yang berniat luhur bervegetarian, seumur hidup bervegetarian, saya tidak menentangnya.
Ada orang yang berpendapat tidak masalah menyantap daging, saya juga tidak menentangnya.
Ada orang yang saat tiba waktunya akan perlahan-lahan mengurangi makan daging, ia terlebih dulu pantang makan daging sapi, kemudian pantang makan daging kambing, terakhir ia bahkan pantang makan daging lainnya, berarti “otomatis pantang makan daging”, ini semua adalah nidana!
Dalam Sadhana Karman berbahasa Pali, ada sebuah sadhana yang sangat istimewa, ini adalah sadhana rahasia Tantra untuk menyeberangkan hewan ke alam suci. Saya pernah berkata, bagi seorang Acarya Tantra saat makan pun adalah Homa. Sebelum makan, Acarya terlebih dahulu bervisualisasi semua makanan padat menjadi sebesar Gunung Semeru dan semua makanan cair menjadi sedalam samudra. Lalu ia mempersembahkannya ke atas bagi segenap Buddha di sepuluh penjuru dan tiga masa, dan mempersembahkannya ke bawah sebagai bentuk welas asih bagi semua makhluk di sadgati.
Jika di meja ada makanan non-vegetarian, Tantrika terlebih dahulu bersadhana untuk menyeberangkan roh hewan ini ke alam suci. Agar tidak menimbulkan rasa heran pada orang lain yang melihat, Tantrika tidak perlu membentuk mudra, tetapi harus terlebih dulubervisualisasi membentuk “Mudra Pembebasan dan Terlahir di Alam Suci”.
Visualisasi kita membentuk mudra, lalu visualisasi bijaksara “HUM” di hati kita memancarkan cahaya putih menyinari daging hewan, membersihkan seluruh karma buruk hewan ini, agar terbebas dari penderitaan dan merasakan sukacita. Lalu visualisasi daging ini menyatu membentuk wujud asalnya, daging sapi menjadi sapi, daging kambing menjadi kambing, daging ayam menjadi ayam, daging ikan menjadi ikan. Semua hewan baik ayam, bebek, sapi, kambing, maupun ikan, karena karma buruknya telah sirna, rohnya naik ke angkasa, terlahir di Sukhavatiloka.
Pada saat itu Tantrika menggunakan metode vajra japa, memanjatkan Mantra Penyeberangan Manjusri: “OM. A BEI LA HUM. KAN CHA LA. SUO HA”. Mantra ini dijapa sebanyak tujuh kali.
Usai sadhana, kita pun boleh mengambil sumpit dan menyantap daging tersebut.
Saya tahu ada sebagian praktisi vegetarian yang telah lama bervegetarian akan memandang rendah orang yang non-vegetarian. Dalam hatinya timbul keyakinan bahwa “vegetarian itu suci, non-vegetarian itu dosa”. Sejak bervegetarian, mereka menertawai orang lain yang non-vegetarian, sehingga perlahan-lahan akan timbul keangkuhan. Karena itulah orang yang bervegetarian seumur hidup tidak boleh mengkritik orang lain yang non-vegetarian, barulah dapat mencegah timbulnya keangkuhan.
Saya pribadi tidak menentang praktik vegetarian seumur hidup, pun tidak menentang praktik non-vegetarian. Seorang Acarya sejati, setelah membunuh hewan dapat mengantarkan roh hewan yang dibunuh ke Sukhavatiloka. Ada pula pembunuhan hewan yang bukan dilakukan demi diri sendiri, melainkan demi menolong orang lain, hal seperti ini tidak berbuah karma buruk.
Ada seorang siswa yang bekerja di restoran di New York, yang melayangkan sepucuk surat memberitahu saya bahwa setiap hari ia harus menyembelih banyak hewan untuk dimasak, ditumis atau dikukus. Bagaimana harus mengatasi pembunuhan semacam ini? Saya mengajarinya Sadhana Penyeberangan Manjusri, memanfaatkan visualisasi, mudra, dan mantra untuk menyeberangkan semua hewan tersebut. Selain keterampilan di dapur, siswa ini tidak memiliki keterampilan kerja lainnya.
Jika membunuh demi kepentingan diri sendiri, maka telah melanggar sila, ini tergolong dalam enam sila Tantra. Perihal “membunuh” dan “tidak membunuh”, “vegetarian” dan “non-vegetarian”, logikanya hanya berbeda tipis, jika dapat membedakannya boleh dianggap semacam pencerahan! Selain itu ada pula perbedaan antara orang yang mencapai pencerahan dan yang tidak mencapai pencerahan dalam melatih diri. Ini juga sangat penting.
Ada sebuah gatha untuk mengingat artikel ini:
Vegetarian dan non-vegetarian bercampur baur,
Kakek dan nenek masing-masing melontarkan argumen,
Kini saya membabarkan sadhana penyeberangan yang luar biasa,
Semua diseberangkan naik ke Sukhavatiloka.
* Untuk membaca lebih lengkap “Karya Tulis Dharmaraja Liansheng”, silahkan klik tautan berikut: