Bedah Buku: Hidup yang seindah apapun, juga akan mengalami trauma besar maupun kecil. Dan, trauma psikologis sangat berdampak pada hidup seseorang, bagaimana kita menyembuhkan trauma lewat Dharma Buddha?
Pasca Trauma
Karya Tulis Dharmaraja Liansheng ke-146_Burung yang Menyendiri di Angkasa
Pernah ada seorang pemuda melankolis bertanya padaku:
“Apakah Anda dapat mengajari saya cara terbebaskan dari masalah?”
Saya balik bertanya padanya:
“Apakah Anda ada masalah?”
Ia menjawab: “Dalam suatu kebakaran, orang tua dan saudara-saudari saya, semua terkubur hidup-hidup di dalam lautan api, di dunia ini tinggal saya sebatang kara.”
“Hah!” Saya terkejut sekali mendengarnya. Sesaat tidak terpikirkan bagaimana menjawabnya dan menghiburnya.
Akhirnya, saya baru berkata: “Dik, lupakanlah! Lupakanlah! Melupakan adalah cara terbaik.”
Ia menjawab: “Saya juga tahu melupakan, namun, saya tidak mampu melupakan!”
Pemuda melankolis itu tetap pergi dengan masalahnya, saya menatap bayangannya, maksud hati ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.
Seseorang memberitahuku: “Ajarkan dia beragama.”
“Ajarkan dia seni.”
“Ajarkan dia pemulihan jiwa.”
Cara-cara ini seharusnya tidak salah, semua ini adalah cara menyembuhkan trauma, banyak cara terbebaskan dari masalah, namun, apakah setiap orang dapat benar-benar terbebaskan?
Ada sebuah kisah Zen:
Seorang biksu yang mencari cara terbebaskan dari masalah, menemukan seorang Master Zen terkenal.
Tanya: “Bagaimana terbebaskan dari masalah?”
Master Zen balik bertanya: “Siapa yang telah mengikat Anda?”
Si Biksu tersentak, berpikir sejenak, menjawab: “Tidak ada.”
Master Zen menjawab: “Kalau tidak ada orang yang mengikat, mengapa meminta pembebasan?”
Si Biksu berpikir sejenak, ia langsung tercerahkan. Oh, benar! Tidak ada seorang pun mengikat saya, buat apa saya mencari dan meminta pembebasan? Sesungguhnya, masalah yang terjadi pada diri manusia itu dicari sendiri, diri sendiri yang mengikat diri sendiri!
Kisah Zen ini, jika diaplikasikan pada diri pemuda melankolis. Sesungguhnya, kematian orang tua dan saudara-saudari pemuda ini, orang tua dan saudara-saudari tidak mengikatnya. Ia diikat oleh trauma, diikat oleh bayangan gelap, diikat oleh kepiluan, diikat oleh kematian keluarga dekat, diikat oleh lingkungan, serta tidak mampu melepaskan diri.
Bila dipikirkan secara serius —
Diri sendiri yang mengikat diri sendiri serta tidak mampu melepaskan diri!
Ingin menghambarkan semua ini, butuh waktu, ruang, pemulihan jiwa, baru dapat berangsur-angsur, berangsur-angsur melupakan.
Trauma sungguh sangat menakutkan di dalam peradaban masyarakat saat ini, seperti gempa bumi, banjir, kebakaran, angin topan, ini adalah bencana alam. Masih ada perbuatan manusia, peperangan yang menakutkan, ini adalah bencana negara yang berskala besar, yang berskala kecil seperti antar manusia saling menyakiti satu sama lain.
Trauma percintaan.
Trauma popularitas.
Trauma dengki.
Trauma penipuan.
Trauma persidangan.
Trauma hubungan antar manusia.
Trauma persahabatan.
…………..
Bahkan di dalam penyakit peradaban, yang paling hebat adalah trauma kecelakaan lalu lintas dan trauma peristiwa kecelakaan, semua ini akan menyebabkan nasib berubah menjadi kelabu selamanya.
Saya tentu saja membimbing orang-orang untuk menyembuhkan trauma, melupakan trauma, memahami trauma, melepaskan trauma.
Harus bangkit kembali.
Sesekali, jalan-jalanlah di area pemakaman, sesekali, besuklah para penderita kanker di zona pengidap kanker, sesekali, jenguklah para penyandang disabilitas di rehabilitasi sosial penyandang disabilitas fisik. Lalu, balik melihat diri sendiri, Anda memang memiliki trauma, tetapi, trauma orang lain lebih berat lagi, di dunia ini, siapa yang tidak punya trauma?
Trauma tidak menakutkan.
Yang menakutkan adalah trauma yang tidak dapat disembuhkan.
Terus terang, saya sendiri sedari awal memang penuh dengan trauma, hati saya sedari awal telah diiris-iris hingga hancur berkeping-keping.
Namun, saya terjun ke jalan melatih diri.
Saya tahu, seumur hidup manusia, harus jujur, sungguh-sungguh, tekun sepanjang hidup, mencapai keberhasilan yang cemerlang.
Yang lain, sesungguhnya adalah ‘sunya’. Bahkan trauma pun adalah ‘sunya’.