Penulis:Master Sheng-yen Lu
Penerbit:Budaya Daden Indonesia
Tanggal penerbit:2014/09/01
Bahasa:Bahasa Indonesia
Batas Usia Pembaca:Semua Umur
Tombol Tautan Situs:Lanjut membaca
Penjelasan Ringkas:
Prakata "Kisah Tiga Ekor Anak Burung"
Karya Tulis Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu ke-242【Kumpulan Kisah Spiritual】
Semasa kecil, ibunda sering menceritakan sebuah kisah kepada saya, sehingga, saya sering kali teringat akan kisah ini.
Ibunda bernama Lu Huang Yunü, awalnya bermarga Huang, setelah menikah dengan ayahanda Lu Ershun, sehingga turut menyandang marga suami.
Sebelum menikah, semula tinggal di Xiaochijiao – Penghu. Xiaochijiao terletak di Xiyu, dulu jembatan penyeberangan laut belum dibangun, sehingga untuk menuju Xiyu harus menaiki kapal dari Magong.
Ibunda berkata, “Badai pasir di daerah setempat sangat kencang, sebagian besar hasil pertanian adalah kacang tanah dan ubi jalar, jika hendak menanam di ladang, harus terlebih dulu menanam pepohonan rimbun penahan angin.”
Suatu ketika.
Di atas cabang ranting pepohonan, ada burung membuat sarang, di dalamnya terdapat tiga ekor anak burung berceracau menanti makanan.
Dapat dibayangkan, sebuah sarang burung, semula ada tiga butir telur burung, kemudian telur menetas menjadi tiga ekor anak burung kecil yang lucu-lucu.
Sedangkan induk burung akan keluar mencari makanan, sambil menggigit ulat kecil berwarna putih, dari mulut induk burung, dipindahkan ke mulut anak burung.
Ini adalah sebuah pemandangan yang menghangatkan hati, mulut anak burung, terbuka lebar, lidah anak burung keluar menelan-nelan, mengeluarkan suara kicauan pelan “Ya! Ya!”, menerima ulat dari mulut induk mereka.
Di desa Xiaochijiao, ada seorang gadis badung, ketika melewati pepohonan rindang, dia menemukan sarang burung tersebut.
Dia sungguh nakal.
Diambilnya tiga batang paku besi, ketika anak-anak burung sedang membuka mulut dan mengeluarkan suara kicauan “Ya! Ya!”, dimasukkannya tiga batang paku besi tersebut ke dalam mulut anak burung.
Ya ampun!
Tentu tiga ekor anak burung itu mati!
Bisa dibayangkan betapa sedihnya induk anak burung tersebut!
Waktu berlalu cepat, gadis itu tumbuh dewasa dan menikah, melahirkan tiga anak.
Terjadilah sebuah peristiwa yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Ketiga anak ini semuanya bisu, mulut mereka hanya bisa mengeluarkan suara “Ya! Ya!”.
Yang lebih mirip lagi, mulut mereka sering menengadah ke atas seperti menanti diberi makan.
Sama persis dengan perilaku ketiga ekor anak burung itu.
Ibunda saya berkata, “Inilah hukum karma! Siapa berani mengatakan tidak ada hukum karma?”
Mendengar perkataan beliau, saya merasa merinding!
●
Buku yang saya tulis ini, merupakan karya tulis saya yang ke-242, buku ini berjudul “Kumpulan Kisah Spiritual” dengan sub judul “Lihat, Dengar, Rasa, Paham.”.
Lihat – yakni apa yang saya saksikan.
Dengar - yakni apa yang saya dengar.
Rasa - yakni apa yang saya rasakan.
Paham - yakni apa yang saya pahami.
Yang dimaksud dengan “Kisah Spiritual”:
- Kisah gaib.
- Kisah makhluk halus.
- Kisah hukum karma.
- Kisah unik.
Buku ini akan saya sajikan lebih ketat dan hati-hati agar mampu meluruskan hati manusia dan turut memperhatikan situasi serta menilai kondisi secara tepat, kalimatnya singkat namun bermakna padat, dengan harapan, apa yang diungkapkan bisa diterima logika.
Pada umumnya, segala sesuatu yang menyangkut perihal gaib, maka:
- Bagi yang percaya akan percaya dengan sendirinya.
- Bagi yang tidak percaya tetap tidak akan percaya.
- Percaya ataukah tidak terserah Anda.
Kantor Korespondensi Guru Liansheng Sheng-yen Lu :
Sheng-yen Lu
17102 NE 40th CT.
Redmond, WA 98052
U.S.A.