Dharma Class Vajrayana di Sekolah Harapan Bangsa

Dharma Class Vajrayana di Sekolah Harapan Bangsa

Rabu, 17 Desember 2025, Sekolah Harapan Bangsa Tangerang menyelenggarakan sesi Dharma Class bagi siswa-siswi SMP–SMA beragama Buddha. Dalam kegiatan tersebut, Acarya Shi Lianfei, selaku Ketua Sangha Tantrayana Zhenfozong Indonesia, hadir sebagai narasumber atas undangan guru Pendidikan Agama Buddha. Berlangsung di lingkungan sekolah umum swasta yang tidak berafiliasi pada kultur agama tertentu, Dharma Class ini menjadi bagian dari rangkaian pembinaan rohani menjelang Natal: siswa Kristen dan Katolik mengikuti bimbingan rohani, sementara siswa dari agama lain difasilitasi kegiatan sesuai keyakinannya, termasuk siswa Buddha melalui sesi pendalaman Dharma.

Dalam konteks pendidikan multikultural, model layanan keagamaan semacam ini menunjukkan komitmen sekolah terhadap prinsip kesetaraan layanan pendidikan agama. Setiap peserta didik memperoleh pembelajaran sesuai agama yang dianutnya, bukan sekadar sebagai pemenuhan administratif, melainkan sebagai proses pembinaan nilai, etika, dan spiritualitas yang relevan dengan perkembangan remaja. Tahun 2025 menjadi momentum penting karena Dharma Class untuk siswa Buddha tidak hanya diisi perspektif Theravada atau Mahayana sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tetapi juga menghadirkan kajian Vajrayana melalui pengenalan Tantrayana Zhenfozong.

Pada sesi pemaparan, Acarya Shi Lianfei membimbing para siswa yang merupakan umat Buddha non-Zhenfozong dengan pendekatan historis-kultural. Materi dimulai dari uraian masuknya Buddhisme ke Tibet, termasuk perjumpaan Raja Trisong Detsen dengan Guru Padmasambhava dengan Sakyakhirti, lalu dilanjutkan dengan penjelasan terbentuknya empat aliran utama Tantra Tibet. Dari sana, pembahasan ditarik ke Nusantara melalui jejak peradaban Buddhis di Asia Tenggara, khususnya periode Sriwijaya, serta narasi tentang kehadiran Guru Atisa Dipamkara di Sumatra yang dihubungkan dengan peninggalan kawasan Muaro Jambi. Rangkaian sejarah itu kemudian diperkaya dengan penjelasan warisan peradaban Mataram Kuno, Singhasari, hingga Majapahit, yang meninggalkan situs-situs bercorak Buddhis seperti Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Borobudur, serta peninggalan lain yang dipahami memiliki jejak praktik Buddhisme Tantra.

Setelah konteks historis dibangun, Acarya memperkenalkan kelahiran Zhenfozong melalui awal pertemuan Mahaguru Liansheng dengan empat guru Tantra Tibet yang menjadi sumber silsilah Zhenfozong. Penjelasan kemudian beralih ke aspek praktik yang lebih konkret: perbedaan karakteristik Zhenfozong dibandingkan tradisi Theravada dan Mahayana, antara lain dilihat dari konsep sarana/perlindungan, penataan altar, tata cara puja bakti, serta objek puja pada altar mandala dan perbedaan rohaniwan yang dilihat melalui corak dan warna jubahnya. Ditekankan pula bahwa Tantrayana menempatkan Mulacarya (Guru) pada posisi yang sangat dihormati sehingga menjadi salah satu objek perlindungan dan penghormatan dalam altar mandala.

Di akhir sesi, paparan ditutup dengan gambaran kiprah Mahamulacarya Liansheng melalui lima kali kunjungan ke Indonesia, disertai penjelasan kontribusi Zhenfozong di berbagai bidang seperti bidang organisasi, kepemudaan, seni-budaya, hingga pendidikan. Penekanan ini memberi kerangka bahwa tradisi keagamaan tidak hanya berbicara mengenai ritual, tetapi juga mengenai kerja sosial, pembinaan generasi muda, dan penguatan ekosistem pendidikan karakter.

Rangkaian penguatan ruang belajar lintas tradisi ini juga tercermin pada agenda keagamaan lain di Provinsi Banten. Pada 23 November 2025, bertempat di Universitas Buddhi Dharma Tangerang, Acarya Shi Lianfei bersama Dharmacarya Shi Lianhong menghadiri upacara Sanghadana yang diselenggarakan oleh Persatuan Guru Agama Buddha (PERGABI) Provinsi Banten. Kegiatan tersebut dihadiri 13 anggota sangha dari tiga mazhab yakni: Theravada, Mahayana, dan Tantrayana, serta para tokoh agama Buddha dari berbagai aliran di Banten. Kehadiran siswa-siswi beragama Buddha dari beragam sekolah di provinsi tersebut, dengan jumlah peserta dilaporkan mencapai sekitar 1.500 orang, memperlihatkan besarnya kebutuhan ruang pembinaan yang inklusif dan reprepentatif.

Secara lebih luas, dua momentum ini memperlihatkan arah pembelajaran agama yang semakin dialogis: tradisi yang berbeda tidak diposisikan sebagai kompetisi, melainkan sebagai kekayaan khazanah yang dapat saling melengkapi dalam pembinaan moral dan spiritual remaja. Dharma Class di sekolah umum dan kegiatan Sanghadana di tingkat provinsi pada akhirnya menegaskan bahwa pendidikan agama yang sehat adalah pendidikan yang memberi ruang bagi identitas, memperluas wawasan, dan mendorong sikap hormat pada keragaman dalam satu payung kebangsaan.

請佛住世長壽佛心咒 「一生一咒」800萬遍上師心咒活動,從今年師尊的佛誕日正式啟動,請參加者到TBSN官網以下鏈接登記資料: 每持滿十萬遍上師心咒者,宗委會將把名單呈給師尊加持。每持滿一百萬遍者,將列名護摩法會功德主,資料請師尊主壇護摩法會時下護摩爐。