Ceramah Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu pada tanggal 20 Desember 2017 di Vihara Vajragarbha Lianbin, Tawau Malaysia (蓮賓雷藏寺)
Terlebih dahulu marilah kita bersembah puja kepada segenap Guru Silsilah, sembah puja kepada Bhiksu Liaoming, sembah puja kepada Guru Sakya Zhengkong, sembah puja kepada Gyalwa Karmapa ke-16, sembah puja kepada Guru Thubten Dhargye, sembah puja kepada Tri-ratna Mandala, sembah puja kepada para Adhinatha abhiseka hari ini: Abhiseka Silsilah Zhenfo Zong, sembah puja kepada Abhiseka Vajradhara, sembah puja kepada Syama Tara, sembah puja kepada Mahabala Vajra.
Gurudara, para Acarya, Dharmacarya, Bhiksulama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat Sedharma, dan umat Sedharma yang menyaksikan melalui internet. (Mahaguru membaca daftar nama tamu agung), Selamat sore semuanya! Apa kabar semuanya! (Bahasa Taiwan) Selamat sore semuanya! Apa kabar semuanya! (Bahasa Mandarin) Selamat petang! Terima kasih! (Mahaguru mengucapkan dalam bahasa Indonesia)
Sungguh gembira hari ini bisa berkunjung ke Vihara Vajragarbha Lianbin. Demikian nidana dari vihara ini, saat itu ada sekelompok pemuda mencari Gurudara, mengadakan pertemuan rahasia dengan Gurudara, Gurudara memberikan petunjuk kepada mereka apa yang mesti dilakukan, demikianlah. Oleh karena itulah ada Vihara Vajragarbha Lianbin, ini adalah peristiwa 24 tahun lampau. Sekarang di mana para pemuda itu? Saat itu, ada beberapa perintis, ada beberapa orang. Kala itu, Anda adalah seorang pemuda, sekarang berapa usia Anda? 60! Wah! 24 tahun lalu, saat itu masih berusia 30 sekian, ada beberapa pemuda, dan Gurudara memberikan petunjuk kepada mereka, sehingga ada Vihara Vajragarbha Lianbin yang sekarang ini. Saya ingat, saat itu, saya juga pernah berkunjung kemari. Waktu itu sepertinya terus mendaki lereng, ada beberapa lereng, bahkan masih berupa jalan pasir. 24 tahun lalu, di sini masih berupa belantara, hanya ada pepohonan, rumput, masih belum berkembang seperti sekarang, belum ada rumah-rumah, di sekitar sama sekali tidak ada bangunan. Saat itu saya datang untuk meninjau lokasi. Akhirnya sekarang telah berdiri, bahkan sangat megah, sangat agung.
Di sini ada altar Guru Sesepuh, altar Arya Tara, altar Jambhala, dan altar Vajra Dharmapala. Apakah di lantai atas masih ada? Biasanya, begitu masuk melalui pintu utama, terlebih dahulu akan melihat Maitreya Bodhisattva, kemudian Catur Maharajakayika, Veda Dharmapala ada di tengah menghadap ke aula Mahavira, di sini menggunakan Raja Agung Avalokitesvara Bodhisattva, Veda Dharmapala dan Sangharamapala ada di kedua sisi, desain ini mirip dengan desain vihara di Tiongkok Daratan.
Pada umumnya, biara Buddhis di zaman dahulu didesain seperti ini, begitu masuk, pertama kali melihat Maitreya, kemudian Catur Maharajakyika, kemudian melihat Veda Dharmapala, berikutnya adalah Buddha Triratna, sebagian besar demikian. Konstruksi yang demikian sangat baik, sangat subtil. Tadi ketika mengabhiseka altar, pasti ada banyak awan restu, muncul banyak awan yang memberikan restu. Tiap kali berkunjung ke sebuah vihara, biasanya saya akan mengupas makna nama vihara tersebut.
◎ Apa itu “Lian-bin”? Silakan ketua vihara menjelaskan, apa artinya “Lian-bin”, “Memperlakukan para insan dengan sopan.” Jawaban ini sangat tepat. “Memperlakukan para insan dengan sopan.”, ini tergolong dalam lingkup lokiya (duniawi). Dalam pandangan Lokuttara (adiduniawi), demikianlah maknanya, masa kecil, masa kanak-kanak, masa remaja, masa muda, masa tua, sampai pada akhirnya tidak ada lagi di dunia fana. Kita semua hanya bertamu di dunia ini, kita semua adalah tamu, semua adalah pengunjung. Di sini lah letak makna dari ‘Lian-bin’. Anda mesti berpikir demikian: “Aku hanyalah seorang musafir yang bertamu di dunia ini, bukan tuan rumah yang sebenarnya.”
Setiap orang adalah tamu. Para pemuda di masa itu, ‘meeting’ bersama Gurudara, dan akhirnya mendirikan Vihara Vajragarbha Lian-bin. Sungguh tak terbayangkan, sekarang sudah berusia 60 tahun. Saat itu, saya juga sangat muda! Sungguh tak disangka, sekarang sudah berusia 73 tahun. Berapa lama lagi Mahaguru akan hidup? Saya bertanya kepada Mahadewi Yaochi, tiap kali bertanya kepada Beliau, Beliau selalu mengatakan, jika saatnya tiba. saya akan diberitahu. Sampai saat ini masih belum memberitahu saya, mungkin tahun ini masih bisa terus menjalani hidup. Akan tetapi, saya sendiri berpikir, saya hanya bertamu di dunia ini, tidak ada manusia yang bisa hidup sangat lama. Oleh karena itu dalam Sutra Hati ada sebuah kalimat: “Karena tiada suatu yang diperoleh, maka Bodhisattva.” Sebab Anda mesti mengenali: Tamu di dunia, tidak ada siapa pun yang bisa memperoleh sesuatu di dunia ini. Karena tiada suatu yang diperoleh, maka Anda bisa menjadi Bodhisattva, di dunia ini Anda telah mengerahkan banyak daya upaya, jika diungkapkan secara baik, kita ini sedang membantu para insan, mendirikan Vihara Vajragarbha Lian-bin untuk menolong para insan.
◎ Seorang Guru Sesepuh sekte Chan mengatakan: “Karena tiada suatu yang diperoleh, maka merealisasi Kebodhisattvaan, karena tiada suatu yang diperoleh, mencerahi tiada suatu yang diperoleh, maka klesha pun putus seketika.” Oleh karena itu, untuk memotong klesha, Anda mesti ingat, berkat mencerahi tiada suatu yang diperoleh, barulah Anda bisa memotong klesha. Kita orang yang belajar Buddha mesti senantiasa ingat, Anda mesti senantiasa merenungkan: “Karena tiada suatu yang diperoleh, klesha pun putus seketika.”
Semua tahu: “Selamat” (Dalam bahasa Mandarin homofon dengan: “Si le ma?”, yang artinya: “Sudah mati?”), saya ingat suatu ketika pergi ke Thailand bersama umat dari Indonesia, merayakan ulang tahun di atas kapal, mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun, (Mahaguru menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun dalam bahasa Indonesia), lagu ulang tahun bahasa Indonesia, mereka menyanyikannya untuk saya, saya berpikir: “Apa-apaan ini? Saya sedang berulang tahun, malah menyanyikan: ‘Apakah sudah mati?’” Akhirnya saya pun menghafal lagu ini. Saya sering menyemangati diri sendiri: “Apakah Anda sudah mati?” Sudah mati, klesha pun tiada. Jika Anda belum mati, klesha akan tumbuh lebat. Kerisauan batin setiap orang, kebanyakan bermula dari persoalan rumah tangga dan karier, kadang berupaya meraih kesuksesan di tempat kerja, ingin naik jabatan, ingin menikah, ingin membangun keluarga, ingin punya keturunan, ingin punya rumah, ingin punya mobil, ingin bisnisnya berkembang, ingin harta, ingin nama, ingin keuntungan materi. Selain itu, ingin panjang usia, ingin sehat, akan tetapi, saat menyanyikan “Selamat ulang tahun” (dalam bahasa Indonesia), Anda akan tahu bahwa tiada suatu apa pun, semua tidak dapat diperoleh. Ingin lulus ujian, ingin naik jabatan, ingin ini dan itu, sampai pada akhirnya, baru menyadari: “Karena tiada suatu yang diperoleh, maka Bodhisattva.” Karena tidak menginginkan apa pun, memperoleh pencerahan, ternyata, segala sesuatu tidak dapat diraih, tidak dapat diperoleh. Justru karena demikian, Mahaguru sanggup merelakan, bagaimanapun boleh saja, menjadi alamiah, dan karena alami, maka memperoleh Mulabodhi. Ketika telah cerah, barulah kita bisa mencapai tingkat Buddha dan Bodhisattva.
Hari ini kita membahas ‘Lian-bin’, mesti diingat, kita semua datang ke bumi untuk bertamu, kita adalah tamu, kita adalah tamu di dunia ini, keberadaan kita tidak abadi, kelak suatu hari nanti, Anda akan meninggalkan dunia ini. Ada tamu pasti ada tuan rumah, tuan rumah ada di hati Anda, yaitu hati Anda sendiri, akan tetapi Anda juga tidak bisa menemukan di mana kah hati Anda yang sesungguhnya.
◎ Ada dua aliran agama Buddha, yang satu adalah Madhyamaka, dan yang satu adalah Yogacara. Menurut Madhyamaka, konsep Jalan Tengah sangat luas, merupakan kebijaksanaan yang diperoleh dari kebijaksanaan yang sangat luas, Anda memahami sunya, kepalsuan, memahami ketiadaan, memahami bahwa diri ini adalah tamu, palsu. Sunya dan palsu menyatu menjadi Madhyamika. Sunya, palsu, dan tengah, menjadi Madhyamaka. Bagaimana dengan Yogacara? Menyelidiki hati Anda sendiri, mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, pikiran, dan akar pikiran, alaya, ternyata alaya adalah Tathagatagarbha yang paling subtil.
Tathagatagarbha ini adalah Buddhata alami Anda sendiri, ini lebih mendalam. Mulai dari mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, sampai pikiran, akar pikiran, sampai alaya, terus dipelajari, Anda akan menemukan Hati Tathagata, “Di dalam alaya tersimpan Tathagata.”, Anda memperoleh kesadaran Tathagata, barulah Anda bisa berhasil, demikianlah konsep Vijnaptimatra. Mahdyamaka memiliki konsep luas, dan Yogacara punya konsep mendalam dari vijnaptimatra, mesti mencari tuan rumah yang sesungguhnya, tuan rumah yang sesungguhnya disebut Tathagata, atau Buddha, Tathagatagarbha. Jika Anda berhasil menggalinya, menekuni Vijnaptimatrata Anda sendiri dengan sebaik-baiknya, atau menekuni Madhyamika, kelak dapat mencapai Kebuddhaan menjadi Sesepuh.
◎ Kemarin telah saya ulas, sila merupakan akar dari agama Buddha. Prajnaparamitayana merupakan pusat ajaran Buddha, Tantra merupakan esensi ajaran Buddha, sebab hanya melalui bhavana, kesucian dari tubuh, ucapan, dan pikiran, barulah bisa menyaksikan Buddhata diri sendiri. Setelah Anda merealisasikan Buddhata sendiri, barulah bisa mencapai keberhasilan, mencapai Kebuddhaan.
Dalam Tantra terlebih dahulu mesti menekuni kesucian tubuh, ucapan, dan pikiran, kemudian menggunakan tubuh palsu kita ini untuk melatih prana, nadi, dan bindu, melalui prana, nadi, dan bindu membuka lima cakra, barulah Anda bisa benar-benar melihat kemunculan terang Buddhata. Pengulasan saya hari ini lebih mendalam, apakah masih ada yang mesti dibahas? Apakah waktunya sudah tiba? Hampir.
Lebih baik saya ceritakan sebuah lelucon! Gajah menikah dengan semut, setelah menikah, tak lama kemudian mereka bercerai. Hakim menanyai mereka: “Kenapa kalian bercerai?” Semut menjawab: “Saya harus mendaki sangat lama baru bisa berciuman dengan gajah.” Gajah mengatakan: “Mengapa harus bercerai? Begitu saya hendak mencium, bernapas sejenak, semut langsung hilang.” Bagaimana mereka bisa menikah? Oleh karena itu, kisah mengenai gajah dan semut itu palsu.
Bagaimana kemudian? Gajah dan semut telah bercerai, semut sangat marah, ia berdiri di mulut gua sarang semut, kepalanya berada di dalam, kakinya terjulur ke luar, banyak semut lain yang bertanya: “Apa yang sedang kamu lakukan?”, ia menjawab: “Apakah kalian tidak tahu? Sebentar lagi saat gajah lewat, aku akan menjegalnya dengan kakiku, biar dia jatuh!” Ini juga palsu, apakah gajah bisa jatuh karena terjegal kaki semut? Tentu saja tidak bisa, ini palsu. Saya ceritakan satu lagi mengenai kepalsuan, gajah sedang berenang di kolam, semut memanggil gajah dari tepian: “Kemari kamu!” Gajah pun perlahan-lahan naik ke tepian, semut memberitahu gajah: “Baiklah, terjun lagi! Lanjutkan berenang!” Gajah pun kembali ke kolam, gajah bertanya kepada semut: “Barusan, kenapa kamu memanggil saya untuk naik?” Semut menjawab: “Aku cuma ingin periksa, apakah kamu curi pakai celana renangku.” Ini juga palsu, celana renang semut tentu sangat kecil. Celana renang gajah mesti sangat besar! Mana mungkin curi pakai celana renang semut? Suatu hari, semut merayap naik sampai ke telinga gajah, ia mengatakan sesuatu, kemudian gajah langsung pingsan, ternyata semut mengatakan: “Aku telah hamil.” Ini juga palsu.
Saya beritahu Anda semua, aksara ‘Bin’ dari kata ‘Lian-bin’, kita semua adalah tamu di dunia ini, dan tamu ini sendiri juga palsu. Apakah dengan demikian paham? Baiklah, terima kasih semuanya.
Om Mani Padme Hum.