Bab 2. Bag 9.2. Yang Dikatakan Dalam Tantra-sasana
Ulasan Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana
- Sngagsrim Chenmo -
Oleh Dharmaraja Lian-sheng Sheng-yen Lu
3 Agustus 1994
Bag 9.2. Yang Dikatakan Dalam Tantra-sasana
Terlebih dahulu kita baca baris pertama Upaya-kausalya-sastra : ‘Metode upaya kausalya Deva-yoga merupakan metode yang membedakan antara Mantrayana dengan Paramitayana.’
Kemarin saya telah menerangkan perbedaan-perbedaan antara Mantrayana dengan Paramitayana. Dalam Mantrayana terdapat upaya kausalya Deva-yoga, sebuah penekunan yang memasukkan para dewata, metode penekunan Deva-rupakaya. Kemarin telah kita ulas perihal tata cara Sadhana Deva-yoga, juga telah menganugerahkan abhiseka kepada Anda semua.
Kemarin ada yang bertanya , “Apabila kita memvisualisasikan dewi di dalam istana, apakah benar-benar dapat berubah menjadi dewi ? Dan apakah dengan visualisasi dewa di dalam istana, dapat benar-benar menjadi dewa ?” Yang ingin saya nyatakan kepada Anda adalah metode ini merupakan metode bhavana yoga yang sejati.
Yoga pada dasarnya mengutamakan yukta, setelah Anda beryukta Anda akan mampu bertransformasi, dapat memperoleh tubuh manifestasi.
Jangan dikira ini tidak mungkin terjadi, tahukah Anda bagaimana aliran Sutrayana mengajarkan cara menuju ke Sukhavatiloka ? Mereka cukup melafal Nama Buddha hingga mencapai kondisi satu pikiran. Saat Anda melafal Nama Buddha, batin Anda beryukta dengan batin Buddha, maka Anda dapat menuju ke Sukhavatiloka. Lebih mendalam lagi adalah Metode Visualisasi Enam Belas Atribut Sukhavatiloka, yaitu Anda memvisualisasikan berbagai atribut Sukhavatiloka, termasuk visualisasi air, jajaran pepohonan, istana, Amitabha Buddha, Avalokitesvara Bodhisattva, Mahastamaprapta Bodhisattva, jumlahnya ada enam belas atribut, inilah metode visualisasi yang dibabarkan dalam Vipasyana Sukhavativyuha Sutra, memvisualisasikan semua atribut Sukhavatiloka dengan jelas, dengan demikian Anda dapat pergi ke sana, inilah yukta.
Saat Anda mampu memvisualisasikannya dengan sangat jelas, setiap hari berada dalam pikiran Anda, maka manifestasi batin ini dengan cepat akan menghadirkan pemandangan Sukhavatiloka di hadapan Anda, dengan demikian Anda dapat terlahir di Sukhavatiloka dengan mudah. Dalam Vipasyana Sukhavativyuha Sutra juga dikatakan demikian.
Metode Pelafalan Nama Buddha dalam aliran Ksetra-parisuddhi adalah melafalkan : ‘Namo Amitabhaya Buddhaya’, hanya dengan pelafalan ini Anda dapat terlahir di Sukhavati.
Oleh karena itu tidak perlu meragukan Sadhana Deva-rupakaya, visualisasi awan manggala lima warna, visualisasi istana dan visualisasi Devarupakaya, dalam sadhana ini Anda telah melatih tiga macam visualisasi, ditambah dengan adhistana mantra guhya, pasti dapat mencapai keberhasilan.
Demi menjawab pertanyaan ini, saya akan ceritakan sebuah kisah kepada Anda : Dulu ada seorang Bhiksu bernama Fa-jing, kisah Bhiksu Fa-jing ini ada tertulis dalam ‘Biografi Para Bhiksu Agung’ dari Dinasti Tang, yang ditekuninya adalah visualisasi air.
Visualisasi Air adalah memvisualisasikan air dalam tubuh diri sendiri manunggal dengan air semesta ; Visualisasi air internal manunggal dengan air eksternal. Tingkatan samadhi visualisasinya sangat tinggi, dia tekun bermeditasi di hutan bambu di belakang vihara yang dipimpinnya.
Pada suatu ketika ada yang pergi mencarinya di hutan bambu belakang vihara namun tidak berhasil menemukannya, dia sedang bermeditasi di dalam hutan bambu, namun tidak dapat ditemukan, yang terlihat hanyalah genangan air yang sangat jernih. Menyaksikan ada genangan air jernih, orang itu merasa sangat heran, ia mengambil dua buah batu putih dan memasukkanya ke dalam air. Airnya sangat jernih, ia tidak menemukan seekor katak bahkan seekor kecebongpun di dalam air.
Setelah meditasinya selesai, Bhiksu Fa-jing kembali ke dalam vihara, dia merasa punggunya tidak nyaman. Punggungnya terasa sangat sakit, kemudian dia mengatakan kepada orang lain bahwa punggungnya sakit dan ini pasti ada yang tidak beres ! Dia bertanya kepada orang di dalam vihara, orang itu menjawab bahwa baru saja dia pergi ke hutan bambu namun tidak dapat menemukan Bhiksu Fa-jing, yang nampak hanya sebuah genangan air jernih, ia memasukkan dua batu putih ke dalam air tersebut, Bhiksu Fa-jing langsung menimpali : “Aduh ! Sungguh celaka !” , “Besok saat saya bermeditasi Anda harus datang kembali dan mohon Anda mengambil kembali batu putih tersebut.”
Keesokan harinya Bhiksu Fa-jing kembali bermeditasi di hutan bambu, orang vihara pergi ke hutan bambu untuk mencarinya, tapi tetap tidak berhasil menemukan, hanya melihat genangan air jernih dan di dalamnya terdapat dua buah batu putih, maka sesuai dengan pesan dari Bhiksu Fa-jing iapun mengambil dua batu tersebut. Setelah batu tersebut diambil dan setelah meditasi usai, Bhiksu Fa-jing kembali ke dalam vihara dan sakit di punggungnya telah sembuh.
Anda lihat ! Inilah penekunan visualisasi air, berubah menjadi genangan air jernih ! Sebab dia memvisualisasikan air, air internal dan air eksternal.
Dalam Tantrayana ada banyak Mahasiddha, saat mereka naik ke angkasa, bagian atas tubuhnya mengeluarkan api dan bagian bawah tubuhnya mengalirkan air ; Kadang juga bagian atas mengeluarkan air dan bagian bawah mengeluarkan api. Mengapa bisa demikian ? Dikarenakan air merupakan salah satu dari empat elemen dasar tubuh Anda. Tubuh Anda terbentuk dari gabungan empat elemen, bumi, air, api dan angin.
Saat Anda menekuni visualisasi bumi, maka Anda akan menjadi kokoh bagai bumi. Oleh karena itu bagi yang terkena benturan hawa jahat, sebaiknya melakukan visualisasi elemen bumi, ia akan berubah menjadi sebuah gunung yang tak tergoyahkan, maka semua mara jahat tidak akan mampu untuk memasuki tubuhnya.
Visualisasi elemen air akan menjadi lembut dan luwes bagaikan air danau.
Visualisasi elemen api akan menghasilkan kekuatan abhicaruka ( penaklukan ) dan Dharmabala.
Visualisasi elemen angin dapat menghasilkan sifat elegan.
Elemen bumi, air, api dan angin memiliki ciri khas masing-masing. Elemen bumi adalah kokoh. Elemen air adalah lembut dan luwes. Elemen api adalah kuat. Elemen angin adalah abhicaruka. Bumi, air, api dan angin memiliki sifat masing-masing, terdapat metode visualisasi masing-masing.
Oleh karena itu perubahan segala sesuatu di alam semesta ini tak terpisahkan dari elemen bumi, air, api dan angin ; Dalam Tantrayana terdapat berbagai metode visualisasi, demikian pula dengan aliran dhyana ( Zen ) ; Anda tahu Samadhi Pembangkitan Kundalini ? Itulah metode visualisasi elemen api. Banyak sekali Siswa Agung dari Hyang Buddha yang mencapai Kearahatan melalui bhavana Samadhi Sinar Api.
Tentu saja ada metode visualisasi air, seperti yang ditekuni oleh Bhiksu Fa-jing. Setelah mencapai keberhasilan dalam metode visualisasi air tubuh akan menjadi sangat lembut dan mampu beradaptasi dengan alam .
Anda jangan meremehkan air, elemen air ini mempunyai kualitas baik. Kualitas dari elemen air sangat baik ! Apabila Anda mampu merealisasi kualitas dari elemen air, berarti sudah dekat dengan realisasi Bodhi.
Apa kualitas dari elemen air ? Coba Anda renungkan, air merupakan benda yang paling alamiah. Coba lihat aliran air, ia bukan mengalir sesuka hatinya, ia mengalir sesuai dengan bentuk dari lingkungan, dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah. Bagaimana ia mengalir ? Mengalir dengan selaras. Alirannya sepenuhnya sangat lembut dan luwes ; Dia tidak bersemayam di tempat yang tinggi, ia bersemayam di tempat yang paling rendah, inilah kualitas keagungan dari air.
Saat Anda bekerja . “Saya ingin pekerjaan yang lebih ringan, yang lebih berarti, yang lebih bernilai dan yang kedudukannya lebih tinggi.” . “ Saya tidak mau menguras toilet dan tidak sudi mengurus dapur !” Berbeda dengan air yang bersemayam di tempat yang paling rendah, benar tidak ? Air senantiasa mengalir ke bawah. Kualitasnya yang kedua adalah ia bersemayam di tempat yang paling rendah.
Kualitas yang pertama adalah ‘Kelembutan’. Yang kedua adalah bersemayam di tempat yang paling rendah. Apa yang ketiga ? ‘Luwes’. Coba Anda tempatkan di wadah berbentuk bundar, maka ia akan berbentuk bundar ! Ditempatkan di wadah berbentuk persegi empat, maka ia akan menjadi persegi empat. Di wadah berbentuk separuh lingkaran, maka ia akan berbentuk separuh lingkaran. Apapun wadahnya ia akan berubah mengikuti bentuknya.
Apa lagi ? ‘Membasahi semua makhluk’, makhluk hidup apa yang tidak memerlukannya ? Benda apa yang tidak memerlukannya ? Baik itu tumbuhan, hewan, mineral dan benda apapun, semua memerlukan air ; Inilah kualitas dari air.
Sangat luar biasa apabila Anda mampu merealisasi pemanunggalan dengan elemen air ! Berarti Anda telah dekat dengan alam. Dalam Taoisme, Lao-zi mengatakan : “Alamiah adalah Dao.” , “Manusia menyesuaikan dengan hukum bumi, bumi menyesuaikan dengan hukum langit, langit menyesuaikan dengan hukum Dao, Dao menyesuaikan dengan hukum alam.” Dalam Dao-de Jing ada dikatakan demikian. Tentu saja kita yang mendalami Buddha Dharma hendaknya juga selaras dengan kealamiahan.
Anda lihat Bhiksu Fa-jing yang menekuni elemen air, ia berubah menjadi genangan air ; Tingkatan samadhi tertingginya adalah genangan air jernih. Anda menekuni visualisasi api, pembangkitan kundalini, memasuki Samadhi Sinar Api, pada akhirnya menjadi kobaran api, Anda melebur dalam api, ini semua merupakan metode bhavana.
Menekuni elemen api memasuki Samadhi Sinar Api, dapat menuntun pada keberhasilan. Demikian pula dengan menekuni elemen air, memasuki Samadhi Air, juga dapat menuntun pada keberhasilan ; Saat ini kita menekuni Deva-rupakaya juga dapat menuntun pada keberhasilan.
Saya ingat, dulu ada seorang pelukis yang khusus melukis kuda, dia memvisualisasikan wujud kuda. Setiap hari melukis kuda, saya ingat ada majalah yang memuat bahwa suatu hari saat ia terbaring tidur, istrinya memasuki kamarnya dan membuka kelambu, begitu dibuka tidak ada suaminya, yang ada adalah seekor kuda yang sedang berbaring. Mengapa bisa menjadi seekor kuda ? Sebab saat itu dia sedang menekuni visualisasi kuda, demi melukis kuda, ia memvisualisasikan kuda hingga terlampau mendalam hingga sekujur tubuhnya berubah menjadi kuda. Ia memvisualisasikan ekor kuda, kaki kuda, kepala kuda, hingga akhirnya istrinya dalam sekejap menyaksikan wujud seekor kuda. Mungkin saja istrinya terlampau banyak melihatnya melukis kuda, hingga mendadak melihat seekor kuda berbaring di atas ranjang.
Ini semua diciptakan oleh pikiran, seperti sebuah ungkapan Tiongkok : “Rupa tercermin dari hati.” Atribut pada wajah Anda tercermin dari batin, bagaimana rupa Anda saat ini tidak bisa menyalahkan langit, sebab mencerminkan hati Anda sendiri. Meskipun mengatakan saat ini saya sangat baik hati, tapi mengapa wajah saya mirip penjahat ? ! Karena di kehidupan lampau Anda terlampau jahat, maka jasmani yang tercipta adalah rupa jasmani orang jahat. Anda pasti tahu wayang potehi, begitu tokohnya keluar, kita langsung dapat mengenalinya, Ah ! Itu pasti orang baik. Mengapa orang baik ? Sebab yang wajahnya diukir dengan sangat rupawan pasti adalah tokoh yang baik. Sedangkan yang fitur wajahnya seakan terkumpul menjadi satu seperti kecoa, biasanya merupakan tokoh antagonis , mereka diukir menjadi sangat buruk rupa, berwajah biru dan bertaring ! Ini adalah ungkapan “Rupa tercermin dari hati.” Ini merupakan yang akumulasi sejak kehidupan yang lampau, semua terpancar dari raut wajah Anda.
Apabila Anda adalah orang yang baik hati, tekun dalam bhavana, mempunyai kewelasan, maka sorot mata Anda akan memancarkan kasih sayang dan kelembutan, mata itu sangat lembut dan panjang, memancarkan terang, sangat lembut.
Sorot mata Anda merupakan sorot mata penuh kelembutan, tidak akan menjadi sorot mata yang membangkitkan perasaan tidak menyenangkan. Demikianlah dikarenakan Anda tekun mempertahankan kelembutan hati, maka yang terpancar dari sorot mata Anda adalah kelembutan.
Oleh karena itu kami orang yang mampu membaca raut wajah orang akan mengetahui, dari alis dapat diketahui hubungan persaudaraan, dari ujung hidung dapat diketahui kondisi keuangannya, dari mata dapat diketahui kebijaksanaanya, dari telinga dapat diketahui usianya, dari dagu dapat diketahui perihal pelayan. Untuk mengetahui relasi Anda dengan sesama juga dapat dilihat dari dagu Anda. Yang memiliki relasi baik dengan khalayak , dagunya akan lebih bundar ; Sedangkan yang relasinya tidak baik, dagunya akan meruncing, kemanapun akan mengalami penolakan, jika bukan Anda yang menolak orang lain, maka orang lain yang akan menolak Anda, akan saling menolak, salingmenyerang dan hubungan selalu dalam kodisi tegang. Apabila pada fitur wajah Anda terdapat tanda-tanda perihal pelayan, maka akan banyak orang yang mengikuti Anda, yaitu ciri-cirinya dagu bundar.
Yang kelak akan memiliki harta ujung hidungnya bundar ; Apabila Anda memiliki kebijaksanaan, maka dengan sendirinya mata akan memancarkan sinar kebijaksanaan, tidak sepertiyang berpandangan kosong. Dari alis dapat diketahui hubungan dengan saudara, sedangkan dari sudut luar dari mata dapat diketahui hubungan suami istri, dilihat melalui warnanya. Demikianlah cara membaca wajah.
Sebenarnya semua fenomena diciptakan oleh diri kita sendiri. Bagaimana menciptanya ? Yaitu diciptakan oleh pikiran Anda. Seperti halnya saat ini kita menekuni Deva-rupakaya, ini mengandalkan pikiran kita, apabila Anda tekun memeditasikan wujud dewi, maka kelak Anda akan menjadi dewi, jika Anda tekun memeditasikan wujud dewa, maka kelak Anda akan menjadi dewa.
Dalam pelafalan Nama Buddha dikatakan bahwa saat Anda melafal haruslah sepenuh hati, juga harus sepenuh hati memvisualisasikan Buddha, metode ini disebut ‘Pelafalan Nama Buddha Dengan Visualisasi.’ Anda visualisasikan wujud Amitabha Buddha, kemudian Anda melafalkan Nama Buddha ; Dengan demikian Anda dapat mencapai keberhasilan bhavana Deva-rupakaya, sama saja, di dalam sini ada dinyatakan demikian. Pada baris kelima halaman dua puluh tiga ada tertulis : Dalam Teks Terjemahan Cahaya Sejati dikatakan : “Para sadhaka yang menekuni mantra guhya, hendaknya juga menekuni pelafalan Nama Buddha, sebab selain bermeditasi pada Dharmata, sadhaka juga perlu untuk setiap saat bermeditasi pada rupakaya Hyang Tathagata.” Juga dikatakan : “Bersemayam di tengah Para Tathagata, kemudian pertahankan. Sebab harus memiliki realisasi Dharmakaya dan rupakaya, keduanya tiada berbeda, oleh karena itu harus ditekuni.”
Teks ini menyatakan dengan sangat baik ! Meskipun Anda merupakan sadhaka penekun mantra guhya, namun Anda juga perlu melafal Nama Buddha. Saya juga ingin menyampaikan sebuah rahasia kepada Anda sekalian, menjapa mantra merupakan penekunan Dharmakaya, sedangkan melafal Nama Buddha merupakan penekunan rupakaya Tathagata. Saat Anda melafal Nama Buddha, visualisasikan wujud Buddha, berarti Anda sedang menekuni rupakaya Tathagata ; Sedangkan saat Anda menjapa mantra, berarti sedang menekuni Dharmakaya Tathagata.
Mantra sendiri tak terperikan, tidak dapat diterjemahkan, bahkan Anda tidak perlu memikirkan artinya ; Anda cukup menjapa suaranya, bahkan sekalipun bibir Anda tidak sedang melafalnya, namun Anda melafalnya dalam hati, tanpa suara, ini merupakan penekunan Sunyata ; Pelafalan Nama Buddha yang bersuara dan memvisualisasikan wujud Buddha, bukankah ini sedang menekuni rupakaya Buddha ? Dalam bagian ini telah dibahas dengan sangat jelas.
Anda sendiri harus ‘Bersemayam di tengah Para Tathagata’, artinya adalah memasuki hati Tathagata. Dharmakaya dan rupakaya, keduanya sangatlah penting, tiada perbedaan ; Di sini dikatakan bahwa tidak peduli Dharmakaya maupun rupakaya, menurut Buddha Dharma keduanya tiada berbeda, oleh karena itu harus ditekuni.
Maka, menurut saya ajaran Buddha bukanlah ‘Pemahaman Bahwa Segala Sesuatu Hanyalah Batin.’, seharusnya ‘Pemahaman Mengenai Pemanunggalan Hrdaya ( hati ) dan Prakrti ( alam material ).’ ; Hrdaya dan prakrti merupakan ‘Tiada Berwujud’ dan ‘Berwujud’, keduanya harus ditekuni bersamaan.
Dalam bagian kedua dari halaman dua puluh tiga dikatakan : “Seperti yang dikatakan dalam Penjelasan Maha-vairocana-sutra karya Buddha-gupta : Terdapat dua jenis tingkatan yaitu atribut dan tanpa atribut, serta tubuh murni dan tubuh tidak murni, menampilkan dua jenis sifat devakaya. Tubuh murni adalah Sifat Samadhi Tanpa Atribut dari Dharmakaya, merupakan esensi Jnana Tanpa Atribut. Sedangkan tubuh yang tidak murni adalah Sifat Parikalparupa, yaitu sambhogakaya paripurna dari Sarva-samyak-sambuddha. Dikarenakan para insan hadir dalam rupa, maka demi mereka juga ditampilkan rupa. Menekuni kedua yoga untuk dua macam tubuh, keduanya ditekuni bersamaan.”
Sebenarnya bagian ini terutama membahas perihal Dharmakaya adalah yang murni, sedangkan rupakaya tidak murni. Dharmakaya tanpa atribut, sedangkan rupakaya beratribut. Yang murni disebut Sifat Samadhi Tanpa Atribut dari Dharmakaya ; Sedangkan yang tidak murni disebut Sifat Parikalparupa, yaitu sambhogakaya paripurna dari Sarva-samyak-sambuddha. Keduanya perlu untuk ditekuni, juga dinyatakan bahwa Deva-yoga perlu untuk ditekuni.
Anda menekuni Deva-yoga sama saja dengan menekuni Buddha-yoga. Ditambahkan dengan Sunyata, maka menjadi Tathagata-yoga. Tathagata-yoga ditambah Deva-yoga dapat dengan cepat menuntun pada keberhasilan. Metode ini hanya ada dalam Tantrayana. Disinilah letak perbedaanya dengan Paramitayana.
Mahaguru Tsongkapa mengulas Deva-yoga ini dengan sangat jelas ; Memasukkan pernyataan dari Para Upadesacarya dan Mahaguru ke dalam risalah tersebut, maksud Beliau adalah untuk membuktikan bahwa Deva-yoga tidak dapat dicampakkan, sebab apabila Anda mencampakkan Deva-yoga, maka bhavana Anda membutuhkan waktu yang sangat lama barulah dapat mencapai Kebuddhaan. Oleh karena itu dalam bagian yang paling akhir dari halaman dua puluh empat, Beliau menuliskan : “Ketahuilah bahwa upaya kausalya untuk menembusi keunggulan Sunyata adalah penekunan Deva-yoga. Inilah makna paling utama yang hendak disampaikan.”
Maksud utama bagian ini adalah, Beliau telah membahas demikian banyak, yang terutama hendak disampaikan adalah penekunan Deva-yoga merupakan metode untuk menembusi keunggulan Sunyata. Saya menjumpai bahwa Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana membahas tiap hal dengan sangat mendetail.
Sadhana Deva-yoga ini, mungkin hanya Mahaguru yang sedikit lebih memahaminya. Sebab sesungguhnya sumber pengetahuan berasal dari saya sendiri, saya berasal dari Mahapadminiloka di Sukhavati, pada hakekatnya merupakan tingkatan Tathagata, merupakan Buddha Bodhisattva. Namun pada saat hendak menitis kedunia, terlebih dahulu harus melalui ‘Sungai Surgawi Dengan Pemandangan Teragung’, lokasi ini tergolong sebagai bagian dari surga, oleh karena itu di sana terdapat Deva-rupakaya ; Kemudian dari Deva-rupakaya barulah menitis ke dunia fana. Oleh karena itu harus melalui beberapa tahapan, yaitu : Buddha hingga Bodhisattva, kemudian ke surga, kemudian barulah dapat menitis ke dunia fana. Dengan demikian tahapan bhavana adalah : dunia fana, Deva-yoga, Bodhisattva hingga Buddha. Oleh karena itulah risalah Mahaguru Tsongkapa selaras dengan pemikiran saya.
Ada banyak sekali metode bhavana dalam Buddhisme. Seperti yang Anda ketahui bahwasanya di dalam Buddhisme terdapat tiga belas aliran. Tiga belas aliran ini juga berarti tiga belas macam metode yang berlainan.
Seperti contohnya adalah madhyamika dan vijnaptimatra, vijnaptimatra membahas vijnana, mata, telinga, hidung, lidah , tubuh dan pikiran, di dalam kesadaran yang terdalam hingga alaya-vijnana, dalam Tantrayana masih ada vijnana kesembilan, inilah pendalaman mengenai vijnaptimatra. Sedangkan madhyamika mengulas tiga pengamatan : sunya, kefanaan dan tengah, tidak terlalu timpang ke arah sunya, juga tidak timpang ke arah kefanaan, mengulas pandangan tengah, ini semua merupakan metode bhavana. Kemudian ada ajaran pelafalan Nama Buddha dan Tiga Sastra, banyak metode yang dibahas. Tantrayana memiliki metodenya sendiri, tentu saja tiap jenisnya merupakan metode untuk mencapai Kebuddhaan ; Oleh karena itu jangan sampai setelah Anda menekuni satu metode tertentu kemudian Anda menjelek-jelekkan metode yang lainnya, setelah Anda menekuni Deva-yoga, maka Anda menjelek-jelekkan metode lainnya, sementara itu yang lainnya juga sedang menjelek-jelekkan Deva-yoga, hal semacam ini jangan sampai dilakukan !
Demikianlah seharusnya kita menekuni bhavana, hendaknya sesuai dengan metode yang ditransmisikan oleh Para Guru Leluhur, bahkan Mahaguru sendiri setelah menekuni tahapan-tahapan bhavana, barulah bisa mengajari kalian semua ; Yang terbaik adalah menekuni bhavana menapaki jalan yang pernah dilalui oleh Para Guru Leluhur, sehingga tidak perlu lagi untuk meraba-raba sendiri. Pengulasan hari ini sampai di sini.
Om Mani Padme Hum.
3 Agustus 1994