Bab 1. Bag 2.2 ; Bag 3.1 ; Bag 4.1
Ulasan Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana
- Sngagsrim Chenmo -
Oleh Dharmaraja Lian-sheng Sheng-yen Lu
22 Juli 1994
Hari ini kita kembali mengulas ‘Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana’ ( Sngagsrim Chenmo / Mi-zong Dao Ci-di Guang-lun /密宗道次第廣論 ) :
Bag 2.2 Makna Lain Dari Mahayana
Bag 3.1 Kedua Mahayana Dibagi Menjadi Tiga
Bag 4.1 Penggolongan
Dalam ‘Kitab Makna Ajaran Anuttara-yoga’ ada tertulis : “Ada dua jenis Bodhisattva-yana , yaitu Bhumi dan Paramitayana, serta Mantra-phala-vajra-yana.” Menurut ‘Xia-da-jia-re-zhuan-mo’, Mantrayana, Phalayana dan Vajrayana merupakan nama lain dari Mantrayana, atau dinamakan juga Upayayana. Hetuphalayana merupakan nama lain dari kedua Mahayana. Seperti yang tertulis dalam Sutra Vyakarana Aryaguhya yang merupakan perluasan dari ‘Sastra Menyingkirkan Dua Ekstrim’ karya Upadesacarya Jnanasri : “
“Menekuni hetu, membabarkan metode hetu, setelah memutar Dharmacakra, terdapat phalayana untuk mencapai Bodhi.” Vajrayana disebut juga sebagai Vidyadharapitaka dan Tantra.
Karena bagian ini sedikit lebih pendek, maka bagian ini saya baca satu kali. Bagian ini sepenuhnya membahas mengenai di dalam Mahayana juga dibagi menjadi Bhumiyana dan Paramitayana, serta Mantra-phala-vajra-yana. Sebenarnya ini mengulas mengenai Bodhisattvayana dan Tantrayana kita ini yaitu Vajrayana. Dalam bagian ini juga dijelaskan makna utama dari Vajrayana.
Hari ini saya jelaskan sejenak kepada Anda semua, bahwa sesungguhnya Mantra-phala-vajra-yana merupakan penggabungan nama-nama yang berbeda. Intinya ada pada Tiga Yana tersebut, yaitu : Mantrayana, Phalayana dan Vajrayana ; Maka perlu dijelaskan apa itu Guhya-mantra ? Apa itu Phala ? Apa itu Vajra ? Dan apa itu Vidyadhara ?
Mengenai guhya-mantra, dikarenakan Zhenfo Zong menekuni bhavana dengan menggunakan Sadhana Tantra, maka pasti banyak yang telah mengetahui apa itu Guhya-mantra. Saat bersadhana kita juga harus menjapa mantra. Namun mantra ini merepresentasikan apa ? Mantra sendiri merupakan suatu yang sangat guhya ( misteri / rahasia ), bahkan sangat mendalam, termasuk dalam lima kategori yang tidak diterjemahkan, dengan kata lain pada dasarnya guhya-mantra ini tidak dijabarkan.
Dapat disebut sebagai suara kesadaran semesta. Selain itu ada yang menjelaskan demikian : Setelah Bodhisattva atau Buddha mencapai realisasi, Beliau mengkonsentrasikan realisasi batin menjadi sebuah mantra, menjadi sebuah suara. Suara ini menuntun para insan untuk mencapai Kebuddhaan, merupakan bahasa guhya, inilah Tantrayana.
Tantrayana mengandalkan penjapaan mantra. Kita tahu bahwa Sutrayana, seperti Aliran Ksetra-parisuddhi ( Tanah Murni ) pada umumnya mengandalkan pelafalan Nama Buddha. Pelafalan Nama Buddha adalah untuk menuntun para insan terlahir di Buddha-ksetra, inilah Aliran Ksetra-parisuddhi. Sedangkan metode bhavana yang mengandalkan penjapaan guhya-mantra hingga diri sendiri memancarkan cahaya dan melebur dalam Kesadaran Semesta, disebut dengan Mantrayana. Sebuah mantra, dikarenakan merupakan guhya dan sangat mendalam, maka tidak dapat diterjemahkan.
Di sini juga akan membahas perihal suara mantra. Banyak orang memiliki aksen pelafalan mantra yang berbeda, dulu saat Guru saya mentransmisikan mantra kepada saya, transmisi dilakukan secara oral. Beliau melafal dan saya mendengarnya. Setelah mendengarnya, saya mengingatnya, demikianlah transmisi oral. Apakah aksen pelafalan saya sama dengan aksen pelafalan orang lain di luaran ? Tidak sama ! Memang berbeda.
Saya perhatikan Acarya Chang-ren dan Acarya Lian-man, mereka melafal Sukhavativyuha Dharani dengan aksen Kanton, berbeda dengan pelafalan saya. Coba Anda perhatikan saat saya melafal tujuh kali Sukhavativyuha Dharani, pelafalan tersebut merupakan aksen saya sendiri. Saya yakin orang di luaran juga menjapa Amitabha Sukhavativyuha Dharani, Dharani yang biasa kita japa tujuh kali ini berasal dari Amitabha Buddha.
Sebenarnya siapakah yang mewariskan aksen mantra ini kepada saya ? Yaitu bibi saya sendiri, beliau telah berpulang, beliau adalah seorang bhiksuni dan gemar menjapa Sukhavativyuha Dharani. Ada sebuah keajaiban, saat saya masih berada di kemiliteran, waktu itu saya hendak menyelenggarakan upacara, namun mendadak ditugaskan ke tempat lain, maka saya mengumumkan bahwa upacara tidak dapat terlaksana.
Namun sungguh aneh ! Saat bibi menjapa Sukhavativyuha Dharani, beliau melihat saya pulang, beliau mengatakan kepada orang rumah : “Upacara ini dapat terlaksana.” Sebab beliau yakin saya pasti kembali.
Tidak ada orang yang percaya, karena sehari sebelumnya saya baru saja naik kereta api ke arah Selatan dan tiba di Kangshan untuk melakukan pengukuran. Saya telah pergi, bagaimana mungkin langsung kembali ? Apalagi penugasannya selama satu bulan. Tapi saat bibi menjapa Sukhavativyuha Dharani , beliau melihat saya pulang. Maksud beliau bukan melihat saya berpulang ( tertawa ) Saat menjapa mantra, beliau bisa memperoleh petunjuk.
Sungguh mengherankan ! Beliau menyatakan saya akan pulang, malam itu juga saya sungguh pulang ! Sebab Markas Besar Kesatuan, sebuah satuan yang tertinggi dalam kemiliteran, mendadak memberikan perintah kepada kami, tidak perlu lagi mengatur rudal di sana, rudal di Kangshan dibatalkan, keduabelas rudal yang akan ditata di sana dibatalkan, tidak perlu dilakukan pengukuran. Padahal saat itu saya baru saja tiba di sana dan telah mempersiapkan segalanya, sudah hendak memulai pengukuran, mendadak menerima pemberitahuan dari atasan bahwa semua dibatalkan, oleh karena itu saya kembali. Orang rumah tidak ada yang tahu, hanya bibi yang mengetahuinya, ini membuktikan bahwa mantra tersebut sangat ampuh, menghasilkan respon spiritual yang sangat kuat.
Demikianlah saya mendengar dan mempelajari pelafalan Sukhavativyuha Dharani ini dari bibi. Tapi saya yakin aksen pelafalan Sukhavativyuha Dharani kalian orang Kanton akan berbeda dengan pelafalan aksen Taiwan saya.
Saya tidak tahu aksen apa yang digunakan orang luar untuk melafalkan Sukhavativyuha Dharani , namun yang saya lafalkan adalah aksen ini. Perihal pelafalan mantra, dulu Guru saya mengajari beberapa Mantra Hati Silsilah ; Beliau berpesan, bagaimanapun orang luar melafalnya, kita memiliki cara pelafalan sendiri yang berbeda. Berbeda ? Apakah ada sesuatu yang khusus ? Beliau mengatakan, memang ada sesuatu yang khusus. Inilah mantra silsilah aliran kita, ini merepresentasikan mantra silsilah.
Di antara yang hadir hari ini, sepertinya ada beberapa yang melafal mantra silsilah. Sebagian besar melafal mantra umum. Apa itu mantra umum ? Apa itu mantra silsilah ? Mantra umum adalah yang dipakai oleh semua orang, ini disebut metode umum, disebut mantra umum. Seperti kita melafalkan Sadaksari Mahavidya : “Om Mani Padme Hum” , ini adalah mantra umum. Semua tahu bahwa di Tibet, orang - orang termasuk anak-anak, orang dewasa, manula dan remaja, semua menjapa ‘Om Mani Padme Hum’, kemudian setelah disebarluaskan, mantra ini dijapakan oleh semua umat tantra di seluruh dunia ; Namun saat itu, Guru mengatakan kepada saya bahwa pelafalan kita untuk Sadaksari Mahavidya bukan “Om Mani Padme Hum”.
Inilah mantra silsilah, sebuah mantra yang Anda peroleh dari silsilah Anda. Saya melafal sebuah mantra untuk diperdengarkan kepada Anda, kemudian Anda melafal mengikuti saya, inilah mantra silsilah, ini disebut sebagai Mantra Avenika, memang tidak sama ! Banyak juga mantra yidam yang berbeda, ada juga yang diberi penambahan aksara, ada yang di akhir ditambahkan “Hum Pei” . Yang pada mulanya tidak ada “Hum Pei” namun ditambahkan “Hum Pei”, ini memang ditambahi, banyak mantra yang memang berbeda dan bahkan beberapa di antaranya memang diberikan penambahan.
Oleh karena itu bagaimanapun Anda melafalkan mantra, bagaimanapun orang lain atau aliran lain melafalkannya, utamakan pelafalan mantra yang sesuai dengan Mahaguru. Mungkin kalian akan mengatakan : “Tetapi adakalanya Mahaguru bisa keliru dalam melafal ! Apa yang harus kita lakukan ?” sekalipun salah melafalkannya Anda tetap harus mengikutinya, sebab demikianlah Tantrayana.
Apa warna dari sampul buku ini ? Warna coklat kopi atau Warna merah ? Saya buta warna. Ini adalah warna merah safron, bukan coklat kopi. Apabila saya mengatakan bahwa warna merah safron ini adalah warna hitam. Maka semua harus ikut berseru bahwa ini adalah warna hitam. Tidak bisa mengatakan : “Saya hanya mengatakan yang sebenarnya.” Beberapa siswa mengatakan : “Mahaguru saya ingin memberi tahu Anda kebenaran, jelas-jelas itu adalah warna merah safron, mengapa Anda mengatakan warna hitam ?” Saya balik tanya : “Apakah Anda memahami perihal silsilah ?” Silsilah adalah apapun yang dikatakan oleh Guru, satu adalah satu, dua adalah dua, saya menyatakan “Satu” , Anda tidak bisa mengatakan “Dua.”
Tentara juga demikian ! Tentara juga menjunjung ‘ketaatan’. Ketaatan terhadap apa ? Silsilah . Tidak ada yang dapat diperdebatkan. Dulu saat saya menjadi tentara, jelas-jelas saya benar, ketua yang salah, sebab saya ingat apa yang tertulis dalam program akademik ketentaraan, saya mengacungkan tangan : “Ketua, Anda salah !” Dia langsung menimpali : “Kamu harus push-up lima puluh kali !” Saya melakukan push-up hingga berkeringat, saya tetap bersikeras pada pendirian.
Saya mengatakan kepada ketua : “Saya mengatakan yang sebenarnya, saya ingin memberitahu Anda yang sebenarnya.” Apa yang dia katakan ? Dia mengatakan : “Tidak perlu alasan ! Tentara menjunjung ketaatan. Sekalipun saya salah, Anda tetap harus taat !” Ini yang dia katakan ! Tugas seorang tentara adalah taat, tidak ada alasan. Padahal jelas-jelas saya benar, tapi tidak ada benar dan salah, hanya harus taat. Sekalipun salah , harus berani salah, di dalamnya terdapat karakter militer.
Sadhana Tantra dalam Vajrayana mengutamakan silsilah, yaitu satu dengan satu. Dia mengatakan satu, Anda tidak bisa mengatakan dua, sepenuhnya meyakini, barulah Anda dapat memperoleh abhiseka arus Dharma.
Bukankah dulu pernah ada sebuah kisah mengenai penjapaan mantra ?
Ada seorang nenek buta huruf menjapa mantra. Aksara ‘Hum’ dijapa menjadi ‘Niu’, dia menjapa ‘Om Mani Beimi Niu’, Ah ! Karena dia menjapa dengan sepenuh hati, maka walaupun keliru tetap saja menjadi sebuah mantra, hingga tiap kali dia menjapa pasti memperoleh kontak batin. Hingga suatu ketika ia berjumpa dengan seorang Acarya yang mengatakan : “Pelafalan Anda keliru!” , “Anda harus melafalnya Om Mani Padme Hum” , “Anda tidak boleh melafalnya menjadi Om Mani Beimi Niu !”
Tapi, setelah dia merubah pelafalan menjadi “Om Mani Padme Hum” dia tidak lagi memperoleh adhistana, penjapaannya tidak lagi menghasilkan kontak batin . Dulu tiap kali dia menjapa mantra batu-batu akan menari, tapi semenjak menjapa dengan pelafalan yang tepat ia justru kehilangan adhistana, semua fenomena itu lenyap.
Zhenfo Zong memiliki beberapa mantra silsilah, semuanya ditransmisikan oleh Guru Leluhur, memang berbeda dengan mantra umum yang dijapa oleh kebanyakan orang, sebab itu adalah mantra avenika ( tidak umum ). Asalkan Anda melafal sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Guru, Anda sudah pasti benar ! Anda tidak perlu mempedulikan bagaimana orang lain melafalnya, demikianlah dulu Beliau mengajari saya, Anda mengikuti pelafalan saya sudah pasti benar.
Mantra bisa menghasilkan kekuatan sebab mantra dari Guru mempunyai kekuatan, oleh karena itu setelah beliau mentransmisikan kepada kita, maka kita juga mempunyai kekuatan, tapi apabila Anda mengikuti pelafalan umum, justru Anda tidak akan memperoleh kekuatan adhistana, sekalipun mantra keliru dalam pandangan umum, asalkan Anda melafal sesuai dengan Guru, maka akan menghasilkan kekuatan adhistana, tetap merupakan sebuah mantra yang benar. Akan tetapi , sekalipun Anda melafalnya dengan tepat namun tidak mengandung kekuatan adhistana silsilah, tetap saja keliru. Di sinilah letak persoalan pelafalan mantra.
Guhya-mantra dapat dikatakan merupakan Suara Hati Guhya Tathagata. Setelah Anda menjapa mantra-Nya, maka Ia akan menyerap Anda. Anda akan berkontak batin dengan-Nya, Anda langsung memasuki Hati Tathagata, memperoleh kemurnian. Inilah Mantrayana.
Selanjutnya, apa itu Phalayana ? Yang kedua adalah perihal ‘phala’ atau hasil ; Kita sering mengatakan : “ Segala sesuatu ada sebabnya di awal, dan akibatnya kemudian.” Dengan adanya sebab, maka dengan alamiah ada akibat, ‘phala’ dapat dikatakan sebagai hasil akhir. Dalam film sangat populer kalimat : “Sekarang Si Anu sudah berakhir.” , maksudnya adalah mengakhiri. Mulai saat ini telah berakhir. ‘Phala’ adalah hasil akhir. Dalam hal ini , Bodhisattva bhumi hetu ( insan yang sedang menapaki jalan Bodhisattva ) tidak akan memahaminya.
Phalayana berarti Anda telah menerima abhiseka, berarti telah memperoleh hasil. Terlebih dahulu adalah hasil, baru kemudian sebab, terlebih dahulu merealisasi keberhasilan, baru kemudian menekuni bhavana, terlebih dahulu memberi Anda gelar, baru kemudian menekuni bhavana. Banyak orang mengatakan , “Guru kalian, Sheng-yen Lu, Padmaprabhasvara Buddha ? Apa-apaan ini ?” Berarti orang itu tidak memahami bahwa Vajrayana adalah Phalayana.
Saya ungkapkan ! Padmaprabhasvara Buddha adalah phala, yaitu tingkatan hasil akhir, yaitu Anda menekuni bhavana dan mencapai Pencerahan, maka Anda adalah Padmaprabhasvara Buddha. Makna dari Phalayana adalah saat Anda menerima abhiseka, maka Anda telah diberikan gelar Kebuddhaan. Misalnya Bhiksu Xuan-ren, maka Anda adalah Buddha Xuan-ren. Bhiksu Deng-xiao adalah Buddha Deng-xiao. Semua diberikan gelar Kebuddhaan, langsung dianugerahi. Anda menerima Abhiseka Tantra berarti Anda adalah Phalayana, disebut sebagai Buddha.
Terlebih dahulu adalah ‘phala’ ( hasil ) baru kemudian ‘hetu’ ( Sebab ). Kemudian Anda mulai bersadhana secara bertahap dan berusaha mencapai realisasi. Terlebih dahulu telah menganugerahkan gelar Buddha kepada Anda, oleh karena itulah disebut sebagai Phalayana. Pencerahan adalah ‘phala’, asamskrta ( Tiada berkondisi ) adalah ‘phala’, sampai pada tingkatan tersebut berarti telah merealisasi asamskrta. Inilah Buddhatayana, inilah Phalayana. Anda telah merupakan seorang Buddha. Buddhata Anda sendiri telah dikembalikan kepada Anda, Anda telah memperoleh Buddhata, inilah Phalayana. Phalayana – Buddhata, akasha, Tathata, di dalam Buddhata adalah Vajrayana, yaitu Phalayana.
Asamskrtayana adalah Phalayana ; Sebab tiba pada ‘phala’ berarti bukan menekuni Dharma yang berkondisi. Sebab semua Dharma yang berkondisi merupakan upaya kausalya. Hanya Dharma Yang Tidak Berkondisi yang merupakan Phalayana.
Semua beranggapan mana boleh Sheng-yen Lu menyebut dirinya sebagai Padmaprabhasvara Buddha ? Pernyataan tersebut ada karena mereka tidak memahami Vajrayana, tidak memahami makna dari Phalayana. Sesungguhnya Anda sendiri dapat menyebut diri sebagai Buddha, samasekali tidak keliru. Anda menyatakan : “Saya adalah Buddha . . . .” tidak salah ! Sebab Anda semua adalah Buddha !
Terlebih dahulu memberi kalian ‘phala’ Kebuddhaan, kemudian kalian menekuni bhavana dari ‘hetu’ menuju ‘phala’, terlebih dahulu ‘phala’ kemudian kembali mulai dari ‘hetu’. Cara ini berbeda dengan Sutrayana, mereka mulai dari ‘hetu’ kembali pada ‘phala’, sedangkan Tantrayana berawal dari ‘phala’ kembali pada ‘hetu’, memang berbeda.
Sheng-yen Lu pada hakekatnya adalah Padmakumara di Mahapadminiloka, saat ini Beliau membabarkan Dharma di dunia svaha, dari ‘phala’ kembali ke ‘hetu’, sekarang sedang menekuni bhavana ! Kemudian memperoleh realisasi ‘phala’ ! Padmaprabhasvara Buddha diperoleh dari ‘hetu’ kembali pada ‘phala’, bukankah ‘sebab-akibat’ memang demikian adanya , pada dasarnya memang ada sebab dan akibat, terlebih dahulu adalah sebab kemudian muncul akibat, ada akibat berarti pasti ada sebab. Sebab berubah menjadi akibat dan akibat berubah menjadi sebab. Sebab dan akibat saling bertransformasi.
Oleh karena itu, beberapa orang yang mengaku menekuni Buddhisme, ternyata sungguh dungu ! Bahkan perihal hetu-phala saja tidak paham. Begitu ada orang yang mengatakan saya adalah Buddha ini dan itu, dia langsung kebakaran jenggot, begitu mendengar Buddha ini dan itu, jantungnya langsung berhenti berdetak.
Apa yang patut dikuatirkan ? Apakah Anda tidak paham perihal ‘hetu-phala’ ? Dari akibat kembali pada sebab, dari sebab kembali pada akibat, terlebih dahulu diberikan ‘phala’ baru kemudian menekuni bhavana dari ‘hetu’ menuju ‘phala’, menuju realisasi, tidak ada yang aneh dalam hal ini ! Sangat wajar ! Semua yang mempelajari sutra Buddha seharusnya memahaminya, “Semua makhluk memiliki Buddhata”. Memberikan abhiseka kepada Anda, mengingatkan Anda akan Buddhata, inilah Phalayana, ini merupakan hal yang sangat wajar.
Mereka mengaku menekuni Buddhisme, tapi hanya mempelajari “A da ma con ku Li” ( Bahasa Jepang, artinya otak seperti lumpur ) oleh karena itulah tidak paham, adakalanya justru makin dijelaskan mereka makin tidak paham. Seperti pepatah : “Kerbau ditarik sampai ke Beijing tetap saja kerbau.” Tetap tidak akan paham, biar saja terserah mereka !
Berikutnya adalah Vajrayana, apa itu Vajrayana ? Vajra memiliki dua arti, benda yang sangat kokoh adalah vajra, yang paling mulia di antara batu mulia adalah emas. Ini memiliki banyak arti.
Saya dengar orang Vietnam paling suka dengan emas, setelah membeli emas, mereka akan menyimpannya dalam tembok. Jika bukan demikian, mereka akan menggali tanah dan menyimpan emas di dalam tanah. Kabarnya begitu orang Vietnam Utara tiba, mereka akan membuka tembok rumah dan menggali lantai, sebab mereka memahami orang Vietnam suka menyimpan emas di dalam tembok dan memendam emas di dalam lantai.
Mengapa semua orang menyukai emas ? Sebab yang terutama adalah emas tidak dapat berkarat. Semua logam di dunia ini dapat berkarat, tapi kemilau emas sungguh indah ! Warna yang paling indah di dunia adalah warna emas. Inilah yang dipakai untuk melambangkan sesuatu yang tidak berubah, Vajrayana tidak akan berkarat, selamanya akan kemilau.
Emas juga merepresentasikan tak lapuk. Sedangkan intan merepresentasikan tidak berubah bentuk, sebab dia bersifat kokoh.
Vajra ini tentu saja merepresentasikan kekokohan, tidak berubah, tidak lapuk, bahkan sangat tajam, maksud dari tajam adalah mampu menghancurkan segala kesesatan, menghancurkan segala diluar Dharma, menghancurkan semua kesesatan adalah makna dari vajra.
Sesungguhnya sangat beralasan, sebab yang paling utama dalam bhavana adalah harus kokoh. Keberhasilan dalam Sadhana Yidam adalah kehadiran yidam dengan sangat kokoh, poin ini paling penting, kokoh dan terang.
Tantrayana berdiri pada kekokohan dan terang, berdiri dalam tak lapuk dan tak berubah, oleh karena itulah disebut vajra. Dulu kita sering membuat lelucon, kita memberi julukan pada Vajra Acarya. Mana bisa disebut Vajra Acarya ? Seharusnya disebut : Acarya Mashu, Maji ( Dialek Taiwan ) , Mashu adalah makanan Taiwan. Dapat ditarik menjadi sangat panjang, juga bisa berubah, Maji sangat “Q”, dalam Bahasa Inggris disebut “Q”, itu bukan vajra, itu sangat lembek.
Menjadi seorang Vajra Acarya sungguh luar biasa ! Tidak berubah warna dan tidak berubah bentuk, tapi beberapa Vajra Acarya kita bukan menuntun insan, melainkan merintangi insan, muncul satu merintangi satu. Kita sedang menuntun insan, berharap para insan dapat bersarana pada Buddha, Dharma dan Sangha, menekuni bhavana dengan baik sesuai Sadhana Tantra Zhenfo. Bersarana pada Buddha, tidak goyah. Bersarana pada Dharma, tekun dalam bhavana. Bersarana pada Sangha, tahu menghormati. Tapi pada akhirnya berubah demikian : Bersarana pada Buddha, menjadi goyah. Bersarana pada Dharma, juga tidak tahu dimanakah Dharma. Bersarana pada Sangha, juga tidak tahu apa itu sikap menghormati. Menjadi terintangi sepenuhnya, meminta Acarya tersebut untuk menuntun insan , dia malah merintangi insan. Tidak mampu menuntun mereka masuk dalam pintu Buddha, ini masih belum apa-apa, malah merintangi para insan, Acarya macam apa ini ?
Apa itu Acarya ? Artinya adalah ‘Guru Tertinggi’ tidak ada lagi Guru yang lebih tinggi dari ini, ini merupakan salah satu sebutan bagi Buddha. Sebutan bagi Buddha adalah Anuttara-guru.
Adakalanya beberapa orang mengotori gelar ini. Terhadap Acarya yang demikian, hati saya sungguh sedih. Sebab dia telah merendahkan gelar Acarya.
Padahal vajra bermakna tidak berubah warna dan tidak berubah bentuk. Tapi dia berubah rupa dan berubah bentuk, dia tidak menghargai gelar Acarya yang diberikan. Acarya semacam ini sungguh Maji ( Dialek Taiwan ) . Acarya Mashu, ini tidak baik, kita harus menghargai gelar ini.
Saat ini Anda telah memasuki pintu Vajrayana, memasuki pintu Tantrayana, Anda harus mengetahui bahwa di antara Anda dengan Mulacarya terdapat hubungan samaya. Apa itu samaya ? Yaitu manunggal, sumpah samaya ini merupakan ikatan menjadi manunggal, menjadi saudara vajra, mempunyai hubungan satu tubuh dan tak terpisahkan.
Ada banyak orang yang hari ini bersarana, keesokan harinya mengembalikan sertifikat bersarana. Dia mengatakan : “Sekarang saya sudah masuk Yi-guan-dao, sertifikat Acarya ini saya kembalikan kepada Anda.” Sangat kekanak-kanakan ! Tahukah Anda bahwa dalam Vajarayana, ikatan saudara vajra adalah melebur dalam satu tubuh, antara Guru dan siswa juga sepenuhnya satu tubuh.
Sumpah samaya adalah sumpah kemanunggalan. Keluar masuk dengan sembarangan merupakan penodaan terhadap Vajrayana, oleh karena mereka tidak mengerti maka kita merasa bersimpati. Ini membangkitkan lebih banyak maitri-karuna pada hati Mahaguru, sangat berempati, mengasihani siswa semacam itu.
Inilah yang disebut dengan Vajrayana, Phalayana dan Mantrayana. Penjelasan ketiganya ini ada di sini : “Vajrayana disebut juga Vidyadharapitaka dan tantra.” Perihal tantra, kemarin saya telah menjelaskannya, tantra ini memiliki arti sama dengan sutra ; Menunjuk pada sutra-sutra pada bagian tantra.
Apakah itu Vidyadharapitaka ? Disebut juga Mantrapitaka. Apakah Anda pernah mendengarnya ? Tripitaka 12 bagian meliputi : sutra, vinaya dan sastra. Apa itu sutra ? yaitu sabda Hyang Buddha ; Vinaya khusus mengulas pendalaman mengenai sila ; Sedangkan sastra merupakan karya tulis dari Para Guru Leluhur.
Mengapa disebut sebagai Vidyadharapitaka ? Di dalam Tripitaka 12 bagian, manakah yang disebut dengan Vidyadharapitaka ? Yaitu yang disebut dengan Mantrapitaka. Ditambah kata ‘pitaka’ menjadi Mantrapitaka.
Vidyadhara berarti mantra. Saya sendiri pernah mengunjungi dua surga tantrayana, yang satu disebut Surga Vidyadhara, sebenarnya disebut dengan Vidyadhara Ksetra-parisuddhi. Yaitu setelah Anda menekuni mantra, maka timbulah cahaya terang nan murni, oleh karena itu surga tempat Anda berpulang disebut dengan Surga Vidyadhara atau Vidyadhara Ksetra-parisuddhi.
Selain itu, ada surga yang disebut Surga Terang Nan Mendalam, yaitu surga yang terbentuk dikarenakan Anda menekuni penjapaan mantra hingga kedalaman mantra. Oleh karena itu dalam tantrayana ada dua macam Ksetra-parisuddhi, yang satu adalah Vidyadhara dan yang satunya adalah Terang Nan Mendalam, oleh karena itulah di sini disebut sebagai Vidyadharapitaka.
Seorang Acarya yang benar-benar telah merealisasikan Pencerahan Tertinggi disebut sebagai Mahavidyadharavajracarya, sebuah gelar yang ada dalam tantrayana. Mahaguru sendiri adalah Mahavidyadharavajracarya, yang artinya adalah seorang Guru yang Maha atau agung, penjapa mantra, yang tak berubah dan tak lapuk . Dalam tantrayana, Acarya yang tertinggi disebut sebagai Mahavidyadhara.
Dulu ada seorang Acarya yang tidak mengerti dan mengatakan : “Mahaguru disebut sebagai Mahavidyadhara, saya juga ingin mempunyai gelar lain, disebut Maha Pemegang Cahaya.” Maha Pemegang Cahaya ? Apakah maksud dia adalah banyak menghabiskan makanan ? Apakah Anda ingin memakan habis kita semua ? ( Ket penerjemah : Dalam Bahasa Mandarin, cahaya adalah ‘guang’ yang juga memiliki arti : ‘habis’ ) Tidak ada yang namanya Maha Pemegang Cahaya. Berbagai gelar Acarya antara lain : Acarya, Mahacarya, Vajracarya dan Mahavidyadharavajracarya, ini merupakan empat tingkatan Acarya.
Begitu dia melihat Mahaguru bergelar Mahavidyadharavajracarya, dia berpendapat : “Ah ! Aku harus punya gelar yang setara dengan Mahaguru. Lebih baik saya bergelar Maha Pemegang Cahaya.” Sebenarnya dia memahami tantrayana atau tidak ? Pada dasarnya Acarya memang terdiri dari empat tingkatan, saya sendiri berada pada tingkatan Mahavidyadharavajracarya, dia mengira saya sembarang mencari nama, dia mengira Mahaguru memilih gelar sendiri.
Apabila kalian sungguh menginginkannya, boleh juga memakai nama Maha Sinar Hitam ! Lumayan juga. Coba Anda lihat Mahakala. Ah ! Saya dapat ide, kelak saya harus bergelar : “Maha Sinar Hitam”, tapi menurut saya Anda tidak perlu Maha Sinar Hitam, lebih baik pakai nama Bao-qing-tian ! Acarya Hakim Bao ! Ini juga lumayan.
Semuanya pasti tahu Hakim Bao ! Dalam film juga ada, Acarya Hakim Bao, terdengar tidak baik . Sebab dalam masyarakat saat ini tidak lagi musim nama Qing-tian, Tuan Besar Qing-tian juga sudah tiada. Atau diberi nama Bao-hei-tian, hitam seperti burung gagak, Bao-hei-tian Acarya burung gagak. ( Tertawa )
Gelar tersebut tidak dapat diperoleh secara ngawur, jangan sembarangan. Dalam Tantrayana ada aturan dan tingkatannya sendiri. Sekarang kita telah memahami apa itu Mantrayana, apa itu Phalayana dan apa itu Vajrayana. Yana ini dalam Mahayana bisa dilafalkan ‘sheng’ bisa juga dilafalkan ‘cheng’, sudah saya periksa dalam kamus, boleh menggunakan keduanya. Oleh karena itu ada kalanya saya melafalkan ‘sheng’ ada kalanya ‘cheng’, tidak masalah, semua dapat digunakan.
Sekarang kita telah memahami apa itu Tantrayana dan Mantrayana. Ini juga termasuk dalam Mahayana. Saat itu Buddha menyatakan demikian, dalam Mahayana mencakup Bodhisattvayana, juga mencakupi Mantrayana. Pengulasan hari ini sampai di sini.
Om Mani Padme Hum !
22 Juli 1994