Bag 3.2. Berdasarkan Apa Membedakannya

Ulasan Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana 
- Sngagsrim Chenmo -
Oleh Dharmaraja Lian-sheng Sheng-yen Lu 
18 Juli 1994
 
Hari ini kita kembali mengulas ‘Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana’ ( Sngagsrim Chenmo / Mi-zong Dao Ci-di Guang-lun /密宗道次第廣論 ). Hari ini kita tiba pada bagian 3.2. Berdasarkan Apa Membedakannya.
 
Dikarenakan risalah ini sangat luas tak bertepi, oleh karena itu hal yang dibahas di dalamnya sangat banyak, dengan kata lain isi yang dikandungnya sangat luas dan sangat mendalam. Yang disebut dengan ‘Risalah Agung’ maksudnya adalah tidak hanya membahas satu hal, melainkan sangat luas, membahas berbagai hal dalam Buddha Dharma. 
 
Hanya mengenai ‘Tiga Yana’ ini saja ia membahasanya dengan sangat banyak. Dikatakan di dalamnya, dengan berdasarkan apakah kita membedakan Tiga Yana ini ? Sesungguhnya hanya membahas Tiga Yana ini saja sudah ada banyak versi.  Yang saya ketahui ada Mahayana, Madhyayana dan Hinayana. Ada juga : Mahayana, Hinayana dan Tantrayana. Ada banyak versi pembagiannya, bahkan ada teori mengenai ketiganya ini sesungguhnya adalah dua, yaitu menyatakan sebenarnya hanya ada Dua Yana. Ada juga yang membahas adanya Lima Yana. Banyak sekali versinya.
 
Namun bagaimanapun, tetap tidak meninggalkan tujuan utama Tathagata. Semuanya saling berhubungan.
 
Kita lihat bagian ini : Dirumuskan menjadi dua bagian. Maksudnya adalah Tiga Yana ini dirumuskan, sesungguhnya hanya ada dua bagian.
  
“Sekarang diuraikan maknanya, yang dimaksud dengan rendah adalah dikarenakan demi pribadi sendiri, dan perolehannya adalah pencapaian rendah, hanya hendak mengulas mengenai kelahiran dan kematian yang penuh dukha dan berusaha mencapai Nirvana.”  Kita membaca sampai di sini, kalimat yang digunakan tidak tepat ( pada buku versi mandarin ). Tentu saja saya tidak mengetahui sampai dimana taraf pendidikan dari Bhiksu Fa-zun ( penterjemah risalah ) . Pendek kata, penggunaan kalimatnya tidak begitu jelas. Melainkan kata demi kata, seperti saat kita melihat batu di  Yellow Stone Park, batu berwarna kuning, keras dan berbau. Selain tidak jelas, juga tidak ada keindahan. Bahkan arti yang tersirat juga tidak berkaitan. Namun bagian ini sudah termasuk sangat jelas, menurut saya kalimat ini sudah termasuk paling baik ! Yang paling baik hanya demikian saja.
 
 “Sekarang diuraikan maknanya, yang dimaksud dengan rendah adalah dikarenakan demi pribadi sendiri, dan perolehannya adalah pencapaian rendah, hanya hendak mengulas mengenai kelahiran dan kematian yang penuh dukha dan berusaha mencapai Nirvana.”   Bagi beberapa orang yang tidak memahami Buddha Dharma, mungkin dia akan tertidur saat membaca bagian ini.  Apa sebabnya ? Sebenarnya, yang hendak disampaikannya adalah : Sesungguhnya dalam Mahayana dan Hinayana terdapat tujuannya masing-masing, tujuan yang harus Anda capai, namun tingkatanya tergolong masih sangat rendah. “Dikarenakan demi pribadi sendiri”, semua adalah demi diri sendiri. Penyebab satu-satunya adalah semua demi diri sendiri. 
 
 “Dan perolehannya adalah pencapaian rendah”, oleh karena itu yang diperoleh tentu saja tergolong yang paling rendah.
 
Apa tujuannya ? “Hanya demi terbebas dari kelahiran dan kematian”. “Para insan penuh dukha oleh karena itu perlu berusaha mencapai Nirvana.” Ia mengatakan bahwa mereka mengetahui para insan penuh dukha.
  
Demi Nirvana, maka dia menekuni tingkatan bhavana yang rendah ini, inilah Hinayana. Kalimat tadi mengulas mengenai Hinayana. 
 
  Oleh karena itu, apakah yang disebut dengan Hinayana ? Yaitu dikarenakan mengetahui bahwa para insan penuh dukha, dan demi terbebas dari dukha ini, perlu mencapai Nirvana. Berusaha untuk melenyapkan semua klesa. Ini semua demi apa ? Tentu saja demi diri sendiri ! Diri sendiri dapat mencapai pembebasan ini sudah sangat baik ! Inilah pengulasan untuk Hinayana. Pemikiran semacam ini tergolong tingkat yang lebih rendah. Oleh karena itulah disebut rendah, yang dibahas adalah Hinayana !   
 
Sekarang tiba pada bagian pengulasan Mahayana. Apa itu Mahayana ?
 
“Ada yang unggul, universal ditujukan bagi semua makhluk. Dan yang diperoleh adalah keunggulan, karena berusaha mencapai Kebuddhaan.” Yang dimaksud adalah demi menuntun semua makhluk ! ‘Unggul’ karena lebih tinggi satu tingkat, oleh karena itu dikatakan unggul. Demi apa ? Dia mempunyai tujuannya. Demi apa ? Menekuni bhavana demi semua makhluk. Ini adalah Mahayana. Tentu saja yang diperoleh juga merupakan hasil yang sangat unggul. 
 
Mengapa demikian ? Juga demi mencapai Kebuddhaan, merealisasi tingkatan Tathagata, bhavana dengan tujuan ini disebut Mahayana.
  
Dengan demikian Mahayana dan Hinayana telah dibedakan. Di dalam tidak dibahas mengenai Tantrayana. Sesungguhnya Hinayana ini masih dibagi menjadi dua macam. 
 
Hanya mengulas Hinayana ini sudah terbagi menjadi dua. Dikatakan bahwa di dalam Hinayana ada dua macam : ‘Sravaka’ dan ‘Pratyeka-buddha’.  Di sini Hinayana dan Mahayana diulas menjadi satu, dan memisahkan Tantrayana. 
 
Bagaimana dengan pengulasan Tiga Yana ? Ada versi yang demikian : Mahayana dan Madhyayana disebut Pratyeka-buddha ; Hinayana disebut ‘Sravaka’, dengan demikian menjadi Tiga Yana. Namun versi yang dipakai di sini adalah Tiga Yana yang menunjuk pada : Mahayana, Hinayana dan Tantrayana. 
 
Sekarang kita lihat, apa itu Sravaka ? Perlu dijelaskan terlebih dahulu apa itu Sravaka dan apa itu Pratyeka-buddha. Pemakaian kata dalam Bahasa Mandarin sangat unik ! ‘Sheng-wen’ ( Sravaka ) , ‘Sheng’ adalah suara, ‘Wen’ adalah mendengar. Sebuah penjelasan yang sangat baik ! Anda mendengar suara maka disebut ‘Sheng-wen’. Suara apa yang didengar ? 
  
Sakyamuni Buddha Berdharmadesana, mengajarkan kepada Anda , Anda mendengar suara Tathagata, inilah ‘Wen’. Kemudian Anda tercerahkan akan dukha, samudaya ( sebab-sebab dukha ), nirodha ( berakhirnya dukha ), marga ( jalan menuju berakhirnya dukha). Anda menekuni bhavana berdasarkan Empat Kebenaran Mulia, kemudian merealisasikan Kearahatan, inilah Sravakayana ; Yaitu Hinayana, ini merupakan salah satu penjabarannya. 
  
Penjabaran yang kedua adalah, dengan suara dari Kebuddhaan, untuk pendengaran dari para insan ; Menggunakan suara Kebuddhaan, memperdengarkannya kepada para insan, menuntun mereka, ini disebut Sravaka. Ini merupakan makna Sravaka versi yang kedua.  
 
Penjabaran Sravaka yang ketiga yaitu : Ketahuilah bahwa di dunia ini yang disebut dengan ‘aku’ dan ‘insan’, sesungguhnya : Tiada atribut aku, tiada atribut manusia , tiada atribut insan dan tiada atribut usia. Tiada aku, tiada manusia, tiada insan, apa yang tersisa dari dunia ini ? Dulu dalam buku saya pernah menuliskannya, mengenai asal mula dunia ini, ternyata dimulai dari suara. Semua yang berwujud , pada hakekatnya tiada, sepenuhnya berawal dari suara.   
 
Aksara yang pertama adalah ‘Sheng’ ( Suara ) . Saat segala sesuatu di dunia ditransformasikan menjadi tiada, hanya tersisa suara. Kemudian bagaimana dengan ‘Wen’ ( Mendengar ) ?  Anda berusaha menyadari kebenaran di balik suara ini, apa yang Anda sadari ? Sama sekali tiada eksistensi dari aku, tiada eksistensi manusia, tiada eksistensi insan, inilah ‘Mendengar’.
 
Oleh karena itu, dulu pernah saya katakan bahwa Dharma Agung tiada yang lain, kuncinya tak lain tak bukan hanya beberapa aksara saja ! Yaitu : “Tiada aku, tiada manusia, tiada insan dan tiada usia.” , “Tiada ruang, tiada waktu.” ( Usia menunjuk pada waktu ) , ( Tiada ruang adalah tiada dunia material ). ‘Tiada usia’ adalah tiada waktu ; Anda berusaha Mencerahi ini , berjalan dari sini, maka Anda akan mencapai Sravakayana. 
  
Demikian pula dengan Empat Kebenaran Mulia : dukha, sebab dukha, berakhirnya dukha dan jalan menuju berakhirnya dukha. Atau : Sebab dukha, dukha, jalan untuk mengakhiri dukha dan berakhirnya dukha. Ini semua adalah ‘dukha’ , semua sebabnya diketahui, kemudian mencerahi jalannya, dan melebur dalam lenyapnya dukha. Menekuni bhavana dari sini untuk mencapai ‘Tiada aku, tiada manusia dan tiada insan.’ Inilah Sravakayana.  Makna yang terkandung sangat mendalam dan luas, tidak peduli bagaimanapun teori dalam Hinayana, namun pada dasarnya adalah demikian. 
 
 Berikutnya, apakah yang disebut dengan Pratyeka-buddha ( Du-jue ) ? Siapa yang mengetahuinya ? 
 
Apakah ini adalah karakter yang sangat baik dari Seattle Lei Tseng Temple ? Karakter dari para siswa, apapun yang saya tanyakan, seakan-akan semua tidak mendengarnya. Saya melontarkan pertanyaan, semua diam saja. Sebab semua tahu jawabanya pasti salah ; Kalau tidak dijawab justru semuanya benar.
  
Dulu pengajar kami di militer mengatakan : “Banyak bekerja banyak salah, sedikit bekerja sedikit salah, lebih baik tidak usah melakukan apapun supaya benar selamanya.”  Prinsip dia adalah saat kita tidak melakukan apapun, maka kita tidak akan disalahkan. Tapi , tidak boleh demikian ! Kelak saat saya sudah mengatakan, maka semua harus menjawab. Sebenarnya jawaban kalian banyak benarnya. Namun adakalanya di dalam yang benar ada kesalahan, di dalam kesalahan juga ada benarnya. Antara benar dan salah, sesungguhnya juga sangat sukar untuk dibahas, juga tidak ada satu standart yang pasti.
 
Tidak peduli bagaimanapun, saya harap semua memiliki keberanian untuk mengungkapkan,  supaya saya tidak melakonkan monodrama. Jika demikian bisa menjadi ‘Pratyeka-buddha’ ( Pencerahan Pribadi )   
 
Pratyeka-buddha dapat dijabarkan secara sederhana berdasarkan aksara ‘Du-jue’ (獨覺 ) yaitu : Berusaha Mencapai Pencerahan Sendiri. Sangat sederhana, namun saat diberikan kesempatan pada kalian untuk menjabarkannya kalian juga tidak mau mengungkapkan.
 
Ada tiga versi penjabaran ‘Pratyeka-buddha’ : Yang satu adalah ‘Du-jue’ dan yang berikutnya adalah ‘Yuan-jue’ (緣覺) ; Bukan ‘Yuan-jue’ dari Pencerahan Sempurna , ‘Yuan’ di sini bermakna afinitas. Selain itu masih ada lagi yaitu ‘Bi-zhi’ (辟支) , aksara ‘Bi’ ini seperti aksara tembok namun menghilangkan aksara ‘Tu’ ( Tanah ) ; Sedangkan aksara ‘Zhi’ adalah zhi untuk satuan. Anda pasti ingat ada satu macam Buddha yang disebut dengan Bi-zhi Fo (辟支佛), Ia adalah Pratyeka-buddha, disebut juga ‘Du-jue’ atau Yang Mencapai Pencerahan Sendiri.
 
Dia lebih menyukai kesunyian, menajalani hidup dengan sunyi ; Suka sendirian, berada dalam ketenangan, mencari kedamaian batin. Ini yang disebut sukha dalam kesunyian.
 
Dia tidak mempunyai mitra dalam melatih diri, dia sendirian saja.
 
Kita mengucapkan : person to person, maksudnya adalah satu orang menghadapi satu orang. Talk ‘ speak, satu terhadap satu. Jadi mereka ada dua orang. Sedangkan ‘Pratyeka-buddha’ hanya seorang diri, tidak ada mitra untuk bersama-sama menekuni bhavana.  Dia tidak pernah mendengarkan Buddha Dharma, tidak ada Buddha Tathagata yang menuntunnya, tidak pernah mendengar Sutra Buddha. Namun dia bergantung pada diri sendiri untuk tekun berusaha menyadari Kebenaran Tertinggi Alam Semesta. Dia mencapai Pencerahan ! Pada saatnya dia mencapai Pencerahan, pencapaian Kebuddhana ini disebut sebagai ‘Pratyeka-buddha’. 
 
Dari manakah dia memperoleh pencerahan ? Ia memperoleh pencerahan dari perenungan akan ‘dvadasavgapratitya-samutpada’ ( 12 Sebab-musabab : ketidaktahuan – bentuk bentuk perbuatan – kesadaran – nama dan rupa – enam indera – kesan kesan – perasaan – keinginan – kemelekatan – proses tumimbal lahir – kelahiran kembali – kelapukan , sakit dan mati ) ; Segala sesuatu semenjak mereka lahir, terus hingga meninggal dunia, semua fenomena dan perubahan-perubahan dalam kehidupan, semua dimeditasikan hingga Tercerahkan. Juga dapat dilakukan meditasi melalui rupa, perasaan, pengenalan melalui pikiran, bentuk bentuk perbuatan dan kesadaran, merenungkannya hingga Tercerahkan. 
  
Sampai akhirnya dia mencerahi Kebenaran Tertinggi Semesta, walau tiada Tathagata yang membabarkan Dharma kepadanya, dia juga tidak pernah membaca sutra Buddha, namun dia dapat mencapai Pencerahan, inilah Pratyeka-buddha.    
 
Oleh karena itu di dalam Hinayana juga mencakupi Sravaka dan Pratyeka-buddha. Apabila hendak dipisahkan, maka Mahayana merupakan Bodhisattvayana , sedangkan Madhyayana ( Kendaraan Tengah ) menunjuk pada Pratyeka-buddhayana ; Hinayana adalah Sravakayana. Dengan demikian telah terbagi menjadi Tiga Yana. Namun apabila membaginya menjadi Dua Yana, maka hanya Mahayana dan Hinayana. Sebab dalam Hinayana telah mencakupi Sravaka dan Pratyeka-buddha.  
  
Bagaimana dengan Tantrayana ? Sesungguhnya di manakah Tantrayana ini ? Dalam pembagian ini, Tantrayana telah termasuk di dalam Mahayana. Namun saya pribadi tidak setuju dengan teori yang mengatakan : “Dalam Mahayana telah mencakupi Tantrayana.” Saya kurang setuju ! Walau tentu saja dalam Tantrayana juga ada semangat Bodhisattva. Dia memang ada sedikit bagian Mahayana ; Tantrayana juga berusaha untuk menuntun semua makhluk ; Namun, makna guhya ( Makna mendalam yang nampak tersembunyi bagi kesadaran yang masih dangkal )  di dalamnya lebih tinggi daripada semangat Bodhisattva dalam Mahayana. 
 
Tahukah Anda bahwa dalam Tantrayana juga ada banyak praktek semangat Bodhisattva ? Seperti Sadhana Persembahan Tubuh, ini mengandung semangat Bodhisattva ; Seperti pujana, pujana ini juga merupakan semangat Bodhisattva ; Namaskara universal juga merupakan semangat Bodhisattva. 
 
Dalam Tantrayana ada banyak contoh semangat Bodhisattva, namun di dalam bhavana Tantrayana mengandung makna guhya yang lebih agung daripada semangat Bodhisattva dalam Mahayana. 
  
Oleh karena itu seharusnya Tantrayana dipisahkan menjadi satu yana tersendiri, tidak dapat dimasukkan dalam Mahayana.  
 
Pada mulanya dalam Agama Buddha Tiongkok, Tantrayana dimasukkan ke dalam Mahayana. Sesungguhnya harus dipisahkan ! Sebab makna guhya dalam Tantrayana sangat tinggi dan sangat mendalam ! Sebenarnya sadhana dalam Tantrayana sangat istimewa dan melampaui, tidak sama dengan Bodhisattvayana biasanya. 
  
Setelah pengulasan bagian ini,  semuanya sudah lumayan jelas. Yang berikutnya masih ada ‘Pendirian Hinayana’, risalah ini menjelaskannya panjang lebar. Namun penerjemahan di buku ini sangat kacau ! Bagaimana mendirikan Hinayana ? Ini semua karena penerjemahannya sangat kacau ; Risalah ini merupakan risalah agung, oleh karena itu yang dibahas mulai dari Tiga Yana, kemudian terus membahasnya hingga yang paling rahasia, yaitu Tantrayana. 
  
 Jika hendak mendiskusikan Tantrayana secara luas, di dalamnya ada banyak sekali, berbagai macam tingkatan, berbagai metode, sangat-sangat banyak ! Sebelum memasuki pembahasan mengenai berbagai metode dalam Tantrayana, risalah ini terlebih dahulu menjelaskan berbagai kosakata dalam Buddhsime. Namun kenyataanya saat kita membaca hasil terjemahan risalah ini, sangat sukar untuk dipahami, kalimatnya sangat sukar untuk dimengerti. 
 
Saya akan membacakan satu kalimat untuk kalian : “Demikian ini alat perubahan unggul dan rendah.” Apa maksud kalimat ini ? Seperti kalimat mengenai alat-alat kimiawi ? “Masing-masing apakah Yana tiap-tiap mengambil buahnya sendiri.” Ini kalimat macam apa ? Coba Anda baca , apakah dua kalimat ini dapat dijelaskan ? Apa arti dua kalimat tersebut ? 
 
“Pendirian Hinayana’ kata ini saja, dibaca bagaimanapun tetap saja sukar dipahami. Penggunaan kata-nya tidak tepat.
 
Apakah dalam kehidupan saya kali ini, perlu menulis ulang ‘Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana’ ini dalam bahasa sehari-hari ? Apabila saya menulisnya dalam bahasa sehari-hari, dikuatirkan sangat panjang, dan waktu yang dibutuhkan sangat banyak. Sebab Risalah ini sangat baik. Namun sayang sekali penggunaan kalimat dan tata bahasa dari penerjemahnya kacau balau, hingga mempengaruhi distribusi risalah ini.
  
Masing-masing dari kita bisa mempunyai satu buku risalah ini, semua sudah membelinya, sebab Mahaguru hendak mengulasnya, apalagi kalian juga menekuni Tantrayana, oleh karena itu kalian membelinya, namun setelah membelinya, apa yang dilakukan ? Meletakkanya dalam rak buku, di tata rapi nampak sangat sedap dipandang. Bagaikan kitab suci Agama Buddha, seakan-akan yang mengkoleksinya adalah orang yang sangat berpendidikan. Orang yang mengunjungi ruang buku Anda akan mengatakan , Wah ! Di sini ada koleksi Tripitaka 12 Bagian ! Wah ! 18 Tapak Penakluk Naga ! Banyak sekali ! Hebat ! Ada banyak sutra dan buku di sini !  Padahal mungkin saja tiap tahun Anda hanya menyentuhnya sekali. Yaitu pada saat Anda membersihkan debu yang menempel, setelah itu ditata kembali ke dalam rak. Sekalipun lewat masa bertahun-tahun Anda juga sangat sukar untuk bisa membacanya. 
 
Namun memang kenyataan, banyak sutra-sutra yang enak dibaca ; Seperti Tripitaka 12 bagian, penggunaan kalimat ( terjemahan ) di dalamnya bahkan lebih baik daripada risalah ini. Sedangkan terjemahan risalah ini, sungguh merupakan terjemahan yang paling buruk. 
  
Apabila saya adalah Tsongkapa, maka saya akan tidak terima ! Bagaimana mungkin diterjemahkan seperti ini ? Menerjemahkannya ke dalam Bahasa Mandarin juga harus saling berkaitan, bukankah tujuannya adalah supaya semuanya bisa memahami ! Tapi yang ini baru dibaca dua kalimat saja sudah tidak jelas, contohnya seperti tadi :  “Alat perubahan” dan “Dua ruang.” Apakah yang dimaksud dia adalah dua buah toilet ? “Alat perubahan” apakah maksudnya adalah ‘Alat kimiawi’ ?  Oleh karena itu saya bertanya kepada kalian, apakah sudah membaca risalah ini ? Ada yang membacanya secara acak, ada juga yang hanya membaca satu atau dua bagian, ada juga yang samasekali tidak membacanya, ada juga yang merasa tidak sanggup membacanya, bahkan ada siswa yang mengatakan : “Risalah ini terlampau baik .” Saya katakan, baik bagaimana ? “Karena cukup hanya membaca dua paragraf saja sudah tertidur.” Dia mengatakan cukup membaca satu paragraf sudah tertidur, jadi merupakan metode tidur terbaik, membacanya menjadi sangat kesal, lebih baik ditutup dan tidur saja. Sungguh sangat disayangkan ! Padahal risalah ini sangat baik, tiap – tiap bagian telah diulas dengan sangat jelas, contohnya adalah mengenai Tiga Yana. Di dalamnya mencakup sangat luas dan semua dibabarkan dengan jelas, hanya patut disayangkan hasil terjemahannya tidak baik. Hari ini kita mengulasnya sampai di sini. 
 
Besok kita mengulas bagian : “Pendirian Hinayana”. Bagian ini lebih sukar untuk dibaca ! Ya Tuhan ! Namun saya telah membacanya. Masih lumayan, sebagai Mahaguru tentu bisa memahami beberapa bagiannya. Tidak peduli bagaimanapun Anda menuliskannya, begitu saya memejamkan mata, maka langsung memahami maknanya. Ini sudah jelas isinya tidak nyambung, tapi saya bisa memahaminya. 
  
 Seperti saat saya berada di Chicago, ada seorang siswa yang saluran pembuangan di selokan restorannya buntu, ia bermimpi melihat Mahaguru pergi sambil membaca sekop, dan mengatakan : “Saya bantu supaya salurannya dapat lancar.” Ah ! Besoknya selokan itu sudah lancar ! Restoran di Amerika, jika saluran pembuangannya buntu, maka petugas kebersihan Amerika akan menutup restoran tersebut karena dipandang tidak memenuhi syarat . Dia telah membayar U$ 20,000 kepada perusahaan saluran air, tapi semua usahanya gagal. 
 
Akhirnya dia bermimpi Mahaguru datang membawa sekop, kemudian pergi untuk membuang sumbatan di selokan. Keesokan harinya saluran itu sudah lancar, dia bisa menghemat U$ 20,000 karena tidak perlu memanggil perusahaan tersebut. Oleh karena itu dia sendiri secara khusus turun tangan di dapur dan menjamu kita semua. Dari sini dapat diketahui Mahaguru memiliki kekuatan untuk menembusi. 
   
Saya bukan petugas kebersihan, bukan petugas yang membawa sekop untuk mengatasi sumbatan di saluran air, namun saya memiliki kekuatan penembusan. Saya menggunakan pikiran untuk membaca risalah ini, begitu menjumpai kalimat yang buntu, maka saya memejamkan mata, merenung sejenak dan akhirnya tembus ! Semua menjadi jelas dan dapat mengulasnya. 
  
Kelak saat kalian membaca sutra, sungguh memerlukan kekuatan inspirasi, harus mampu membangkitkan kekuatan penembusan. Begitu membaca sutra dapat mengetahui di mana letak  intisarinya. Bagaimana melebur dalam maknanya. Inilah yang terutama, ada pada bagaimana Anda merenungkannya. Baiklah ! Om. Mani . Padme. Hum
  
18 Juli 1994 
慶賀真佛宗根本傳承上師八十聖壽 「一生一咒」800萬遍上師心咒活動,從今年師尊的佛誕日正式啟動,請參加者到TBSN官網以下鏈接登記資料: 每持滿十萬遍上師心咒者,宗委會將把名單呈給師尊加持。每持滿一百萬遍者,將列名護摩法會功德主,資料請師尊主壇護摩法會時下護摩爐。