2015-01-03 Sastra Jalan Agung Menekankan Pancasila, Sepuluh Kebajikan, dan Sila
2015-01-03 Sastra Jalan Agung Menekankan Pancasila, Sepuluh Kebajikan, dan Sila
Ceramah Sadhana Dzogchen ke-120 oleh Dharmaraja Liansheng Sheng-yen Lu pada Upacara Agung Homa Amitabha, Sabtu, 3 Januari 2015 di Taiwan Lei Tsang Temple
Pertama-tama kita sembah puja pada guru silsilah, sembah puja pada Bhiksu Liaoming, sembah puja pada Guru Sakya Dezhung, sembah puja pada Gyalwa Karmapa ke-16, sembah puja pada Guru Thubten Dhargye, sembah puja pada Triratna Mandala, sembah puja pada adinata homa hari ini "Namo Sanshi Liuwanyi Yishi Yiwan Qiuqian Wubai Tongming Tonghao Amituofo. Om. A Mi Die Wa Xie. Om Mani Padme Hum. Om. Xu. Xu. Suo. Suoha. Trini Arya. Amitabha. Avalokitesvara, dan Mahasthamamprapta".
Gurudhara, Thubten Ksiti Rinpoche, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, Ketua Vihara, para umat se-Dharma, dan umat se-Dharma di internet, tamu agung yang hadir antara lain Nyonya Sekretaris Jenderal Coordinating Committee for North American Affairs, Executive Yuan Sdri. Judy, Akademisi Academy of Sinica Prof. Hsi-Yi Chu dan istri Ibu Chen Wen-Wen, Tim Profesor Doktor Zhen Fo Zong – profesor yang direkrut khusus Prof. Wang Li, Prof. Hong Xin-Yi, Prof. Cai Guo-yu, Prof. Gu Hao-Xiang, Prof. Ye Shu-Wen, Prof. You Jiang-Cheng, DR. Liang Chao-fan, dr. Lin Jun-An, dosen Fakultas Ilmu Administrasi University of Aomori, Jepang DR. Eigo Egawa Shizuka. Perwakilan Walikota Taoyuan ZhengWen-Can – dr. Guo Zhi-Yong, Penasihat Pemerintah Kota Taoyuan Bpk. Lu Zhen-Yuan dan istri, Legislator Kota Kaohsiung Bpk. Xu Zhi-Jie, Ketua Kantor Komisi Negara Bpk. Chen Yong-Sheng, Wakil Ketua Nona Ou Shu-Ying, Anggota Parlemen Kota Tainan Cai Wang-Quan, Ketua Pengurus Lotus Light Charity Society kawasan Taiwan Bpk. Li Chun-Yang, kakak kelas Mahaguru dari Chung Cheng Institute of Technology selaku Wakil Dosen merangkap Ketua Departemen Survei Bpk. Shen Xie-Min, my university classmates Bpk. Zhu Jin-Shui dan istri Ibu Chen Ze-Xia, Presiden Direktur Ching Yi Biotech Co. Ltd. Ibu Zhang Yu-Zhen, Datuk Malaysia Bpk. Li Ming-Guang dan istri Datuk Ibu Chen Mei-Hua, Ketua Komisaris PT. Budaya Daden Indonesia Bpk. Chan Ardjoen, Produser Sembilan Tingkat Dzogchen, Diktat Hevajra, dan Ulasan Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana - Acarya Lianyue, produser acara Gei Ni Dian Shang Xin Deng di CTI Sdri. Xu Ya-Qi, my sister Ibu Sheng-Mei Lu, Perwakilan Anggota Parlemen Kota Taichung Su Bo-Xing. Terimakasih kepada Ketua Komisaris Ching Yi Biotech Co. Ltd. Bpk. Wu Guan-De berdana konsumsi sebesar 100 ribu NT, Sdri. Xu Rui-Ling dari Cetiya Shude berdana konsumsi sebesar 100 ribu NT. Selamat siang semua! Apa kabar semua! (Bahasa Taiwan) Apa kabar! Apa kabar semua! (Bahasa Kanton) Emkoi! Emkoisai! (Bahasa Kanton: terima kasih semua) Selamat siang and selamat petang (Bahasa Indonesia) (Bahasa Jepang: apa kabar) Good afternoon! (Bahasa Inggris) Hola Amigo! (BahasaSpanyol: apa kabar) Kam-sam-ni-da! (Bahasa Korea: terima kasih) Sawadika!(Bahasa Thai: apa kabar) Terima kasih atas kehadiran Anda semua pada Upacara Homa kali ini, Happy New Year! Selamat Tahun Baru.
Hari ini mengadakan homa Tathagata Amitabha. Adinata yang satu ini adalah Yidam Mahaguru. Mahadewi Yaochi, Amitabha, Ksitigarbha adalah Yidam Bhavana yang sangat Mahaguru hormati dan yakini.Tathagata Amitabha memiliki sebuah nama agung yang sangat istimewa, yaitu "Namo Sanshi Liuwanyi Yishi Yiwan Qiuqian Wubai Tongming Tonghao Amituofo", kita menjapa nama Buddha, seketika japa 36 triliun 119.500 nama yang sama Amitabha, orang biasa menjapa nama Buddha, hanya japa 6 aksara nama Buddha, yaitu Na Mo A Mi Tuo Fo, juga ada yang 4 aksara, Buddhist Lotus Society menjapa 4 aksara, "A Mi Tuo Fo A Mi Tuo Fo A Mi Tuo Fo A Mi Tuo Fo A Mi Tuo Fo A Mi Tuo Fo A Mi Tuo Fo A Mi Tuo Fo ....." (Mahaguru menyanyikan). Ada lagi "Na Mo A Mi TuoFo Na Mo A Mi Tuo Fo Na Mo A Mi Tuo Fo Na Mo A Mi Tuo Fo Na Mo A Mi Tuo Fo NaMo A Mi Tuo Fo Na Mo A Mi Tuo Fo Na Mo A Mi Tuo Fo ...." (Maha Guru menyanyikan), juga ada cara penjapaan demikian. Cara penjapaan bermacam-macam, yang Zhen Fo Zong kita japa adalah "Namo Sanshi Liuwanyi Yishi Yiwan QiuqianWubai Tongming Tonghao Amituofo". Ketahuilah, memang ada. Saat periode awal saya mendalami Agama Buddha, saya pernah membaca sebuah buku yaitu Sutra Sukhavati Nagarjuna 龍樹淨土文(義), didalam ada sebuah artikel, menceritakan seorang nenek, ia berikrar menjapa nama Amitabha, ia pun mengambil sebuah tong beras yang sangat besar, nenek ini memasukkan beras ke dalam tong beras ini, sehabis menjapa satu kata Amitabha, beras pun dikeluarkan, berikrar menjapa sejumlah semua beras di dalam tong beras. Ia mulai menjapa dari umur 60 lebih, hingga umur 70 lebih, beras didalam tong beras belum habis di japa, masih sisa 1/3. Ketika ia japa sampai umur 80 lebih, mungkin japa sampai tubuhnya tidak sanggup lagi, menemukan bahwa di dalam tong beras masih ada beras, ia merasa ikrarnya belum terpenuhi, ia sangat sedih, ia pun berdoa pada Amitabha, "Bagaimana? Saya berikrar menjapa semua beras di dalam tong beras, setelah menjapa begitu lama, masih belum habis?" Ia bertanya pada Amitabha, apa yang harus ia lakukan. Malamnya, Amitabha muncul di dalam mimpinya dan memberikan petunjuk, "Anda japa saja "Namo Sanshi Liuwanyi Yishi Yiwan Qiuqian Wubai Tongming Tonghao Amituofo". Kemudian, balikkan seluruh tong beras, maka, semua telah selesai dijapa". Alhasil, benar-benar saat ia selesai menjapa, semua beras di dalam tong beras di tumpahkan, keesokan harinya, ia pun terlahir di Buddhaloka, terlahir di Sukhavatiloka Barat. Sejak itu, semua orang mulai memperluas, melayangkan surat bertanya pada Mahaguru, "Boleh menjapa "Namo Sanshi Liuwanyi Yishi Yiwan Qiuqian Wubai Tongming Tonghao Lianhua Tongzi?" Saya hanya membaca di dalam Sutra Sukhavati Nagarjuna tertulis menjapa Amitabha boleh dijapa demikian. Ini adalah cara praktis. Biasanya, kita tetap harus mengikuti aturan, sampai saat darurat, Anda baru berseru "Sanshi Liuwanyi Yishi Yiwan Qiuqian Wubai Tongming Tonghao Amituofo". Kadang-kadang japa Buddha adalah kemudahan! Selesai menjapa Amitabha, harus menjapa Avalokitesvara, juga harus menjapa Mahasthamaprapta. Untuk Avalokitesvara, japa "Om Mani Padme Hum", Mahasthamaprapta japa "Om. XuXu. Suo. Suoha.", saya biasanya japa Buddha seperti itu. Dulu saat japa Buddha, saya pernah belajar "Na-mo-a-mi-tuo-fo" (Mahaguru menyanyikan), japa namaksara Buddha, Anda merasa Anda sangat santai, maka japa seperti ini. Benar-benar ingin mejapa Amitabha sangat dalam, sangat konsentrasi, "Na-mo-a-mi-tuo-fo" (Mahaguru menyanyikan), ini juga cara penjapaan enam aksara Buddha. Dharma Penjapaan Buddha pada akhirnya juga bisa terlahir di alam suci. Penekunan Tantra kita, menekuni Sadhana Yidam Amitabha, sama-sama bisa cepat sekali kontak yoga dengan Buddha Amitabha, terlahir di alam suci Amitabha.
Mengapa Sukhavatiloka Barat demikian terkenal? Sedangkan Vaiduryaloka dari Buddha bhaiṣajyaguru-vaiḍurya-prabhāsa di Timur, dan alam Buddha Amoghasiddhi di Utara, alam Buddha Ratnasambhava di Selatan, mengapa tidak demikian terkenal? Menurut penelitian dari Master Yinshun, orang India cenderung memuja matahari senja, cenderung mengagumi semacam perasaan saat matahari hampir terbenam, mereka menikmati semacam perasaan perpaduan antara kecemerlangan dan kesuraman dari matahari terbenam. Karena hari ini telah berlalu. Sehingga, sangat mengagumi matahari senja. Matahari senja pasti di barat, di India, Buddha ada di Sukhavati Barat, terutama karena mereka memuja mentari senja. Itu sebabnya, Sukhavatiloka Barat sangat terkenal. "Mentari senja indah tiada tara, hanya saja mendekati senja", mentari senja ada semacam terang yang sangat cemerlang, bahkan ada semacam kesuraman, semacam perasaan bahwa hari ini sudah mau berakhir. Oleh karena itu, Sukhavatiloka Barat sangat terkenal. Dalam bersadhana, asalkan kita melakukan pradaksina di Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, menjapa nama Buddha, Amitabha pun turun.
Tadi Amitabha telah turun, Ia membimbing empat siswa Malang, Indonesia, satu keluarga empat orang, mereka korban kecelakaan pesawat terbang Air Asia. Oleh karena itu, juga khusus mengundang mereka, menuntun mereka naik ke Sukhavatiloka Barat. Selain itu, saya juga menambahkan lagi satu kalimat, karena Amitabha menuntun mereka berempat, atau juga menuntunsemua penumpang pesawat, ini barulah hati maha-maitri karuna! Oleh sebab itu,saat Mahaguru melakukan penyaluran jasa, keempat siswa Zhenfo Zong dan semua korban, bersama-sama dituntun di alam suci Sukhavatiloka Barat, ini adalah hati maha-maitri karuna sadhaka, semua yang ditemui, semua memperoleh pembebasan, asalkan Anda bertemu Buddha, semua memperoleh pembebasan. Sadhana Yidam Amitabha juga sebuah sadhana besar.
Dulu ada orang bertanya pada Acarya Norna, "Sadhana apa yang paling besar?" Acarya Norna menjawab, "Sadhana Amitabha paling besar". Umat Buddha seluruh dunia, selama itu umat Buddha Timur, begitu bertemu muka, pasti menjapa, "Amitabha" Tidak ada orang yang begitu bertemu muka menjapa "Namo Buddha Sakyamuni", semua orang menjapa "Amitabha". Olehkarena itu, Acarya Norna menjawab, "Sadhana Amitabha adalah sadhana yang paling besar", Ia juga Yidam Mahaguru.
Ini adalah sekilas berita, "Mohon Mahaguru memberkati Upacara Agung 8 Maret, mohon dukung pendidikan seni kehidupan, pendidikan kehidupan adalah kaum rehabilitasi dan siswa putus sekolah, terutama untuk bakti sosial, Acarya Lianyue dan Acarya Lianmiao membuat T-shirt Mahamayajala, satu potong seharga 350 NT, mendorong setiap orang mengenakan T-shirt ini untuk mengikuti Upacara Agung".
(Acarya Lianmiao membentangkan pakaian) Beliau berkata, satu garis ini berarti jalan, cinta, syukur, dan toleransi, merupakan makna "Mahamaya", saya percaya dilukis oleh Acarya Lianmiao, oleh karena itu, Beliau mau mengiklankan diri sendiri. (Acarya Lianmiao: ini untuk membantu siswa putus sekolah dan kaum rehabilitasi.) Oh! Usaha sosial, bukan mengiklankan diri sendiri. Acarya Lianmiao akhir-akhir ini mengatakan bahwa lukisannya resmi terdaftar di Exchange Of Hong Kong Chinese Culture, lukisannya berjudul "Miao Yun Tian Cheng", lukisannya sudah resmi masuk pasaran, saya tidak tahu apa itu masuk pasaran, apakah dijual di pasar? Ia mengatakan dijual di bursa, (Acarya Lianmiao: Bursa Budaya, bukan bursa saham, tetapi bursa budaya seni, berskala nasional, terima kasih atas pemberkatan Mahaguru.) Oleh karena itu, lukisan Acarya Lianmiao luar biasa, berskala nasional! Lukisan Mahaguru berskala pribadi, lukisan Mahaguru tidak ada skala nya, siapapun boleh beli. Lukisan Acarya Lianmiao mesti dibeli di tempat pemasaran, di sinilah perbedaannya.
Mari kita mengulas sejenak Dzogchen Tantra, sekarang mengulas tentang Sastra Jalan Agung dan Y.A. Atisa, saya baca satu paragraf, namun paragraf ini kurang berarti, "Ada orang melihat Acarya Liansheng mengenakan topi kuning, mengenakan jubah kuning, merasa sangat unik, berasumsi bahwa Acarya Liansheng karena memiliki silsilah langsung dari Padmasambhava, seharusnya tergolong Sekte Merah (Nyingmapa), seharusnya mengenakan topi merah, mengenakan pakaian merah, mengapa jubah kuning, topi kuning?"
Ketahuilah, sebenarnya berubah-ubah, tentu saja Mahaguru memiliki topi kuning, juga memiliki jubah kuning, namun juga ada topimerah, juga ada pakaian merah, juga ada topi biru, juga ada pakaian biru, juga ada topi putih, juga ada pakaian putih, karena Mahaguru sendiri memiliki empat jenis silsilah, Gyalwa Karmapa ke-16 adalah silsilah Sekte Putih, Bhiksu Liaoming adalah silsilah Sekte Merah, Guru Thubten Dhargye adalah silsilah Sekte Kuning, ada lagi silsilah Sakyapa, Guru Sakya Dezhung adalah silsilah Aliran Sakyapa, oleh karena itu beraneka warna, mengenakan pakaian dan perhiasan yang beraneka warna. Mahaguru memiliki silsilah empat aliran, pakaian pun diganti-ganti. Sebenarnya, segala sesuatu itu berubah-ubah. Mari cerita sebuah lelucon, istri berkata, "Sayang, saya ingin belajar berenang, karena berenang bisa menguruskan badan, bisa diet". Suami berkata, "Kamu jangan terlalu kurus, kamu lihat ikan paus, berenang 24 jam, pernahkah dia kurus?" Berenang seharusnya juga bisa menguruskan badan, hanya ikan paus berenang tidak bisa menguruskan badan, beda. Baru saja melewati tahun baru masehi, selanjutnya adalah melewati tahun baru imlek, saat tahun imlek, Gurudhara akan kembali. Namun, segala sesuatu itu berubah-ubah. Pakaian Mahaguru, pakaian yang dikenakan, berubah-ubah. Pakaian yang dikenakan zaman Sang Buddha, seharusnya mendekati bhiksu Thailand sekarang, menggunakan sepotong kain diikat pada tubuhnya. Setelah sampai Tibet, juga pernah di modifikasi, yaitu jubah Lama, sampai di China, juga pernah di modifikasi, warna dan pakaian di modifikasi, sampai di Jepang, juga di modifikasi, sampai di Taiwan, di Zhenfo Zong kita, juga di modifikasi. Kita punya dua lengan baju, modifikasi jubah Lama yang dikenakan Orang Tibet memperlihatkan sebuah pundak, yang kita kenakan agak beda. Ketika sebagian Rinpoche dan Lama Tibet datang, melihat pakaian kita seperti ini, mereka juga mencoba mengenakan seperti ini, mereka mengatakan sangat praktis, tidak perlu setiap hari di sana ikat sana ikat sini. Rok mereka juga diikat, kita menggunakan karet. Mereka ada kostum tersendiri untuk pakaian dalam dan pakaian luar, mereka memperlihatkan pundak, harus sering menyandang jubah Zen ke sana ke mari. Mengapa harus disandang ke sana ke mari? Karena setelah kendur, maka harus dikencangkan, senantiasa mewaspadai keagungan diri sendiri. Tidak seperti kita, setelah dikenakan memang seperti itu, bagaimanapun kita berjalan, tidak akan berubah bentuk, tetap agung selamanya. Ada artinya. Agak beda dengan jubah Zen yang dikenakan bhiksu Eksoterik Taiwan sekarang, karena jubah Zen yang dikenakan bhiksu Eksoterik ada kaitan yang berbentuk lingkaran, mesti dikait, kemudian dijepit dengan penjepit, pakaian kita akan berubah, agak santai, setelah menyandang jubah Zen dan jubah sila, tidak perlu perhatikan lagi. Namun, seperti Thailand atau Asia Tenggara, atau seperti Tibet, mereka masih menuruti tradisi, cara berpakaian yang agak tradisional. Namun, sampai di Jepang, pakaian yang dikenakan bhiksu Jepang itu warna-warni,begitu dikenakan seperti semangat Bushido, indah sekali. Pakaian Bushido Jepang itu bagian pundaknya terangkat, lurus, pundak lurus, jubah Lama berwarna hitam, pakaian atas berwarna hitam, dan tepian putih yang bergelombang, selain itu,masih ada yang keluar dengan berpakaian jubah Bushido, sangat bersemangat. Menurut Anda, pakaian kita apakah mau dimodifikasi? Ini bisa diubah kapan pun, sungguh. Oleh karena itu, tadi membaca paragraf ini tidak ada apa-apanya, semua berubah-ubah.
Kecurigaan ini sangat beralasan, karena di dalam artikel singkat ini, harus diutarakan asal muasalnya. Sebelum Agama Buddha berdiri di Tibet, ada semacam aliran, bernama Ajaran Bon (Ajaran hitam), sesepuh bernama Shenrab Mivo, selalu menunjukkan keajaiban dengan ilmu mantra, membunuh dan mencelakai makhluk hidup, ia memiliki banyak pengikut di Tibet. Yang memiliki daya gaib yang besar, bisa mengubah musuh menjadi binatang, ada ilmu menurunkan es, ilmu berubah menjadi monster, ilmu terbang di angkasa, dan lain-lain, berbuat kejahatan dengan berbagai macam ilmu sihir.
Itu adalah zaman ajaran hitam, di Tibet sebelum memeluk Agama Buddha, tadinya ada sebuah aliran bernama Ajaran Bon atau ajaran hitam atau ajaran primitif, ajaran Saman yang mengemukakan paham animisme, sebenarnya di setiap tempat ada, tidak hanya di Tibet, mereka percaya segala sesuatu memiliki roh, melihat gunung menyembah gunung, melihat batu menyembah batu, melihat air menyembah air, melihat pohon menyembah pohon, semua memiliki roh, semua disembah. Di dalam juga ada guru ajaran, dulu Tusi Tibet adalah penekun Ajaran Bon. Belakangan, Padmasambhava masuk Tibet, perlahan-lahan menggabungkan ajaran hitam ke dalam ajaran Tantra, ada gejala perbauran, juga ada gejala pembubaran, juga ada saat-saat saling melawan, ada gejala seperti ini di dalamnya.
Padmasambhava masuk Tibet, menaklukkan ajaran hitam, menundukkan mereka menjadi kerabat, sehingga di dalam gatha pengundangan Padmasambhava ada kalimat "membasmi para pemuja Ajaran Bon". Saya pernah mengatakan, Padmasambhava adalah orang pertama yang membasmi Ajaran Hitam, sedangkan saya adalah orang kedua yang membasmi Ajaran Hitam, ini adalah persamaan antara zaman dulu dan sekarang.
Dulu saya pernah menulis sebuah buku, berjudul Ajaran Hitam dan Ilmu Hitam, ditulis pada periode awal. Ajaran primitif pada umumnya, tentu saja jauh berbeda dengan Ajaran Buddha, Ajaran Buddha terutama menyadarkan semua insan untuk mencapai pencerahan, ini adalah tujuan pokok Ajaran Buddha itu sendiri, mengajari semua insan harus mencapai pencerahan dan kebuddhaan. Namun, ajaran primitif pada umumnya seperti Ajaran Saman, hanya bisa dijadikan sebagai sarana memohon pemberkatan untuk dunia manusia. Ajaran Buddha mengajarkan kita mengamati dunia, memahami dunia, memahami diri sendiri,memahami kehidupan, memahami Dharma tertinggi Ajaran Buddha, agar semua manusia tersadarkan, ini adalah tujuan pokok Ajaran Buddha, terlepas dari ini bukan lagi Ajaran Buddha. Terlepas dari ini, lalu apa yang dilakukan? Menyembuhkan penyakit, tolak bala, bahkan mencelakai orang dengan agama, semua ada, seperti itulah Ajaran Hitam itu. Oleh karena itu, Padmasambhava menaklukkan semua Mara, membasmi Ajaran Hitam, sekitar tahun 747 Masehi, pada zaman Padmasambhava, Tibet tidak ada perbedaan ajaran, Ajaran Buddha berkembang pesat, India banyak bhiksu masuk ke Tibet secara berkesinambungan, Raja Tibet juga mengutus thon-misaṃbhoṭa belajar di India, dari Bahasa India di modifikasi menjadi Bahasa Tibet.
Bahasa Tibet adalah modifikasi dari Bahasa India, beda sekali dengan Bahasa China, Bahasa Tibet hasil modifikasi dari Bahasa India. "Ajaran lama (Nyingmapa) dan ajaran baru (Gelugpa) Tibet, baru ada pada tahun 971 Masehi, sebelum tahun 971 disebut sebagai periode awal pembabaran Dharma, setelah tahun 971 adalah periode akhir pembabaran Dharma.”Ajaran Buddha dibagi periode, ada periode awal pembabaran Dharma, ada periode akhir pembabaran Dharma".
"Periode ajaran lama, karena Buddhadharma yang dibabarkan sangat banyak, orang biasa tidak mampu mencerna, sedangkan Lama Sekte Merah juga perlahan-lahan banyak yang meninggal karena sakit, banyak yang terperosok ke dalam formalitas dan mistik, saat itu, Raja Tibet merekrut Yang Mulia Atisa dari India masuk ke Tibet, menurut legenda Tibet, Atisa adalah inkarnasi dari Padmasambhava".
Legenda mereka memang seperti itu, namun, bukan tidak akurat, sulit dikatakan, karena legenda! Contohnya Sejarah Tiga Kerajaan, artinya itu ada dasar sejarah, Novel Sejarah Tiga Kerajaan itu tidak ada dasar sejarah, tergolong versi novel, versi legenda. Ada sebagian agak mendekati sejarah, ada sebagian terlepas dari fakta sejarah, beda.
"Sementara, pada saat Padmasambhava di Tibet, pernah berkata, “Setelah saya pergi. Buddhadharma Tibet akan menjadi sangat kacau, saat itu jika muncul seseorang berwujud bhiksu, mengajarkan umat manusia Pancasila dan sepuluh kebajikan, bersarana pada Triratna, dan membangkitkan Bodhicitta, Beliau adalah inkarnasi saya".
Sebenarnya, sesepuh Gelugpa Tsongkhapa juga demikian, Sastra Jalan Agung adalah tulisan Atisa, Ulasan Risalah Agung Tahapan Jalan Bodhi adalah tulisan Tsongkhapa, juga di analisa berdasarkan Sastra Jalan Agung dari Atisa (Sastra Jalan Agung, Ulasan Risalah Agung Tahapan Jalan Bodhi), diulas ulang. Oleh karena itu, Kadampa, saat itu Atisa menciptakan sebuah aliran, yaitu Kadampa, Gelugpa diciptakan oleh Tsongkhapa, sebenarnya juga merupakan peralihan dari Kadampa.
Mari cerita sebuah lelucon, putra bertanya padaayah, "Konon zaman dulu, sampai menikah baru dapat melihat dengan jelas wajah mempelai wanita, apakah benar?" Ayah menjawab, "Tentu saja benar, namun,mempelai wanita zaman sekarang, harus tunggu sampai sesudah menikah baruperlahan-lahan memperlihatkan wajah aslinya." Bisa berubah, sebelum menikah dan sesudah menikah akan berubah. Di dalam perusahaan, ada seorang Presiden Wang dan ketua Liu, mereka berdua menikah. Kedua pria ini sering bersama-sama bertukar pikiran mengenai kesan dan pengalaman setelah menikah. Presiden Wang berkata, "Istri saya munkgin sudah menopause, gampang sekali lupa, sering membawa pisau lalu mencari pisau di seisi rumah, kadang-kadang saya tidak tahan dengannya". Memegang pisau dan mencari pisau, ini adalah kejadian yang sering terjadi pada kami. Ada sebagian orang telah membawa pena, namun mencari penanya. Ketua Liu bercerita, "Kondisi Anda jauh lebih baik daripada saya, istri saya juga sering bawa pisau mencari saya di seisi rumah". Ini ada bedanya. Sesungguhnya, Ajaran Buddha di Tibet, dibedakan menjadi banyak periode, yang paling awal membangun rezim, seharusnya adalah Sakyapa, saat itu ada guru kerajaan dari Mongol, bernama Phag-mo gru-pa bKa'-brgyud. Sampai zaman Tsongkhapa, berubah lagi, Gelugpa membangun rezim, ini juga berubah-ubah, terus-menerus berubah-ubah, seluruh Tibet juga berubah-ubah, beberapa aliran, Sakyapa, Kargyupa, Gelugpa, semua pernah membangun rezim.
Atisa masuk Tibet, ternyata memang benar, mengajarkan umat manusia Pancasila dan Sepuluh Kebajikan, serta menasihati umat manusia membangkitkan Bodhicitta, itu sebabnya Orang Tibet bersama-sama mengakui bahwa Atisa adalah inkarnasi Padmasambhava. Atisa tentu saja adalah seorang Mahacarya yang telah mencapai keberhasilan, sesungguhnya, Beliau memahami semua sastra dari ajaran Eksoterik maupun Esoterik, memahami Sadhana Dzogchen dan semua Buddhadharma, Atisa tahu bahwa kekurangan Sekte Merah Nyingmapa adalah Sila, sedangkan Lama Sekte Merah gemar bersenang-senang, mengikuti hasrat terhadap duniawi, semua mengalami metamorfosis, ini tidak benar, "Sehingga, ajaran Atisa menekankan Pancasila dan Sepuluh Kebajikan, menekankan Sila, Ia menulis pemikiran dalam aspek ini menjadi sebuah buku berjudul Sastra Jalan Agung, membagi Buddhadharma Eksoterik maupun Esoterik menjadi 3 Jalan Agung, ini adalah kontribusi Atisa untuk Buddhisme Tibet, kalangan Buddhisme saat itu, semua menghormati-Nya".
Beliau adalah seorang Mahasiddha, ketika Beliau di India, sudah seorang Mahasiddha. Setelah Beliau belajar Dharma di India, lalu pergi ke Indonesia untuk berguru pada Master Sherlingpa, tepatnya di Jambi. Beliau dari India ke Sri Lanka, dari Sri Lanka ke Indonesia untuk bertemu Master Sherlingpa, mendapatkan banyak Dharma yang diajarkan oleh Master Sherlingpa, termasuk Tara Hijau, semua Bodhicitta, bahkan mencakup banyak ajaran, belakangan, Beliau dari Indonesia kembali ke India, setelah menjadi Mahasiddha, kemudian direkrut masuk Tibet, "Beliau mendirikan Ganden Monastery di Tibet,orang-orang belakangan juga menyebutnya Aliran Kadampa". Sebenarnya, saat itu, Ganden ada sebuah pelafalan, karena saat itu pelafalan kita kurang tepat, menyebutnya Aliran Kadampa, pelafalan ini lebih tepat.
"Sepengetahuan saya, Kadampa adalah reformasi dari Sekte Merah, dipimpin oleh Atisa, sedangkan Gelugpa yang belakangan menekankan Sila Bhiksu dan prinsip Triyana dari Ajaran Eksoterik, perintis Sekte Kuning, Tsongkhapa, setelah mempelajari Sastra Jalan Agung tulisan dari Atisa, kemudian, menulis dua sastra Ulasan Risalah Agung dan Ringkas Tahapan Jalan Bodhi, menjelaskan tentang metode penekunan 3 jalan agung. Oleh karena itu, Sekte Kuning Master Tsongkhapa, sebenarnya adalah kelanjutan dari Aliran Kadampa, Atisa".
Saya mengatakan ini adalah asal-muasal, bagaimana Sekte Kuning berubah menjadi Sekte Kadampa, kemudian bagaimana berubah lagi menjadi Sekte Gelugpa, juga berubah-ubah.
Ada seorang siswa SD ikut ayahnya menghadiri perjamuan pernikahan, melihat mempelai pria dan mempelai wanita memasuki arena, ia pun bertanya pada ayah, "Mengapa menikah harus memilih hari baik?" Ayah menjawab, "Karena setelah menikah, tidak ada hari baik lagi". Ini bisa berubah, sesungguhnya memang demikian, sungguh, saat manusia dan manusia sedang bersama itu segar, setelah melewati waktu yang agak lama, perlahan-lahan berubah, seperti kita mengenakan pakaian, saat baru pakai adalah pakaian baru, kemudian berubah menjadi pakaian lama, kemudian digantung, tidak dipakai lagi selamanya. Oleh karena itu, segala sesuatu sedang berubah, pakaian juga sedang berubah.
Dulu, Mahaguru sering mengenakan mahkota Pancadhyani Buddha, sekarang mengenakan topi kerucut, mengapa? Tidak ada mengapa, ada perbedaan dengan semua acarya, sebenarnya sama saja. Hanya saja ,kadang-kadang berubah-ubah, topi ini sudah lama dikenakan, lalu ganti topi lain. Setelah pakaian ini sudah lama dikenakan, lalu ganti pakaian lain. Sepasang sepatu yang sama sudah lama dipakai, lalu ganti sepatu baru, semua diganti-ganti. Manusia juga berubah-ubah, semua sama. Yang namanya perubahan, di China ada sebuah kitab bernama Kitab Perubahan, sebenarnya, Kitab Perubahan menggunakan beberapa formula, langit, bumi, petir, angin, danau, air, api,gunung, efek kimiawi yang dihasilkan dari beberapa benda ini kemudian berubah, lalu menghasilkan segala hal-ikhwal di langit dan bumi, begitulah seluruh Kitab Perubahan, Delapan Trigram dihasilkan, juga bisa dijadikan sebagai ramalan nasib, juga bisa dijadikan pelatihan diri, Kitab Perubahan itu sendiri juga merupakan kitab pelatihan diri. Ada orang juga menggunakan Kitab Perubahan untuk meramal, ini lebih duniawi, kebenaran agung dan urusan duniawi itu agak beda. Mari cerita sebuah lelucon, ada seorang pasien berkata pada dokter, "Apakah Anda punya obat manjur untuk menyembuhkan penyakit mimpi berjalansaya?" Dokter, "Di sini ada sebuah kota yang berisi produk istimewa, bisa menyembuhkan penyakit Anda. Sebelum Anda naik ke tempat tidur, tebarkan benda ini di sekeliling tempat tidur". Pasien mimpi berjalan bertanya, "Apa benda didalam kota tersebut?" Dokter, "Paku payung". Perubahan adalah solusi, ini juga semacam perubahan. Ada seorang ibu bertanya pada seorang master, "Master! Mengapa suami saya tidak mencintai saya?" Master, "Anda makan dulu kue boluini". Si Ibu pun makan kue bolu itu, master bertanya, "Enak?" Si Ibu berkata, "Enak sekali, saya masih ingin makan. Mengapa Anda berikan saya kue bolu? Saya telah mengerti, karena saya rakus, selamanya tidak mengerti puas." Master berkata, "Alasan Anda juga benar, karena Anda terlalu gemuk!" Sebenarnya lelucon ini tidak begitu lucu.
"Orang zaman sekarang mengacaukan keduanya, juga ada orang menyebut Sekte Kuning sebagai Kadampa, ada orang mengatakan Kadampa adalah Sekte Kuning, sebenarnya Kadampa diadopsi dari nama Ganden Monastery, lebih awal daripada Sekte Kuning dari Master Tsongkhapa. Kemudian bahas lagi tentang aspek kostum, ada orang mengira kostum Sekte Merah adalah merah, kostum Sekte Putih adalah putih, kostum Sekte Kuning adalah kuning, ini adalah kekeliruan dalam mitos, karena Sekte Tantra Tibet, baik aliran mana pun, yang tidak memiliki kedudukan, semua mengenakan warna merah marun, yang memiliki kedudukan baru mengenakan warna kuning. Perbedaan topi, hanya penganut Sekte Kuning barulah mengenakan topi kuning, 3 aliran lainnya, semua mengenakan topi merah. (Selain itu, topi Dharmaraja yang dikenakan Karmapa berwarna hitam) sebenarnya dibagi menjadi banyak jenis, saat saya menulis, tidak memberikan penjelasan, setiap jenis pakaian berbeda-beda, semua berubah-ubah, topi jugasama, berubah-ubah. Kata "Perubahan" yang saya maksudkan adalah, Ajaran Buddha terutama, sebuah corak Dharma yang paling penting, yaitu Anicca, ini adalah satu corak Dharma, corak Dharma ini justru adalah "Perubahan".
Karena kita melihat semua benda di dunia ini sedang berubah, tidak ada satu pun yang tidak berubah, karena semua benda berubah, kita pun tidak jangan melekat pada satu benda pun, mengajari kita melepaskan kemelekatan, ini barulah kebenaran sejati dari Ajaran Buddha. Kebenaran Ajaran Buddha justru di sini, kita harus melepaskan semua kemelekatan. Anda mengatakan, "Dulu, istri saya begini, sekarang, istri saya begitu..." beda? Mengapa beda? Karena berubah, itu normal. Dulu, suami Anda begini, sekarang suami begitu, mengapa berubah? Karena perubahan itu normal. Oleh karena itu, kita anggap normal, jika kita bisa bersikap normal seperti ini, kita lebih mudah melepaskan kemelekatan. Jangan selalu berpikir dulu ia begini, maka, perubahan itu senantiasa ada, manusia bisa berubah, setiap orang bisa berubah, semua benda sedang berubah, tidak ada namanya keabadian dan benda yang abadi, harus ingat yang satu ini. Hari ini saya berceramah Dharma, terutama menyampaikan bahwa tidak ada satu pun yang abadi, ada selamanya, bahkan cinta pun bukan, bahkan setiap orang pun bukan. Sekarang Anda meyakini Zhen Fo Zong, tak lama kemudian, Anda mendengar lagu kudus sangat merdu, Anda pun menyanyikan lagu kudus, berubah menjadi penganut Katolik atau Kristen, ini semua mungkin saja terjadi, semua bisa berubah. Bahkan Anda merasa Agama Islam sangat bagus, Anda pun pergi menganut Agama Islam, ini juga mungkin saja terjadi, bahkan Anda dari satu agama pindah ke agama lain, semua ini mungkin saja terjadi. Jadi, Anda tidak boleh mengatakan, "Orang ini pindah agama, orang ini tidak baik...", atau bagaimana, tidak boleh berpikiran seperti ini. Karena, segala sesuatu sedang berubah. Oleh karena itu, ada acarya mengundurkan diri, tadinya menyeberangkan insan, alhasil diseberangkan oleh wanita, saat itu, Anda juga jangan memaki acarya tersebut. Tidak boleh. Mengapa? Karena Anda harus mengerti ini adalah perubahan. Acarya mengundurkan diri, kemudian menikah dengan seorang wanita, kembali ke keduniawian, Anda juga jangan memakinya, karena ini adalah perubahan. Karena hatinya telah berubah, tubuh juga berubah, tempat apapun telah berubah. Kita jangan melekat pada satu benda pun. Karena kita tidak melekat, maka tidak ada penderitaan. Jika kita melekat, pasti menderita. Anda terlalu mencintai seseorang, ketika ia meninggalkan Anda, Anda pasti menderita; Anda terlalu mencintai putra-putri Anda, putra-putri meninggalkan Anda, Anda pasti menderita, Anda terlalu melekat pada suatu benda, benda ini akan membawakan kerisauan dan penderitaan bagi Anda. Oleh karena itu, umat Buddha harus mengerti prinsip perubahan, memahami Anicca dalam Ajaran Buddha, jika terjadi perubahan, kita amati dengan hukum alam, setelah jernih, kita pun tenteram dan lega. Tidak ada apa-apanya, semua sedang berubah. Om Mani Padme Hum.