《Berita TBS Seattle Ling Shen Ching Tze Temple》
Memasuki musim gugur di Seattle, mentari terbenam lebih awal, sebelum pujabakti dimulai langit telah menjadi gelap, nampak lampu di dalam bhaktisala vihara cikal bakal memancar sampai ke luar menerangi gelapnya malam.
Mahaguru dan Gurudara dengan penuh semangat tiba di vihara cikal bakal untuk memimpin pujabakti Sadhana Istadevata Padmasambhava.
Usai pujabakti yang berjalan khidmat, dalam pelimpahan jasa, Mahaguru memanjatkan doa sebanyak tiga kali, memohon Padmasambhava Guru Rinpoche untuk menjemput para arwah terlahir di Negeri Buddha, mengadhisthana semua umat mengikis karmavarana, melenyapkan wabah Covid-19, mengadhisthana segenap umat supaya memiliki kebijaksanaan sempurna, sambhara melimpah, keharmonisan sempurna, dan segala harapan yang baik dan wajar dapat terpenuhi.
Pada permulaan Dharmadesana, Mahaguru mengisahkan cerita humor untuk menyampaikan makna Dharma : Sadhaka adalah Sang Abhaya ( Ia yang tak mengenal rasa takut ), tidak takut terhadap segala sesuatu di dunia. Sang Buddha mengajarkan bahwa satu-satunya hal yang patut diwaspadai adalah karma yang diperbuat oleh diri sendiri. Selain waspada, juga perlu gentar akan karma buruk baru, mesti menjaga sila, jangan sampai lengah, supaya tidak lagi berbuat karma buruk yang mengakibatkan tidak bisa terbebas dari samsara.
Mahaguru menjawab pertanyaan siswa :
Siswa bertanya :
Dalam samadhi, saat mencapai kondisi sangat damai, bisa merasakan di dalam tubuh ada butiran-butiran mirip mutiara sedang bergetar, setiap tarikan dan embusan napas sangat jelas, areanya mulai dari sangat kecil menjadi sangat besar ( Besar sampai memenuhi jasmani ). Mohon petunjuk Mahaguru, fenomena apakah ini ?
Mahaguru menjawab : Saya tidak pernah mendengar fenomena semacam ini. Anubhava saya sendiri seperti ini : Saat mencapai kondisi sangat damai dalam samadhi, tiada rasa apa pun, bahkan napas pun juga tiada, bahkan butiran mutiara atau permata juga tiada.
Pukul 12:30 mulai bersamadhi, saat membuka mata, jarum jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, penuh vitalitas, juga tidak bermimpi apa pun, tiada suatu apa pun. Saat benar-benar bersamadhi, bahkan napas pun tidak terasa, tidak bermimpi apa pun, tidak ada anubhava. Jika masih merasakan tarikan dan embusan napas, artinya belum bersamadhi.
Siswa bertanya :
Mohon petunjuk Mahaguru perihal saat memasuki samadhi, dalam buku nomor 252, Mahaguru menyebutkan bahwa dalam caturdhyana masih ada kesadaran, adakah kondisi di mana kesadaran tidak eksis ? ( kesadaran juga melebur dalam angkasa ? ), apakah kesadaran sama dengan Buddhata ?
Mahaguru menjawab :
Surga Catursunya adalah sunya tanpa batas, kesadaran tanpa batas, tiada suatu apa pun, bukan pikiran juga bukan bukan pikiran, dalam kondisi ini semua masih ada kesadaran. Namun ada juga kondisi di mana kesadaran tidak eksis, yaitu yang tadi telah disebutkan, sepenuhnya tiada suatu apa pun, lebih dalam lagi, sepenuhnya tiada, bahkan kesadaran pun telah tiada.
Dengan kata lain, dalam sekejap, 3 jam telah berlalu. Mengira hanya bermeditasi selama 1 menit, padahal 3 jam telah berlalu. Ini berarti kesadaran telah melebur dalam angkasa.
Apakah kesadaran sama dengan Buddhata ? Mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, pikiran, manas, dan alaya. Menurut vijnaptimatra, dalam alayavijnana terdapat Tathagata, yaitu Tathagatagarbha, Buddhata tersembunyi dalam kesadaran ke delapan. Selain itu, dalam kesadaran ke delapan masih ada beberapa unsur. Amalavijnana yang merupakan Buddhata. Sedangkan Buddhata sendiri juga mencakupi keseluruhan delapan vijnana ( kesadaran ), dalam skala paling besar mencakupi semua vijnana, disebut sebagai Buddhata. Yang paling kecil, sampai pada amalavijnana merupakan kesadaran murni.
Buddhata sangat sukar dijabarkan, oleh karena itu dikatakan : "Buddha menyatakan tak terperikan.", yang dimaksud adalah Buddhata yang tidak bisa dijabarkan, tidak berwujud, tidak beratribut. Oleh karena itu, "Apakah kesadaran sama dengan Buddhata ?" Kesadaran adalah Buddhata, namun sekaligus bukan Buddhata, hanya bisa dijabarkan demikian.
Siswa bertanya :
Di Taiwan Lei Tsang Temple, Mahaguru menulis : "Avijnana lenyap sunya, sifat vijnana adalah sunya. Inilah Advayadharma." Mohon petunjuk Mahaguru, bagaimana cara mulai melatihnya ? Mengenai "Sifat vijnana adalah sunya" bagaimana cara mengobservasinya ? Bukankah itu berarti menyatakan adanya sifat vijnana yang lain lagi ?
Mahaguru menjawab :
"Avijnana lenyap sunya", vijnana tidak bisa lenyap, namun sunya meliputi vijnana, oleh karena itu vijnana tidak bisa sirna. Sunya pada dasarnya adalah sunya, bagaimana mungkin bisa lenyap ? Tidak bisa lenyap.
"Sifat vijnana sunya", semua vijnana, pada dasarnya terkandung dalam sunya. Ini adalah Advayadharma ( Dharma non-dualisme ), merupakan satu-satunya, oleh karena itu Buddhata adalah yang Tunggal, tidak mendua, sehingga disebut sebagai : "Tathata".
Bagaimana cara mulai menekuninya ? Tergantung pada kemampuan samadhi diri sendiri. Baru-baru ini Lamdre mengupas perihal metode tahap awal, simaklah pengulasan Lamdre dari Guru Lu, simaklah mengenai hetu dan phala dalam memasuki samadhi.
Selain itu, dalam hal sifat vijnana sunya dan bagaimana cara mengobservasinya ? Saat Anda telah mencapai sifat vijnana sunya, tidak perlu lagi mengobservasinya, tiada lagi istilah observasi.
Dalam karya tulis Mahaguru, buku nomor 250, artikel ke-24 disebutkan bahwa rupang logam Padmakumara bisa berubah menjadi besar dan menjadi kecil. Mohon Mahaguru berwelas asih mengupasnya, apakah perubahan semacam itu adalah berkat adhisthana Buddha sehingga kesadaran ke delapan dari rupang logam tersebut mengalami perubahan ? Apakah ini sama dengan kisah : “Biksu Daosheng Berdharmadesana, bebatuan pun menganggukkan kepala.” ?
Mahaguru menjawab :
Berubah menjadi besar dan kecil, ini ada dalam abhijna Buddha. Mahaguru juga bisa berubah menjadi besar dan kecil, sdr. Gao Minglv dari San Francisco Bay Area pernah melihat penampakan Mahaguru setinggi gedung dua tingkat, ia melihatnya dalam kondisi mata terbuka. Ada juga penjelmaan yang sangat kecil, ada orang yang melihat cakra ajna Mahaguru memancarkan cahaya yang sangat terang, melihat ke dalam melalui cahaya terang, nampak ada Padmakumara yang sedang membaca sutra sembari membunyikan muyi, tidak hanya satu Padmakumara, melainkan ada 108 Padmakumara yang sedang membunyikan muyi, ukurannya sekecil semut.
Jika Anda berhasil bersamadhi mencapai suatu tingkatan, maka Anda juga bisa melihat rupang logam berubah menjadi besar dan kecil. Ini menunjuk pada alam pikiran, bisa berubah menjadi besar dan kecil. Dalam alam nyata, dibutuhkan daya adhisthana Buddha Tathagata baru bisa mengubah sesuatu menjadi besar dan kecil. Dalam alam pikiran, bisa menjadi besar dan kecil, sekecil biji wijen, sebesar alam semesta, fenomena semacam ini bisa terjadi.
Siswa bertanya :
Siswa telah menjapa Mantra Ucchusma Vajra selama lebih dari 20 tahun, tiap kali mulai bermimpi buruk bisa menjapa Mantra Panjang dan Mantra Pendek Ucchusma, sebelum mantra selesai dijapa, mimpi buruk langsung hilang. Dalam alam mimpi, tidak hanya bisa menjapa Mantra Ucchusma, juga bisa memilih mantra yang sesuai dengan kondisi mimpi, kemudian menjapa mantra tersebut di dalam mimpi. Siswa ingin bertanya, apakah ini termasuk sebagai kontak batin atau kontak yoga ?
Mahaguru menjawab :
Anda bisa menjapa mantra dalam mimpi, menyingkirkan semua mimpi buruk, ini adalah tanda-tanda kontak yoga. Jika dalam mimpi selalu bisa japa mantra, kelak saat Anda berpulang, Anda juga bisa ingat untuk menjapa mantra !
“Bisa mengendalikan mimpi diri sendiri, berarti bisa mencapai moksa.” Bisa menjapa mantra dalam mimpi, ini adalah kontak batin, juga merupakan kontak yoga. Bisa menjapa mantra dalam mimpi, berarti bisa berbhavana dalam mimpi. Kelak begitu memejamkan mata, saat meninggalkan tubuh jasmani, jika muncul kondisi alam yang buruk, bisa langsung menjapa mantra, maka kondisi alam yang buruk itu akan sirna, oleh karena itu pasti bisa mencapai alam bahagia ! Ada jaminan untuk terlahir di alam suci. Ini adalah tanda-tanda kontak yoga, ini sangat baik.
Mahaguru sendiri, saat bermimpi buruk, bisa langsung terbang melampaui alam mimpi yang buruk itu. Berbhavana sampai tingkatan diri sendiri bisa terbang, bahkan dalam mimpi Mahaguru juga bisa mengambil benda dari lokasi lain.
Teks Lamdre :
10.1, Jalan tuntunan prana
Dibagi menjadi 4 : Anubhava lima prana di tempatnya semula, lima jenis daya utama meningkatkan anubhava, anubhava empat elemen, anubhava 16 jenis minor.
1, Anubhava lima prana di tempat semula
Slokha : “Tanah melebur dalam air menjadi fatamorgana.”, sebabnya adalah mengesampingkan dan tidak memiliki bakti sarana kepada Guru, mengandalkan upaya sendiri dengan sengaja mengacaukan. Utpattikrama : “Tanah melebur dalam air menghasilkan asap.”, jika mempertahankan prana tanah di tempatnya semula yaitu cakra manipura, maka tiga jenis anubhavanya ( fenomena, mimpi, dan tubuh ) berupa asap.
Mahaguru mengulas makna teks Lamdre :
Saat manusia berada dalam meditasi, atau saat manusia jelang wafat, mulai dari elemen tanah memasuki air, urutannya adalah : tanah, air, api, angin, angkasa. Tanah masuk air, air masuk api, api masuk angin, angin masuk angkasa, demikian cara memasukinya.
Tanah melebur dalam air menjadi tanda berupa asap, di saat mulai bermeditasi, terlebih dahulu menyaksikan anubhava, yaitu tanda berupa asap, muncul asap. Jika di saat tanah memasuki air yang muncul adalah fatamorgana, berarti itu adalah : “Akibat mengesampingkan Guru, tidak memiliki bakti sarana kepada Guru, mengandalkan upaya sendiri dan dengan sengaja mengacau.” Merupakan fenomena kekacauan, sebab saat elemen tanah memasuki air, mestinya muncul tanda berupa asap.
Lokasi prana tanah ada di cakra manipura, tanah memasuki air, ada tiga macam anubhava : “Fenomena, mimpi, dan tubuh”, semua muncul tanda berupa asap. Fenomena yang nampak oleh mata Anda, yang nampak dalam mimpi, dan yang dirasakan oleh tubuh, semua berupa asap, inilah fenomena yang muncul saat tanah memasuki air.
Melalui beberapa kisah humor, Mahaguru menyampaikan makna mendalam Buddhadharma. Mahaguru mengatakan, banyak orang mendapati bahwa di dalam Dharmadesana Sakyamuni Buddha terdapat banyak kontradiksi. Sebabnya adalah, kadang segala sesuatu di dunia ini kontradiksi dengan sunyata, namun kontradiksi ini masuk akal, sehingga dapat dibagi menjadi utpattikrama ( tahap pembangkitan ) dan sampannakrama ( tahap sempurna ).
Dalam agama Buddha ada ajaran pelafalan Nama Buddha, namun juga mengajarkan Anda untuk mencapai kondisi “tanpa arus pikiran”, ini nampak kontradiksi. Dalam meditasi juga tidak perlu melafal Nama Buddha, namun pada tingkat utpattikrama tentu masih perlu japa mantra dan Nama Buddha. Sampai di tingkat spiritual tertinggi, tidak perlu lagi japa mantra dan Nama Buddha. Ini nampak kontradiksi, namun kontradiksi ini juga bersifat rasional dan terstruktur, sebab ia terus mengalami peningkatan, mulai dari utpattikrama terus mencapai sampannakrama.
Demikian pula dengan Dharmadesana Sang Buddha, Beliau mesti mengulas berbagai fenomena di dunia fana, kemudian secara bertahap, mulai dari kamadhatu sampai ke rupadhatu, dari rupadhatu terus sampai ke arupadhatu, dari arupadhatu terus mencapai empat tingkat kesucian, tiap tingkatan tidaklah sama, jadi ini bukan kontradiksi, melainkan pembabaran Dharma Sang Buddha yang rasional dan terstruktur.
Usai Dharmadesana yang penuh dengan Dharmasukha, Mahaguru mengadhisthana Air Mahakaruna Dharani dan mengabhiseka rupang Buddha. Kemudian Mahaguru berwelas asih menggunakan vyajana mengadhisthana dan memberkati umat.
Berikutnya, Mahaguru memberikan tanda tangan pada buku terbaru yang baru terbit, yaitu buku ke-279 "Xiangyue zai dongji" ( Arti harfiah : "Jumpa Lagi di Musim Dingin" ). Semua sangat antusias mengundang buku Buddha yang sangat berharga, karya tulis Mahaguru laksana pot harta karun Buddhadharma yang manfaatnya tidak kunjung habis, merupakan buku bagus yang patut dikoleksi. Usai tanda tangan buku, di luar vihara angin malam berembus sejuk, membawa serta hawa khas musim dingin. Biarlah kita “Berjumpa Lagi di Musim Dingin”, berbhavana dengan penuh sukacita mengikuti jejak langkah Mahaguru.