21 Februari 2021 Upacara Agung Musim Semi Homa Amitayus Buddha dan Sahasrabhuja Sahasranetra Avalokitesvara Bodhisattva di Rainbow Temple
#Liputan TBSN
◎ Kiat Penting Mahakaruna Dharani : Membimbing Semua Makhluk Tanpa Kecuali
Pada tanggal 21 Februari 2021, Dharmaraja Liansheng memimpin Upacara Agung Musim Semi di Rainbow Temple (彩虹雷藏寺). Pada awal musim semi tahun Xinchou, Dharmaraja Liansheng mengumumkan, baru-baru ini ada siswa yang menang lotre. Dharmaraja memberitahukan bahwa minggu depan adalah Homa Jambhala Merah, serta mendoakan semoga lebih banyak lagi siswa bisa memperoleh kemenangan atas rezeki.
Mahaguru Berdharmadesana, Amitayus Buddha adalah perwujudan dari Amitabha Buddha, karena Amitabha Buddha adalah sinar tak terhingga dan usia tak terhingga. Panjang usia mesti dipadukan dengan sehat, Dharmaraja mendoakan semoga para Pemohon Utama mendapatkan kesehatan dan panjang usia.
Dharmaraja menekankan, Sutrayana dan Tantra menjunjung tinggi Mahakaruna Dharani dari Sahasrabhuja Sahasranetra Avalokitesvara Bodhisattva. Kekuatan Mahakaruna Dharani ada pada dua kata "Maha dan karuna", dalam 14 Sila Dasar Tantra ada sila: "Gentar akan kesulitan, sehingga enggan menuntun insan, dan mundur dari Bodhicitta". Membimbing semua makhluk tanpa kecuali, inilah mahakaruna. Selama masih ada pengecualian, berarti bukan mahakaruna. Dharmaraja menanyai semua, semua bisa berwelas asih menolong orang yang berkesan baik, tapi terhadap musuh atau orang yang dibenci, apakah sadhaka masih bisa berwelas asih kepadanya? Jika bisa, berarti ia memiliki hati mahakaruna, sehingga saat menjapa Mahakaruna Dharani bisa berdaya besar.
Tantrika mesti berterima kasih kepada semua makhluk, mesti mengulurkan pertolongan, bahkan mesti memandang semua makhluk sebagai Buddha dan Bodhisattva. Sadhaka yang bisa mengamalkannya berarti memiliki hati mahakaruna, dengan demikian penjapaan Mahakaruna Dharani baru bisa bermanfaat. Terhadap insan yang berjodoh buruk, sadhaka mesti sepenuhnya tiada kebencian, hanya boleh ada cinta, inilah mahakaruna sejati.
Dharmaraja menjelaskan, dahulu telah menulis buku seri "Menulis Makhluk Halus" sampai 5 buku, yang isinya mengutuk keras perbuatan jahat XX. Namun, tiap kali bersadhana, Dharmaraja senantiasa melimpahkan jasa untuk XX dan semua orang yang menghujat Dharmaraja, bahkan terhadap pemfitnah yang telah meninggal dunia, Dharmaraja tetap melakukan penyeberangan. Ini karena mesti memiliki hati mahamaitri dan mahakaruna kepada semua makhluk, pengamalan sikap hati yang demikian baru bisa membuat penjapaan Mahakaruna Dharani menjadi bermanfaat. Jika masih ada pengecualian, berarti bukan mahakaruna. Sahasrabhuja sahasranetra (Lengan dan mata seribu) bermakna menolong dan membimbing semua makhluk, tiada pengecualian walau satu saja.
Dharmaraja melanjutkan, terhadap mereka yang telah meninggalkan Zhenfo Zong, Dharmaraja tetap merindukannya, juga sangat bertoleransi. Dahulu Dharmaraja tidak bisa menoleransi orang yang memfitnah, namun setelah mencapai darsanamarga (pencerahan), semua bisa ditoleransi, ini karena hati mahamaitri dan mahakaruna, tanpa sikap hati ini, kita tidak akan bisa mencapai keberhasilan bhavana.
Meskipun telah dicelakai berulang-kali, tetap mengulurkan pertolongan dan bimbingan, inilah semangat agama Buddha. Orang yang masih menyimpan rasa benci, berarti hatinya masih hati awam; Sadhaka yang memiliki Bodhicitta selalu mengulurkan bantuan kepada setiap insan yang datang kepadanya, bahkan walau telah terluka berulang-kali, tetap mengampuni dan memberikan pertolongan dan bimbingan. Jika ingin mencapai keberhasilan tertinggi dalam bhavana, sadhaka mesti memiliki Bodhicitta agung.
Siswa bertanya:
Apakah Pernapasan Botol harus dilakukan pada pagi hari? Bolehkah dilakukan bersama dengan Sembilan Tahap Pernapasan Buddha? Setelah kontak yoga dengan Istadevata, apakah hanya khusus menekuni Pernapasan Botol, tidak lagi melakukan Sadhana Istadevatayoga?
Dharmaraja menjawab:
Latihan prana dimulai dengan latihan Sembilan Tahap Pernapasan Buddha, kemudian Vajrajapa, dan akhirnya masuk pelatihan Pernapasan Botol. Saat menekuni Sadhana Istadevata, terlebih dahulu lakukan Sembilan Tahap Pernapasan Buddha, baru masuk samadhi. Sebelum masuk samadhi, tidak harus didahului dengan Pernapasan Botol, sebab samadhi adalah penyatuan antara hati dengan prana, penyatuan jiwa dan raga, dengan konsentrasi penuh masuk samadhi.
Ada banyak metode untuk masuk samadhi, bisa gunakan Pernapasan Botol, bisa gunakan gabungan samatha-vipasyana, boleh gunakan Sembilan Langkah Pernapasan Buddha. Dharmaraja menegaskan, Sembilan Langkah Pernapasan Buddha, Vajrajapa, dan Pernapasan Botol mesti dilakukan secara terpisah, sebab dalam Sembilan Langkah Pernapasan Buddha tidak ada tahap menahan napas, sedangkan dalam Vajrajapa dan Pernapasan Botol dibutuhkan menahan napas. Ketiga metode tersebut tidak boleh dicampur, namun setelah usai melakukan Sembilan Langkah Pernapasan Buddha, Anda boleh lanjutkan dengan Pernapasan Botol.
Menurut Dharmaraja, boleh juga menekuni Pernapasan Botol di pagi hari saat perut masih kosong. Namun boleh juga jika hendak dilakukan selain di pagi hari, di malam hari saat perut kosong pun juga bisa melakukan Pernapasan Botol.
Jika sadhaka telah kontak yoga dengan Istadevata, maka setiap saat sadhaka manunggal dengan Istadevata, sehingga saat sadhaka melakukan Pernapasan Botol, maka dilakukan dalam kondisi manunggal dengan Istadevata. Tidak perlu menekankan bahwa Anda tidak lagi menekuni Sadhana Istadevata, sebab Istadevata adalah tempat bersarana bagi sadhaka, merupakan mula pencapaian, oleh karena itu tidak boleh mengatakan berhenti menekuni Sadhana Istadevata, sebab setelah kontak yoga Istadevata manunggal dengan sadhaka, dan Pernapasan Botol juga memerlukan adhisthana Istadevata.
Penekunan yang sesuai aturan Dharma berarti sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan, jangan melangkahi. Terlebih dahulu tekuni utpattikrama, baru kemudian Sampanakrama. Terlebih dahulu tekuni sambharamarga, kemudian prayogamarga, dilanjutkan darsanamarga, bhavanamarga, dan terakhir adalah Parayana, demikianlah yang sesuai dengan aturan Dharma.
Ada seorang biksu menayakan:
Dalam karya tulis Mahaguru nomor 63 "Zhēnfó mì zhōng mì." - "Pengulasan Detail Sadhana Bindu dan Kundalini" diajarkan bahwa kundalini bangkit mencapai cakra puncak, setelah 70 napas, saat itu merasakan tubuh kosong dan transparan, tiada ilusi pikiran,.
Dalam karya tulis Mahaguru nomor 112 "Mì jiāo dà shǒu hù" - "Kiat Samadhi Kundalini", setelah 70 napas, visualisasi air putih menetes dari cakra ajna, menetes sampai ke cakra ajna dengan 10 napas, menetes sampai ke cakra visuddha dengan 10 napas, menetes sampai ke cakra anahata dengan 10 napas, menetes sampai ke cakra manipura dengan 10 napas, jumlah keseluruhan 40 napas, ditambah dengan sebelumnya saat pembangkitan kundalini sebanyak 70 napas, jumlahnya adalah 110 napas. Saat itu, di tengah angkasa. Kemudian pikiran mesti difokuskan di mana? Apakah ikuti napas? Atau kondisi sunya? Atau tiada menetap?
Setelah mohon petunjuk Mahadewi Yaochi, Dharmaraja menjawab, setelah 70 kali napas mencapai puncak kepala, maka semua telah kosong, jawaban Mahadewi Yaochi adalah: "Tiada menetap." Karena telah memasuki samadhi, sama dengan telah mencapai tujuan, tidak perlu lagi mengurusi napas dan kondisi sunya. Tiada menetap dan tiada suatu apa pun, ini merupakan kondisi samadhi, Saat itu pikiran juga tidak memikirkan bersila separuh atau bersila penuh, sebab sudah memasuki kondisi lupa segalanya. Jika bisa mencapai kondisi ini, dan pikiran berhenti selama 5 menit saja, sudah sangat baik. Oleh karena itu Mahadewi Yaochi mengatakan, menetap pada tiada menetap.
Biksu tersebut juga menanyakan:
Dalam artikel berjudul "Kiat Samadhi Kundalini", pada napas terakhir yang ke-40, turun pada cakra manipura. Dalam karya tulis nomor 124 "Bèi hòu de míng wáng", dalam lampiran tertulis: Kundalini naik, cairan bulan Bodhcitta turun, melebur di cakra anahata, padma di cakra anahata mekar, Buddhata pun nampak. Kenapa dalam artikel "Kiat Samadhi Kundalini" disebutkan bahwa setelah napas ke-40, turun ke cakra manipura, dan bukan cakra anahata?
Dharmaraja menjawab:
Mesti terlebih dahulu membuka cakra anahata, sehingga pada napas ke-30, terlebih dahulu buka cakra anahata. Atau boleh juga terlebih dahulu membuka cakra manipura, tidak ada urutan yang tetap, tidak apa-apa. Akan tetapi, menurut yang diajarkan oleh Guru, terlebih dahulu membuka cakra anahata, namun ini sifatnya fleksibel. Sebab, di mulai dari mana, maka kembali ke sana.
Kundalini adalah api dalam tubuh kita, sedangkan cairan bulan Bodhicitta adalah air dalam tubuh kita. Gunakan peleburan antara air dan api untuk membuka tiga nadi dan tujuh cakra. Saat sadhaka telah berhasil dalam kundalini, mesti terlebih dahulu membuka nadi, gunakan prana, kundalini, dan cairan bulan Bodhicitta untuk membuka nadi.
Menurut ajaran Tantra, pada tubuh manusia terdapat 72.000 nadi, termasuk sangat banyak nadi yang halus, semua mesti larut. Kenapa mesti membuka cakra anahata terlebih dahulu? Sebab menurut ajaran Tantra, di dalam cakra anahata ada Buddhata berwarna biru, sinar biru yang sangat pendek, ini merupakan sinar Buddhata, namun sesungguhnya tidak berwujud.
Dalam Sutrayana tidak diajarkan mengenai prana, nadi, dan bindu, sepenuhnya menitikberatkan pada spiritual, hanya melatih batin dan tidak melatih jasmani. Namun Tantra merupakan perpaduan latihan batin dan jasmani, batin adalah spiritual, dan jasmani adalah tubuh, keduanya dilatih bersamaan.
Membuka cakra anahata, nampak Buddhata, disebut Darsanamarga. Mulai dari Darsanamarga, terus sampai Parayana, dalam Lamdre disebut Sampannakrama. Sebelum Darsanamarga semua disebut utpattikrama.
Setelah membuka cakra anahata, kemudian sesuai tahapan, membuka 5 sampai 7 cakra, kemudian membuka semua cakra yang halus, saat itu seperti yang tertulis dalam Sutra Buddha: "Bagian atas tubuh memancarkan air, bagian bawah tubuh menyemburkan api, atau bagian bawah tubuh memancarkan air, dan bagian atas tubuh menyemburkan api." Saat mencapai keberhasilan akan muncul fenomena seperti ini, bahkan sekujur tubuh menjadi sinar pelangi, cakra ajna memancarkan sinar putih, cakra visuddha memancarkan sinar merah, cakra anahata memancarkan sinar kuning atau sinar biru, cakra manipura memancarkan sinar hijau atau sinar kuning, atau sinar hitam, semua sinar muncul, menjelma menjadi sinar pelangi.
Di Tibet, setelah seorang Mahasiddha parinirvana, dari tubuhnya terpancar sinar pelangi, kemudian sinar pelangi tersebut perlahan melesat ke atas dan masuk ke angkasa. Sama seperti saat upacara jhapita (kremasi) Gyalwa Karmapa ke-16 di Rumtek, di angkasa muncul pelangi yang menandakan tubuh telah menjadi pelangi, usai kremasi bagian jantung tidak hancur. Di Singapura juga ada siswa Zhenfo, Biksu Daxiong yang setelah upacara jhapita lidahnya tidak hancur. Saat itu di Singapura ada beberapa biksu ternama yang mengatakan, lidah yang tak hancur menandakan bahwa Biksu Daxiong akan menitis kembali demi memenuhi ikrar agung, dan beliau akan membimbing insan dengan menggunakan Dharmadesana (lidah). Saat ini Mahaguru juga menggunakan lidah untuk membabarkan Dharma memberikan manfaat bagi semua makhluk.
◎ Dharmaraja Melanjutkan Pengulasan Lamdre
Buddhata adalah samudra, alam manusia adalah gelombang, kita berkelana di alam manusia, pada akhirnya berpulang pada samudra.
Mengulas "Ilusi maju dan mundur", Dharmaraja menjelaskan: Tahapan bhavana dibagi menjadi dua, pertama adalah bhavana lokiyamarga, dan berikutnya adalah bhavana Lokuttaramarga. Di antara keduanya, ada waktu di mana kadang mengalami kemajuan, kadang mundur. Sangat sukar untuk benar-benar memutus lokiyamarga. Sangat sukar pula untuk mencapai tingkat Bodhisattva di atas bhumi ke-8. Tingkatan Bodhisattva dalam Tantra, bhumi ke-7 adalah duramgamabhumi, di bawah bhumi ke-7 tergolong sebagai lokuttara Dharma. Sedangkan di atas bhumi ke-8 merupakan darsanamarga dan bhavanamarga. Namun dalam proses di antaranya sadhaka bisa mengalami kemajuan dan kemunduran, ini adalah: "Rintangan yang terus berlangsung dalam waktu lama."
"Meskipun menghasilkan pembedaan ( pikiran ), berputar dan melebur dalam prajna, laksana samudra dan ombak." Dharmaraja mencontohkan puisi modern "Aliran Sungai Bulan":
Walau banyak percikan ombak di samudra,
Setelah angin dan ombak berlalu,
Ia tetap adalah samudra . . .
Buddhata adalah samudra,
Alam manusia adalah ombak.
Dharmaraja menjelaskan, Buddhata adalah samudra, alam manusia adalah ombak, pada akhirnya berpulang pada samudra. Alam manusia adalah ombak, di saat Anda teperdaya, berarti kembali ke alam manusia, kelak suatu hari saat ombak kembali ke samudra, berarti Anda kembali kepada Buddhata. Berkelana di antara lokiyamarga dan Lokuttaramarga, ini adalah: "Ilusi maju dan mundur", maju adalah samudra, mundur adalah ombak.
Usai Dharmadesana yang menarik, Dharmaraja kembali menjumpai segenap siswa yang berpartisipasi dalam upacara melalui zoom dengan penuh sukacita. Pada hari itu ada sekitar 518 siswa yang mengucapkan selamat tahun baru Imlek kepada Mahaguru melalui zoom, jumlah 518 kebetulan sama dengan angka kelahiran Dharmaraja, yaitu bulan 5 tanggal 18 Imlek, bisa disebut sebagai kebetulan yang mangala.
Di penghujung acara, Dharmaraja menganugerahkan Abhiseka Amitayus Buddha dan Sahasrabhuja Sahasranetra Avalokitesvara Bodhisattva kepada segenap siswa yang hadir, upacara musim semi pun telah paripurna dengan mangala.