Jalinan Seribu Tahun Padmakumara dengan Nusantara
Padmakumara Sudah Lama Menetap di Candi Nusantara
Oleh – Acarya Shi Lianfei (釋蓮飛上師)
Lebih dari seribu tahun lampau, agama Buddha telah dibabarkan di Indonesia, saat itu Indonesia disebut sebagai Nusantara yang bermakna di antara pulau-pulau. Candi Buddha peninggalan masa Indonesia kuno, baik itu yang besar maupun kecil, tak terhitung banyaknya, sebagian besar tersebar di wilayah pulau Sumatra dan Jawa. Perbedaannya adalah, candi Buddha di Sumatra dibangun menggunakan batu bata merah, saat ini hanya tersisa bagian fondasi. Candi Buddha di pulau Jawa dibangun menggunakan batu andesit, sehingga lebih tahan erosi, dan masih bisa terpelihara dengan baik.
Catatan sejarah Indonesia sangat terbatas, terlebih yang dimasukkan ke dalam materi pendidikan sejarah, belum tentu mengandung pemahaman mendalam terhadap agama Buddha, sehingga secara umum menyebut bahwa agama Buddha yang tersebar di Nusantara adalah Mahayana, walau sesungguhnya yang ditampilkan oleh candi Buddha di Indonesia semua bernuansa Tantra, dengan kata lain, sesungguhnya agama Buddha yang tersebar di Nusantara adalah beraliran Tantra. Seperti Pancadhyani Buddha di Candi Borobudur, Syama Tara di Candi Kalasan, Mahakala di Candi Singosari, Prajnaparamita di Candi Muara Jambi, dan lain sebagainya, semua adalah Buddha dan Bodhisatwa yang dipuja dalam Tantrayana.
Di antara sekian banyak candi Buddha, ada satu candi yang meskipun tidak dikenal luas seperti Candi Borobudur, jaraknya hanya tiga kilometer dari Candi Borobudur, dan kondisinya masih baik, yaitu Candi Mendut, yang artinya Candi di Tengah Hutan Bambu. Ada satu lagi candi Buddha yang berjarak hanya satu kilometer dari situ, yaitu Candi Pawon, lokasi ketiganya dalam satu garis lurus, desain dan tata letak seperti ini masih menjadi misteri sampai sekarang.
Tinggi Candi Mendut 26,4 meter, dibangun pada tahun 824 Masehi oleh Raja Indra yang menganut agama Buddha Tantrayana, dengan relief yang berasal dari Sutra Jataka, puncak candi sudah tidak utuh, di bagian atap dikelilingi 48 stupa Buddha berukuran kecil. Di sisi sebelah barat daya ada belasan anak tangga dari batu, di bagian atas anak tangga terdapat ceruk batu, di dalamnya tersemayam tiga arca Buddha pahatan dari batu yang berukuran besar. Menurut catatan umum (nonakademis) hanya disebutkan secara singkat bahwa ketiga rupang besar tersebut antara lain: Buddha Sakyamuni, Vajrasattva, dan Bodhisatwa Avalokitesvara. Demi melindungi situs bersejarah, pemerintah sejak beberapa tahun lalu tidak lagi membuka ceruk atau bagian altar di dalam Candi Mendut, pengunjung hanya diperbolehkan memberikan penghormatan, berfoto, dan berpradaksina dari bawah.
Menurut laporan dari akademisi, ketiga rupang Buddha tersebut merupakan Yidam sekte Tantra yang utama di Nusantara, di bagian tengah adalah Tathagata Mahavairocana yang membentuk Mudra Dharmacakra. Di sisi naga adalah Bodhisatwa Vajrapani, tangan kanan memegang Dharmayudham yang sudah tidak utuh lagi, tapi masih bisa terlihat bahwa sesungguhnya memegang dorje di depan dada, tangan kiri sepertinya memegang genta di atas paha. Di sisi macan adalah Bodhisatwa Padmapani, tangan kiri membentuk Mudra Memegang Padma, sayang sekali tangan kanan sudah tidak utuh, tapi masih bisa terlihat bahwa tangan kanan bukan terjulur ke bawah membentuk Mudra Varada, melainkan terjulur ke depan, besar kemungkinan membentuk Mudra Dharmadesana.
Dharmaraja Liansheng pernah beberapa kali menegaskan, bahwa Bodhisatwa Padmapani sesungguhnya adalah Padmakumara. Dari sini, bisa kita ketahui bahwa lebih dari seribu tahun lampau, rakyat Nusantara telah memuja Padmakumara, sehingga pada masa kini, masyarakat setempat di Jawa sangat berjodoh dengan Zhenfozong. Segala sesuatu pasti ada nidananya!