8 Maret 2025 Pujabakti Sadhana Istadewata Guru Padmasambhava di Seattle Ling Shen Ching Tze Temple
Liputan Lianhua Han Yu (蓮花涵予)
Seattle Ling Shen Ching Tze Temple (Xiyatu Leizangsi/西雅圖雷藏寺)
8 Maret 2025 Pujabakti Sadhana Istadewata Guru Padmasambhava di Seattle Ling Shen Ching Tze Temple
Pada tanggal 8 Maret 2025, pukul 8 malam, keempat golongan siswa berhimpun di Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, berpartisipasi dalam pujabakti Sadhana Istadewata Guru Padmasambhava (Lianhuashengdashi/蓮華生大士), dan menyimak Dharmadesana yang paling istimewa dari Mulacarya Dharmaraja Lian Sheng. Semua penuh antusias, mengecap sukacita Dharma, dan berbasuh budi jasa Buddha.
◎ Anda Bertanya Aku Menjawab - Interaksi Adalah Kekuatan
Siswa bertanya:
Mulacarya Lian Sheng pernah Berdharmadesana, Bodhisatwa yang belum mencapai bumi ke-10, masih bisa mengalami kemunduran. Oleh karena itu, para Arya yang belum mencapai tingkat Bodhisatwa bumi ke-8, seperti Arahat, apakah masih bisa mundur? Padahal dalam jajaran Catur Arya, Arahat telah memutus tumimbal lahir, apakah dengan demikian bisa disebut telah memutus tumimbal lahir?
Dharmaraja Lian Sheng menjawab:
Masuk empat tingkat kesucian tidak akan lagi bertumimbal lahir. Nafsu keinginan merupakan penyebab tumimbal lahir, saat sudah tidak ada lagi nafsu keinginan, berarti Anda sudah tidak mengalami kemunduran. Arahat telah menghabisi enam pencuri, telah memotong semua, masuk Catur Arya, sehingga telah memutus tumimbal lahir. Bodhisatwa bumi ke-8 merealisasi Anutpattikadharmaksanti, telah mencerahi tiada kelahiran dan tiada kematian, tidak akan ada nafsu keinginan, sehingga telah memutus tumimbal lahir.
Siswa bertanya:
Sutra Vajra mengutamakan sunya, sedangkan Sutra Vimalakirti membahas Pintu Dharma Nondualisme, tidak berpihak kepada sunya maupun eksistensi. Sepertinya kedua Sutra tersebut saling bertentangan, bagaimana kita mengaplikasikannya? Apakah jika ingin memutus klesa, kita merenungkan sunya? Jika ingin membangkitkan Bodhicitta, kita merenungkan eksistensi?
Dharmaraja Lian Sheng menjawab:
Sutra Vimalakirti dan Sutra Vajra tidak saling bertentangan. Jika Anda simak, di bagian paling akhir, Bodhisatwa Manjusri bertanya kepada Arya Vimalakirti: “Apa Pintu Dharma Nondualisme Anda?” Arya Vimalakirti tidak menjawab, berarti itu adalah sunya.
Eksistensi hanyalah nidana, melalui nidana baru ada eksistensi, tetapi nidana bersifat sunya, sebelum nidana, adalah sunya, setelah nidana juga sunya. Oleh karena itu, saat ditanya apa itu Pintu Dharma Nondualisme, Arya Vimalakirti tidak menjawabnya, ini mengonfirmasikan bahwa nidana juga sunya, nidana bersifat sunya.
◎ Pengulasan Sutra Surangama
“Saat itu Sang Tathagata merapikan tempat duduk-Nya.”
Saat itu, sebelum Buddha Sakyamuni memulai pembabaran Sutra, terlebih dahulu merapikan Dharmasana, kemudian duduk di atas Dharmasana.
“Demi persamuhan ini, membabarkan Dharma mendalam.”
Di persamuhan pembabaran Dharma ini, Buddha Sakyamuni akan membabarkan ajaran kebenaran absolut.
“Segenap hadirin persamuhan Dharma yang mempraktikkan kehidupan suci, memperoleh yang belum pernah ada.”
‘Fayan’ (法筵) adalah persamuhan Dharma yang besar. ‘Qingzhong’(清眾), yang dimaksud adalah para hadirin yang datang mendengar Dharma. Memperoleh yang belum pernah ada, dahulu belum pernah ada persamuhan Dharma dan nidana Dharma yang seperti ini, sungguh luar biasa.
“Suara surgawi Kalavinka membahana di sepuluh penjuru loka. Bodhisatwa sebanyak butir pasir sungai Gangga hadir berhimpun dalam Bodhimanda. Dipimpin oleh Manjusri.”
Suara pembabaran Dharma Buddha Sakyamuni, merdu bagaikan suara surgawi dari burung Kalavinka, sepuluh penjuru Dharmadhatu bisa mendengarnya. Para Maha Bodhisatwa sebanyak butiran pasir sungai Gangga yang mendengar suara ini, datang menghadiri persamuhan Dharma tersebut. Dalam persamuhan Surangama ini, Bodhisatwa Manjusri adalah Pangeran Dharma.
“Saat itu, Raja Prasenajit, menggelar persembahan makan demi memperingati wafatnya sang ayah. Mengundang Buddha masuk istana, beliau sendiri yang menyambut Sang Tathagata, menggelar berbagai hidangan yang paling lezat. Beliau sendiri pula yang menyambut para Maha Bodhisatwa.”
Saat itu, ada seorang raja yang bernama Raja Prasenajit, beliau adalah Dharmapala agung bagi agama Buddha, berdiam di Sravasti India tengah. Pada hari peringatan wafat ayahnya, Raja Prasenajit membuat jasa kebajikan demi mendiang ayahnya, dengan cara menggelar perjamuan besar bagi semua orang. Beliau datang langsung ke Arama Anathapindika, mengundang Buddha Sakyamuni untuk bersantap di dalam istana, mempersiapkan berbagai makanan lezat, beliau sendiri juga mengundang segenap Maha Bodhisatwa untuk menerima persembahan makan.
“Dalam Sravasti juga ada para grhapati dan upasaka yang menggelar persembahan makan bagi Sangha, semua menantikan kedatangan Buddha.”
Pada masa India kuno, orang yang berusia lanjut, kaya raya, berkedudukan, semua disebut grhapati. Upasaka adalah sadhaka perumah tangga. Saat itu, para grhapati dan upasaka di Sravasti juga menggelar perjamuan mengundang segenap sadhaka untuk bersantap, menanti Buddha Sakyamuni menerima persembahan.
“Buddha menitahkan Manjusri, memandu segenap Bodhisatwa dan Arahat, untuk menjawab undangan para danapati.”
Buddha Sakyamuni menitahkan Bodhisatwa Manjusri untuk mengepalai sarwa Bodhisatwa dan Arahat, untuk hadir dalam persembahan makan dari para danapati.
“Hanya Ananda, yang telah terlebih dahulu menerima undangan lain, sehingga belum kembali, tidak hadir dalam perjamuan Sangha kali ini.”
Hanya Arya Ananda yang sebelum persamuhan telah menerima undangan orang lain, beliau sendirian pergi ke tempat lain, dan belum kembali, sehingga tidak menghadiri perjamuan Sangha kali ini. Arya Ananda adalah adik sepupu dari Buddha Sakyamuni, sekaligus abdi-Nya, Beliau pernah menjadi abdi Buddha Sakyamuni selama kurang lebih 20 tahun.
“Tanpa Sthavira, dan tanpa Acarya”
Sthavira adalah biksu Sthaviravada, semua yang telah menjalani kebiksuan lebih dari 20 tahun disebut Sthavira. Acarya yang dimaksud adalah Dharmacarya, atau Guru ritus. Arya Ananda berjalan seorang diri, tanpa disertai oleh biksu Sthavira yang telah menjalani kebiksuan selama 20 tahun, juga tidak disertai oleh Acarya yang mengajarkan ritus.
“Seorang diri dalam perjalanan pulang, di hari itu tidak ada persembahan. Saat itu Ananda, membawa patra, berkeliling kota, berpindapata sesuai urutan.”
Setelah Ananda menerima undangan, Beliau berjalan pulang seorang diri. Karena Beliau tidak berpartisipasi dalam puja persembahan makan, Beliau sangat lapar, sehingga mesti pergi untuk berpindapatra. Saat itu, Arya Ananda membawa patra untuk makan, masuk ke dalam kota, berpindapatta sesuai tahapan, dari satu rumah ke rumah lain.
“Dalam hati ingin mencari danapati terakhir sebagai donatur makanan.”
Arya Ananda berpikir, Beliau hendak memohon persembahan makan dari danapati terakhir.
“Tanpa membedakan bersih atau kotor, kesatria yang terhormat, atau candala, semua dipandang setara dengan landasan kasih.”
Di India kuno, konsep kasta sangat dipegang teguh, ada empat kasta, Brahmana yang paling tinggi, mereka adalah orang yang membina diri, kesatria adalah bangsawan atau keluarga raja, waisya adalah pedagang biasa, dan terakhir adalah sudra. Selain itu, candela adalah kalangan bawah, termasuk tukang jagal, wanita tunasusila, dan lain sebagainya. Arya Ananda mencari seorang donatur makanan, tanpa membedakan kesatria yang terhormat, atau candala yang berstrata rendah, dengan welas asih beliau memandang mereka semua dengan kesetaraan.
“Tanpa diskriminasi, menyempurnakan tekad, supaya semua makhluk dapat membuat jasa kebajikan tak terhingga.”
Arya Ananda tidak memilih berdasarkan kaya atau miskin, wajib menyempurnakan tekad, dalam berpindapatta beliau tidak mengkhususkan mencari orang kaya, juga tidak mengkhususkan mencari yang miskin dan rendah, melainkan dengan kesetaraan menganugerahkan berkah bagi semua makhluk, menganugerahkan jasa kebajikan tak terhingga kepada semua tanpa diskriminasi.
“Arya Ananda telah mengetahui bahwa Sang Begawan Tathagata pernah menegur Subhuti dan Mahaksayapa, bahwa bahwa tidak semestinya batin seorang Arahat tidak ada kesetaraan.”
Arya Ananda telah mengetahui bahwa Buddha Sakyamuni pernah menegur Subhuti dan Mahakasyapa, mengatakan bahwa mereka tidak memiliki kesetaraan kepada para insan. Subhuti mengkhususkan diri untuk berpindapatta kepada orang kaya, menurut beliau, orang kaya tidak akan menjadi miskin karena memberi sedekah, tetapi orang miskin justru akan menjadi lebih miskin. Sedangkan Mahakasyapa, mengkhususkan diri berpindapatta kepada orang miskin, sebab saat beliau menerima persembahan makan dari orang miskin, maka orang miskin yang berdana makanan akan mendapatkan berkah, sehingga berkah mereka akan terus bertambah. Namun, tidak peduli kaya mulia atau miskin rendah, pergi ke rumah yang mana pun, siapa pun yang meberi sedekah, ialah danapati Anda.
“Menghormati Tathagata, yang mengajarkan prinsip tanpa rintangan, demi menyelamatkan dari berbagai keraguan dan hujatan.”
Oleh karena itu Arya Ananda memahami, mesti mematuhi tuturan Buddha Sakyamuni, memperlakukan semua dengan kesetaraan, supaya orang lain tidak merasa curiga, supaya tidak menghujat. Tanpa rintangan berarti setara.
“Melewati perbatasan kota.”
Chenghuang yang dimaksud adalah tembok kota, cheng adalah tembok luar. Huang adalah sungai pelindung kota di luar tembok.
“Berjalan dengan tegap, penuh laku wibawa, dengan penuh khidmat berpindapatta.”
Ananda mengenakan jubah dengan sangat rapi, berjalan dengan penuh laku wibawa, berdiri tegap dan tidak membungkuk, tidak berjalan dengan serampangan, tidak sambil menoleh kanan dan kiri, menjaga laku wibawa seorang anggota Sangha.
“Saat itu, Ananda, karena berpindapatta, melewati bordil, terkena guna-guna mantra.”
Arya Ananda pergi berjalan, di tengah perjalanan melewati kediaman tunasusila, dan terkena guna-guna mantra.
“Matanga, menggunakan Mantra Dewa Brahma dari Kaplia, memikatnya memasuki kamar asusila.”
Meskipun Arya Ananda nomor satu dalam banyak mendengar Dharma, dan menjadi abdi Buddha Sakyamuni, tetapi Beliau hanya gemar mendengar pembabaran Dharma Buddha, belum punya daya samadhi. Saat itu, ada seorang tunasusila bernama Matanga, ia menjapa Mantra Dewa Brahma, ke mana pun Ananda pergi, Beliau diperdaya oleh Mantra Dewa Brahma, sehingga mengikuti langkah Matanga.
“Dengan hasrat membungkukkan badan membelainya, hendak merusak tubuh sila.”
Arya Ananda adalah seorang biksu yang harus mematuhi sila, tunasusila menjapa mantra untuk membuatnya kehilangan kesadaran, dan meraba tubuh-Nya. Tubuh adalah tubuh sila, melanggar sila asusila berarti merusak tubuh sila, Arya Ananda berada di tepi jurang pelanggaran sila.
Tutur luhur Dharmaraja laksana untaian mutiara, pengulasan Beliau sungguh sangat hidup, membuka cakrawala pencerahan kita semua, mengisi batin dengan sukacita Dharma. Di pengujung acara, Dharmaraja Lian Sheng berwelas asih mengadhisthana segenap hadirin, pujabakti hari ini pun usai dengan manggala.
------------------------
Tautan pendaftaran upacara di Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/Donate
Zoom partisipasi Upacara Homa Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/雲端視訊
Siaran langsung pujabakti Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, setiap hari Minggu, pukul 10:00 WIB
Siaran langsung upacara homa di Rainbow Temple, setiap hari Senin, pukul 05:00 WIB
Tautan Siaran Langsung (bahasa Mandarin):
https://www.youtube.com/channel/UCTQqhVgp94Vf7KTrANN8Xpw
Tautan Siaran Langsung (bahasa Inggris):
https://www.youtube.com/@tbsseattle.orgenglishstrea3035/feature
Alamat Tbboyeh:
https://www.tbboyeh.org
Kumpulan Video Pembabaran Dharma Dharmaraja Liansheng
TBSNTV bahasa Indonesia:
https://youtube.com/c/TBSNTVIndonesia
#DharmadesanaDharmarajaLiansheng
#TrueBuddhaSchool
#Padmasambhava
Istadewata Pujabakti Minggu depan #Padmakumara