6 April 2025 Upacara Homa Hevajra di Rainbow Temple
Liputan Lianhua Li Hua (蓮花麗樺)
Pada tanggal 6 April 2025, Rainbow Temple (Caihong Leizangsi/彩虹雷藏寺) di Seattle, dengan tulus mengundang Mulacarya Dharmaraja Lian Sheng untuk memimpin Upacara Homa Hevajra (Xi Jin'gang/喜金剛). Upacara berjalan dengan sempurna, usai Homa, Dharmaraja Lian Sheng memberitahukan bahwa hari Minggu depan, tanggal 13 April, pukul 3 sore, diselenggarakan Upacara Homa Bhagavati Cundi (Zhunti Fomu/準提佛母). Mantranya berbunyi: "Om. Zheli Zhuli. Zhunti. Suoha" mudranya adalah Mudra Dharani, merupakan mudra permulaan dari Sarwadharma, mengandung daya selaksa mudra. Dharmaraja memuji Bhagavati Cundi yang dijunjung tinggi dalam Tantra Timur dan di India, Dharmabala Beliau tak bertepi.
Vidyaraja Hevajra Merupakan Kepala Panca Maha Vajra
Meliputi Maha Sadhana Sunya dan Suka.
Istadewata Homa hari ini adalah Hevajra, yang merupakan Dewa Vajra yang muncul terlebih dahulu dalam jajaran Sadhana Panca Maha Vajra, sekaligus merupakan kepala dari sarwa Dharmapala dan Asta Maha Vidyaraja. Dharmaraja menyebutkan bahwa Diktat Sadhana Vajra yang pertama kali Beliau tulis adalah Sri Hevajra, nama bukunya adalah Sunyata Dalam Maha Suka.
Sadhana Hevajra sangat unggul, Bhagavati Beliau adalah Nairatmya, di empat arah ada Dakini pelindung arah, dilindungi oleh Dakini delapan arah, disebut Sunyata dalam Maha Suka. Beliau berlengan 16, memiliki abhijna tak terhingga, seperti: menyingkirkan penyakit, mengendalikan hewan buas, menganugerahkan rezeki, dengan leluasa mengendalikan langit, bumi, bulan, matahari dan lain-lain. Dapat menaklukkan Catur Mara ( Mara Klesa, Mara Pancaskandha, Mara Kematian, dan Mara Dewa Isvara ) merealisasikan delapan maha keleluasaan, tubuh dapat memenuhi trisahasra mahasahasra lokadhatu, senantiasa berdiam di alam suci, memiliki usia tak terhingga, tubuh laksana angkasa.
Mantra Hevajra adalah: "Om. Diwa. Bizhu. Warila. Hom Hom Hom. Fazha. Suoha."
Dalam mantra ini, "Fazha" adalah “Pei", yang mengandung daya menghancurkan Mara dan menyingkirkan rintangan.
Dharmaraja Lian Sheng menggunakan kisah humor untuk menyampaikan pesan kebijaksanaan dalam kantuk. Kisah menarik dari seorang lansia yang nonton bioskop. Di Amerika Serikat, lansia, militer, dan polisi mendapatkan separuh harga untuk tiket bioskop. Alkisah seorang lansia mengatakan, "Tiap kali nonton bioskop, separuh waktunya kita mengantuk, jadi diberi setengah harga." Dharmaraja mengatakan: "Sekarang, saat bersadhana juga sering mengantuk, membentuk mudra pun setengah tidur dan setengah sadar, tetapi mudra dibentuk dengan pelan, nyaman, dan bahagia."
◎ Anda Bertanya Aku Menjawab - Interaksi Adalah Kekuatan
Seorang umat dari Malaysia bertanya:
Dalam Abdi Guru Pancasika, syair ke 34 berbunyi: "Nama Guru tidak semestinya disebutkan lengkap, jika ada yang bertanya, ucapkan satu aksara saja."
Namun, dalam Sutra Satya Buddha, saat siswa melafal Nama Agung sebanyak tiga kali, melantunkan:
"Mahapadminiloka di persamuhan kolam teratai Barat, Delapan Belas Maha Padmakumara, Arya Berjubah Putih, Vajra Acarya Bermahkota Merah dan Berpita Suci, Penguasa Guhya Vajra Mantraloka, Titisan Pertama Maha Vidyadhara Lingxian Zhenfo Zong, Hyang Arya Tantrika Sheng-yen Lu."
Di dalamnya dengan jelas mengungkapkan nama lengkap Mahaguru. Mengenai hal ini, siswa timbul pertanyaan: Mengapa dalam Nama Agung diucapkan nama lengkap Buddha Guru? Apakah ini berkontradiksi dengan "Tidak boleh menyebut nama lengkap Guru" dalam Abdi Guru Pancasika? Mohon petunjuk Buddha Guru, supaya kami segenap siswa dapat memperbaiki sikap batin, perilaku, dan ucapan.
Dharmaraja Lian Sheng menjawab:
Perihal menyebut nama Guru, ada perbedaan dalam hal penyebutan di masa lampau dan masa kini. Dharmaraja menekankan, penghormatan kepada Guru ada dalam hati, bukan terbatas pada hal lahiriah.
Dharmaraja memberi contoh, pada masa Dinasti Tang, karena dalam nama Kaisar Li Shimin ada aksara "Shi", saat itu, demi menghindari kesalahan menyebut nama kaisar, rakyat menyingkat nama Guanshiyin Pusa menjadi Guanyin Pusa. Aturan semacam ini, merefleksikan penghormatan ekstrem zaman kuno terhadap para raja, tetapi dalam masyarakat masa kini, pantangan semacam itu sudah tidak sesuai untuk diterapkan. Panggilan terhadap Buddha Bodhisatwa atau Guru, mesti menitikberatkan pada penghormatan dalam hati, bukan pada pantangan lahiriah.
Mengenai ketentuan dalam Abdi Guru Pancasika, tidak boleh langsung memanggil nama Guru, Dharmaraja Lian Sheng mengungkapkan bahwa ini adalah aturan yang ditetapkan dalam lingkungan zaman dahulu, sedangkan pada masa kini, kita mesti gunakan dengan hidup, selaras dengan kondisi masa kini. Beliau menjadikan diri sendiri sebagai contoh, saat menyebut Guru Silsilah akan langsung mengatakan: Sembah puja kepada Biksu Liao Ming, sembah puja kepada Guru Sakya Zheng Kong, sembah puja kepada Gyalwa Karmapa ke-16, sembah puja kepada Guru Thubten Dhargye, semua diucapkan karena penghormatan tulus dari lubuk hati. "Jika tidak boleh menyebutkan nama lengkap, hanya boleh mengatakan: Sembah puja kepada Liao, justru terdengar tidak lengkap, dan bukan merupakan cara pengutaraan insan masa kini."
Beliau juga mengisahkan, dulu pernah dipertanyakan, mengapa menyebut Guru sendiri sebagai “Tuan”, padahal pada zaman dahulu, “Tuan” merupakan sebutan hormat, tetapi kini sebutan tersebut menjadi sebutan umum, perbedaan pada makna bahasa menjelaskan pengaruh perubahan zaman dan budaya.
Selain itu, Dharmaraja mengungkapkan bahwa demi menghindari kerancuan penyebutan nama diri sendiri, maka dalam karya tulis secara khusus menambah keterangan: “Mahaguru Lu”, untuk membedakan dengan Acarya lain yang juga disebut sebagai Mahaguru. Mengenai hal ini, Beliau menunjukkan, cara ini dapat membuat orang langsung paham sekali baca, bisa membedakan dengan jelas.
Di akhir, Dharmaraja menekankan, asalkan dalam hati kita terdapat niat menghormati, maka tidak perlu dirisaukan dengan bentuk atau batasan dalam penggunakan istilah. Kepada insan masa kini, semestinya kita gunakan cara yang sesuai, jelas, dan tetap menghormati untuk mengutarakan penghormatan kepada Guru, Acarya, Buddha dan Bodhisatwa, tidak perlu kaku mengikuti ketentuan kuno.
◎ Pengulasan Sutra Surangama
Teks Sutra: “Ananda mengatakan: Aku telah mendengar Buddha membabarkan Dharma kepada keempat golongan siswa. Karena terlahir dari batin, maka muncullah sarwadharma. Karena lahirnya dharma, maka berbagai bentuk batin pun muncul. Kini Aku merenungkan, berarti esensi pikiran ini adalah sifat dari batin. Mengikuti di mana ia menjadi satu, maka batin pun eksis. Sehingga bukan di dalam, bukan di luar, pun bukan di tengah-tengah.”
Saat mengulas Sutra, Dharmaraja Lian Sheng mengungkapkan, Ananda pernah mendengar Sang Buddha membabarkan makna Dharma kepada empat golongan siswa: biksu, biksuni, upasaka, dan upasika, menekankan bahwa sarwadharma lahir dari batin. Ananda merenungkan sifat batin dalam diri, mendapati bahwa saat batin muncul, maka akan merespon berbagai lingkungan di luar; Saat batin padam, kondisi pun juga ikut terhenti atau lenyap.
Lebih lanjut lagi, Dharmaraja menjelaskan, Ananda mengungkapkan pemikiran dan pemahaman baru lagi, yaitu batin tidak di dalam, tidak di tengah, pun tidak di luar, melainkan karena batin muncul, menjadi dharma, batin dan dharma menjadi satu, melihat kondisi apa pun, maka menjadi satu dengan kondisi lingkungan.
Teks Sutra: “Buddha memberitahu Ananda: Seperti yang kini Anda katakan, karena lahir dari dharma, maka lahir pula berbagai bentuk batin, mengikuti di mana ia menjadi satu. Batin ikut berada, tetapi batin tidak mempunyai wujud, maka tiada yang menjadi satu. Jika tidak berwujud tapi bisa menjadi satu, maka semestinya 19 loka akan menjadi satu karena tujuh kekotoran. Namun tidak demikian. Jika berwujud, maka semestinya Anda bisa menggunakan tangan untuk menjamah wujud tersebut. Batin Anda yang mengetahui, disebutkan dari dalam keluar, dan dari luar masuk. Jika dari dalam keluar, maka melihat dalam tubuh. Jika datang dari luar, maka terlebih dahulu menyatu dan bisa melihat wajah.”
Buddha Sakyamuni memberitahu Ananda: “Yang kini engkau katakan, karena lahirnya dharma, maka lahirlah berbagai bentuk batin, di mana pun menjadi satu, batin pun menjadi satu dengan lingkungan.” Tetapi Buddha balik bertanya: “Jika batin ikut eksis, batin tidak berwujud, maka tidak ada yang menjadi satu.” Jika batin tiada wujud, bagaimana bisa menjadi satu dengan dharma? Jika tidak berwujud tetapi bisa menjadi satu, berarti 19 loka pun akan menjadi satu karena tujuh kekotoran.
Lebih lanjut lagi Dharmaraja menjelaskan, 19 loka menunjuk pada 6 indra, 6 debu, 6 vijnana (mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran + rupa, suara, bebauan, cita rasa, sentuhan, dan dharma + enam vijnana), total 18 loka, ditambah angkasa menjadi 19. Jika batin tidak berwujud, maka mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran juga bukan wujud, bagaimana bisa menjadi satu? Ini keliru, ini berarti “maknanya tidak seperti itu.”
Jika menyatakan bahwa batin berwujud, maka Buddha Sakyamuni balik bertanya: “Anda gunakan tangan untuk meraba kepala, apakah kaki akan merasakannya? Meraba kaki, apakah kepala akan merasa gatal?” Jawabanya, tidak akan, sebab tiap bagian ada lingkupnya, jika batin berwujud, maka tidak akan terpisah seperti ini.
Buddha lanjut bertanya: “Batin yang Anda yang mengenali ini, apakah keluar dari dalam, atau masuk dari luar?” Jika keluar dari dalam, maka semestinya Anda dapat melihat organ dalam tubuh Anda sendiri; Jika masuk dari luar, maka semestinya Anda bisa melihat wajah Anda sendiri, tetapi tidak seperti itu.
Dharmaraja memberi contoh, air bisa berupa cairan, uap, pun juga benda padat, tetapi air sendiri bukan zat berwujud tetap, ia berubah mengikuti lingkungan. Sama halnya, batin juga terus berubah, bukan keluar dari dalam, pun bukan masuk dari luar, tidak bisa dirumuskan satu wujud yang tetap.
Teks Sutra:
“Ananda mengatakan: Melihat mata tersebut. Batin tahu itu bukan mata. Sebab melihat bukan kebenarannya. Buddha menjawab: Jika mata bisa melihat, Anda di dalam ruangan, apakah bisa melihat pintu. Jika telah mati, apakah masih ada mata, semestinya bisa melihat benda. Jika bisa melihat benda, maka mana mungkin dinamakan mati?”
Ananda bertanya kepada Buddha: “Melihat adalah fungsi dari mata, sedangkan mengetahui dan merasakan adalah fungsi dari batin, semestinya keduanya berbeda?”
Buddha balik bertanya: “Jika mata bisa melihat, orangnya ada di dalam ruangan, apakah pintu juga bisa terlihat? Jika orang mati masih punya mata, mengapa tidak bisa melihat benda? Jika bisa lihat, bagaimana mungkin disebut mati?” Punya mata tapi tidak bisa melihat, maka penglihatan bukan berasal dari fungsi dasar mata.
Teks Sutra:
“Ananda, dan Anda merasakan batin yang mengetahui, jika pasti berwujud, apakah berwujud tunggal, atau berwujud jamak. Kini pada tubuh Anda, apakah wujud yang memenuhi semua, atau yang tidak memenuhi semua. Jika satu wujud, maka saat Anda menyentuhnya dengan tangan, semestinya empat anggota badan juga merasakannya. Jika tidak ada yang merasakan, disentuh pun tidak ada. Jika disentuh ada, satu tubuh dengan Anda, maka tidak mungkin terjadi. Jika berwujud jamak, maka menjadi banyak orang, tubuh yang mana yang merupakan Anda. Jika wujudnya meliputi semua, maka mestinya bisa disentuh seperti yang dijelaskan sebelumnya. Jika tidak meliputi semua, saat Anda menyentuh kepala, pun menyentuh kaki, kepala merasakan, tetapi kaki tidak mengetahui. Kini Anda tidak demikian, oleh karena itu, ketahuilah, di mana pun menjadi satu, batin ikut berada, tidak ada hal yang demikian itu.”
Berikutnya, lebih lanjut lagi Buddha bertanya kepada Ananda: “Batin Anda yang dapat merasakan dan mengetahui itu, jika memiliki wujud, ia tunggal atau jamak? Jika berwujud tunggal, saat Anda gunakan tangan untuk menyentuh satu tempat, maka semestinya keempat anggota tubuh merasakannya; Jika berwujud banyak, maka semestinya Anda menjadi banyak orang, yang mana adalah Anda? Dan menyatakan: “Jika ia berwujud meliputi segalanya, saat Anda menyentuh kepala, semestinya kaki akan merasakannya; Jika bukan meliputi semua, maka semestinya kaki tidak merasakannya. Namun, sesungguhnya bukan demikian.”
Dari sini dapat diketahui, batin bukan bersifat padat, tidak bisa dikatakan ia memiliki wujud, pun tidak bisa dibilang tidak ada wujud. Buddha Sakyamuni menyimpulkan: “Di mana menjadi satu, di sana pula batin ikut eksis, tiada hal yang demikian.”
Dharmaraja Lian Sheng menggunakan air sebagai perumpamaan: “Air bisa berwujud sebagai uap, cairan, padat, wujud dan bentuknya tidak tetap. Mengatakan air adalah uap, cairan, atau benda padat, semua benar, sekaligus tidak benar. Demikian pula dengan batin, tidak bisa membatasi satu bentuk keberadaanya.”
Di akhir, Buddha menunjukkan: “Karena muncul batin, maka dharma pun muncul, dharma muncul, maka batin pun muncul.” Lingkungan dan batin saling menjadi nidana, keduanya saling memengaruhi. Sama seperti lima fitur wajah yang lengkap, tetapi ada beberapa orang yang terlihat sedap dipandang, ada yang tidak, semua tercipta dari batin.
Dharmaraja Lian Sheng mengungkapkan, dalam pembabaran Dharma Sang Buddha menunjukkan: Batin bukan di dalam, bukan di luar, bukan tunggal, bukan jamak, bukan ada, bukan tiada, pada akhirnya tidak bisa menetapkan eksistensi dengan logika umum. Di akhir Buddha mengatakan: “Tiada hal yang demikian.” Segala ungkapan, tidak akan bisa habis mengutarakan esensi batin.
Usai Dharmadesana, Dharmaraja Lian Sheng menganugerahkan Abhiseka Sadhana Hevajra kepada segenap umat yang hadir di lokasi. Upacara pun berakhir dengan sempurna.
------------------------
Tautan pendaftaran upacara di Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/Donate
Zoom partisipasi Upacara Homa Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/雲端視訊
Siaran langsung pujabakti Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, setiap hari Minggu, pukul 10:00 WIB
Siaran langsung upacara homa di Rainbow Temple, setiap hari Senin, pukul 05:00 WIB
Tautan Siaran Langsung (bahasa Mandarin):
https://www.youtube.com/channel/UCTQqhVgp94Vf7KTrANN8Xpw
Tautan Siaran Langsung (bahasa Inggris):
https://www.youtube.com/@tbsseattle.orgenglishstrea3035/feature
Alamat Tbboyeh:
https://www.tbboyeh.org
Kumpulan Video Pembabaran Dharma Dharmaraja Liansheng
TBSNTV bahasa Indonesia:
https://youtube.com/c/TBSNTVIndonesia
#DharmadesanaDharmarajaLiansheng
#TrueBuddhaSchool
#Hevajra
Istadewata Homa Minggu depan #BhagavatiCundi