13 April 2025 Upacara Homa Bhagavati Cundi di Rainbow Temple
Liputan Lianhua Li Hua (蓮花麗樺)
Pada tanggal 13 April 2025, Rainbow Temple (Caihong Leizangsi/彩虹雷藏寺) di Seattle, dengan tulus mengundang Mulacarya Dharmaraja Lian Sheng untuk memimpin Upacara Homa Bhagavati Cundi (Zhunti Fomu/準提佛母). Mandala ditata dengan sangat anggun dan istimewa, umat dari berbagai penjuru dunia berhimpun memenuhi arena upacara. Setelah upacara purna, Dharmaraja Lian Sheng memberitahukan bahwa hari Minggu depan, tanggal 20 April, pukul 3 sore, diselenggarakan Upacara Homa Bhagavati Sita Tara (Bai Dumu/白度母), yang merupakan anggota dari Trini Arya Dirgahayu: Sita Tara, Buddha Amitayus, dan Bhagavti Usnisavijaya. Dharmaraja Lian Sheng mengungkapkan, Sita Tara merupakan perwujudan dari Bodhisatwa Avalokitesvara, dan memiliki nidana sangat mendalam dengan Raja Tibet Songtsen Gampo, Putri Wencheng, dan Putri Bhrikuti. Di antaranya, Putri Bhrikuti merupakan titisan Sita Tara. Dharmaraja juga mengungkapkan bahwa Istadewata Homa hari ini, Bhagavati Cundi disebut juga sebagai Cundilokesvara, juga merupakan perwujudan dari Bodhisatwa Avalokitesvara, Beliau mencakup segalanya, memiliki daya agung tak terhingga. Pada saat yang sama, juga mengungkapan mudra untuk semua Tara adalah sama, Mantra Sita Tara: "Om. Biezha. Guluya. Suoha"
Dharmaraja bertanya, siapakah yang membuat thangka Bhagavati Maha Cundi yang dipasang di dekat tungku homa, Acarya Lian Yan (蓮彥上師) memberitahu bahwa thangka tersebut adalah buatan adik dari Biksu Lian Jin (蓮金法師). Sungguh piawai dalam menggambar, tampak sangat hidup, begitu melihatnya, Dharmaraja dapat berkontak batin dengan kehadiran Bhagavati Cundi, memuji bahwa seniman yang menggambarnya sungguh berbakat. Ada dua naga yang digambar dalam thangka, merepresentasikan dua abdi di bawah padmasana Bhagavati Cundi, yaitu: Raja Naga Nanda dan Raja Naga Upananda.
Lebih lanjut lagi Dharmaraja Lian Sheng mengungkapkan, silsilah Bhagavati Cundi Beliau berasal dari Mulacarya Beliau, yaitu Acarya Pufang (Pufang Shangshi/普方上師). Acarya Pufang membangun Vihara Zongchi (總持寺) di Pulau Shezi (社子島) Taiwan, yang khusus memuja Bhagavati Cundi. Dharmaraja mengenang dan bersyukur, mengutarakan bahwa banyak kitab yang ada pada Beliau saat ini, seperti Sadhana Jambhala Putih, Sadhana Bhagavati Cundi, dan lain-lain, semua berasal dari transmisi Acarya Pufang. Nama visuddhi Beliau yang diperoleh dari Sarana kepada Acarya Pufang adalah: Yuanchi (圓池).
Visualisasi Suci Sembilan Aksara Bhagavati Cundi yang Terunggul
Bhagavati Cundi adalah perwujudan dari Buddha Sakyamuni, oleh karena itu Dharmabala-Nya tanpa batas. Dharmaraja Lian Sheng mengulas Visualisasi Suci Sembilan Aksara dari Bhagavati Cundi, yang merupakan rahasia dalam rahasia, merepresentasikan sarwadharma sunyata:
Om : Sarwadharma hakikatnya tak lahir.
Zhe : Sarwadharma tak muncul pun tak lenyap.
Li : Laksana sarwadharma tiada yang diperoleh.
Zhu : Sarwadharma tiada bangkit dan tiada menetap.
Li : Sarwadharma tiada kekotoran (murni).
Zhun : Sarwadharma tiada Asambodhi.
Ti : Sarwadharma tiada menggenggam pun tiada melepas.
Suoha: Sarwadharma setara, tidak terperikan.
Sadhana Memasuki Sunya – Asamskrta Adalah Pencerahan
Dalam Dharmadesana, Dharmaraja berbagi kontak batin menakjubkan dalam sadhana: Setelah menggoyangkan genta, Dharmaraja tiba di dunia lain, tiada suatu apa pun yang eksis. Acarya Lian Ning berseru: Sudah waktunya pelimpahan jasa! Baru Dharmaraja kembali ke lokasi homa. Dharmaraja menunjukkan, kondisi semacam ini adalah: “linglung yang langka”, yaitu kondisi asamskrta, merupakan kondisi yang dicerahi oleh Buddha Sakyamuni. Dharmaraja mengungkapkan: “Kadang justru lebih baik jika kita berada dalam kondisi linglung, Buddha Sakyamuni tahu bahwa linglung adalah hal yang sangat baik.”, juga mengungkapkan kebenaran: “asamskrta berarti tidak gentar akan apa pun, tidak gentar akan suatu apa pun berarti bisa menjadi Buddha.”
Puncak Kepala Memancarkan Cahaya – Jejak Misterius
Dharmaraja juga berbagi, baru-baru ini ada beberapa hasil potret, yang menampakkan di puncak kepala ada cahaya emas, seperti enam raja besinar dalam sejarah Tibet. Menurut “Sejarah Lengkap Raja Tibet”, saat beberapa raja suci itu parinirwana, mereka pergi seturut cahaya, sehingga tubuh jasmani tidak tertinggal di dunia saha. Dharmaraja mengungkapkan, saat diri ini bersadhana masuk samadhi, jika tidak ada gangguan dari orang lain, bisa jadi saat dipotret, puncak kepala memancarkan cahaya terang tersebut.
◎ Anda Bertanya Aku Menjawab - Interaksi Adalah Kekuatan
Pertanyaan siswa dari Singapura:
1. Jika saat kondisi kritis, memilih untuk tidak dilakukan pertolongan pertama (contoh: menolak pemasangan alat pendukung kehidupan, seperti pasang selang dan trakeostomi), dan diri sendiri menandatanganinya, apakah ini termasuk perbuatan bunuh diri? Jika orang lain yang memutuskannya, apakah sama dengan tindakan membunuh?
Dharmaraja menjawab:
“Dalam surat wasiat, saya menuliskan, saya menolak trakeostomi dan pemasangan selang, Gurudara juga demikian.” Dharmaraja menunjukkan, dalam ilmu kedokteran masa kini, meskipun dengan teknologi bisa memperpanjang jangka kehidupan, tetapi kehidupan yang diperpanjang seperti itu, hanya memperpanjang waktu belaka, probabilitas kesembuhan dan kembali ke kondisi sehat tidaklah tinggi. Dharmaraja menekankan, pada masa Sang Buddha, belum ada tindakan medis semacam itu, saat itu umat manusia menempuh perjalanan kehidupannya dengan alamiah, apakah insan saat itu termasuk berbuat bunuh diri? Tentu saja tidak.
Dharmaraja berwelas asih mengingatkan, titik berat kehidupan ada pada hidup dengan bermakna, dan bukan memperpanjang sisa kehidupan secara tidak bermakna, “Nyawa ini pasti ada akhirnya, cukup hidup dengan berarti. Hidup yang tidak berarti, untuk apa dipertahankan? Tidak hanya memboroskan bahan pangan, bahkan menyusahkan orang yang harus menjaga Anda, oleh karena itu, lebih baik mangkat secara leluasa dalam damai.”
2. Janin yang gugur pada masa awal kehamilan (semester 1 hingga 12), apakah masih perlu disemayamkan sebagai arwah janin? Siswa pernah mendengar Dharmadesana Mulacarya Lian Sheng, bahwa janin pada masa awal kehamilan sudah memiliki kesadaran roh (sejak pembuahan sudah ada kesadaran roh), tetapi siswa masih bertanya-tanya apakah perlu mempersemayamkan arwah janin, mohon Mulacarya berwelas asih memberi petunjuk.
Dharmaraja Lian Sheng menunjukkan: “Mereka sudah punya kesadaran, dan karena punya kesadaran, berarti sudah ada kehidupan.” Sekalipun masih pembuahan masa awal, ia sudah punya kesadaran roh. Mempersemayamkan arwah janin berangkat dari rasa menghormati kehidupan, juga demi menenteramkan hati diri sendiri, “Sama seperti sembahyang leluhur, yang merupakan penghiburan dan penyempurnaan spiritual.”
Dharmaraja Lian Sheng mengisahkan pengalaman pribadi, betapa diri ini menghormati kehidupan, saat teringat dulu di masa muda pernah tanpa sengaja membunuh burung pelatuk, langsung menjapa Mantra Penyeberangan dan menguburnya. Kini, terhadap semua makhluk hidup, Beliau tidak tega melukainya, “Sekarang, bahkan lihat laba-laba merayap di pipa, saya gunakan kertas untuk mengangkatnya dan melepasnya ke alam.”
Dharmaraja Lian Sheng dengan sungguh hati mengingatkan kita semua supaya jangan membunuh, ada seorang dokter kandungan yang menjadikan aborsi sebagai profesi, bahkan membanggakan diri telah banyak melakukan bedah aborsi, akhirnya sungguh mengenaskan, Dharmaraja Lian Sheng mengingatkan supaya jangan berbuat karma buruk berat.
◎ Pengulasan Sutra Surangama Bab 1
Teks Sutra:
Ananda berkata kepada Buddha: Begawan! Saya pernah melihat Buddha bersama empat siswa utama: Maha Maudgalyayana, Subhuti, Purna, dan Sariputra, bersama memutar Dharmacakra. Sering mengatakan: Sadar dan mengetahui membedakan sifat batin, yaitu bukan di dalam, bukan pula di luar, pun bukan di tengah-tengah, tiada menetap; Tidak melekati segalanya, dinamakan sebagai batin. Kini Aku tidak melekat pada ego, apakah dinamakan memahami apa itu batin?”
Dharmaraja menjelaskan, Arya Ananda pernah secara langsung melihat Buddha Sakyamuni dan empat siswa utama bersama membabarkan Dharma: Maha Maudgalyayana yang nomor satu dalam abhijna, Subhuti yang nomor satu dalam pemahaman sunya, Purna yang nomor satu dalam pembabaran Dharma, dan Sariputra yang nomor satu dalam kebijaksanaan. Ananda mohon petunjuk Buddha, karena mendengar Beliau semua mengupas : “Sadar dan mengetahui membedakan sifat batin”, menyatakan bahwa batin ini bukan di dalam, bukan di luar, pun bukan di tengah-tengah, tidak bisa ditemukan di semua tempat, tidak melekati di mana pun. Kini Aku, Ananda, juga telah tidak melekati segalanya, apakah dengan demikian, telah memahami apa itu batin?”
Teks Sutra:
Buddha memberitahu Ananda: Anda mengatakan menyadari dan mengetahui sifat batin, yaitu tidak eksis. Semua makhluk hidup di dunia, baik di angkasa, di air, di daratan, atau yang terbang, disebut sebagai semua, Anda yang tidak melekat, eksis atau tidak? Jika tidak, ibarat kura-kura berbulu dan kelinci bertanduk, mengapa tidak melekat? Selama ada yang tidak melekat, maka tidak bisa disebut tiada; Alaksana berarti tiada, bukan tiada berarti laksana, laksana eksis berarti ada, bagaimana mungkin tidak melekat? Oleh karena itu, ketahuilah, segalanya tiada melekat, disebut batin yang menyadari dan mengetahui, tidak ada yang demikian.”
Dharmaraja menunjukkan bahwa Buddha menggunakan logika dan penalaran untuk membedah pendapat Ananda: “Jika tiada batin, berarti ibarat kura-kura berbulu dan kelinci bertanduk, sama sekali tidak berdasar. Karena batin tiada wujud dan tiada bentuk, pun menyatakan ia tidak melekat, bukankah ini kontradiksi?” Beliau menekankan, hanya saat mengakui eksistensi dan fungsi batin, baru ada persoalan melekat dan tidak melekat. Jika menolak eksistensi batin, berarti semua kemelekatan, sentuhan, dan bahkan objek pun tidak eksis, tidak ada dasar untuk menyebut tidak melekat.
Bagian ini, sungguh membuat kita semua menyaksikan dan mengenal esensi dan keluhuran debat pustaka suci Buddha. Dharmaraja menunjukkan, budaya debat pustaka suci semacam ini, sangat berkembang dalam agama Buddha Tibet, bahkan menjadi sarana latihan dalam bhavana. Agama Buddha India mementingkan perdebatan pustaka suci, Buddha Sakyamuni dan para Sangha Agung masa lampau juga melakukan debat. Arya Atisa sendiri telah memenangkan banyak perdebatan, sehingga dijuluki sebagai Raja Ratusan Debat. Pada tubuh Beliau tergantung banyak kunci biara, tiap kunci merepresentasikan tiap biara yang diperoleh berkat kemenangan dalam debat. Biksu Tripitaka masa Dinasti Tang, setelah mengambil Sutra di Universitas Nalanda, juga pernah memperoleh kedudukan kuat setelah menang debat, sehingga berhasil membawa banyak Sutra pulang kembali ke Tiongkok. Pada masa Dinasti Raja Guge, pernah mengundang Arya Atisa, Beliau dikenali dengan tubuhnya yang dipenuhi kunci yang bergelantungan. Tradisi ini juga berlanjut hingga Tantra masuk Tibet, debat pustaka suci menjadi cara pembabaran Dharma yang penting. Dharmaraja Lian Sheng mengisahkan interaksi dengan vihara Tantra Tibet, pernah ada vihara yang mempersiapkan acara debat sebagai upacara penyambutan, tetapi menolaknya karena perbedaan dan kendala bahasa.
Selain itu, Dharmaraja juga mengungkapkan jodoh dengan Ganden Tripa, yang merupakan pemimpin spiritual Gelugpa, yang dihormati sebagai biksu yang paling berilmu, kedudukan hanya di bawah Dalai Lama dan Panchen Lama. Dharmaraja mengungkapkan, Ganden Tripa pernah berkunjung ke Rainbow Temple, saat memberikan persembahan kepada mandala, beliau melempar khata dan tepat tersangkut pada pedang Bodhisatwa Manjusri. Ternyata, Ganden Tripa merepresentasikan Je Tsongkhapa, dan Je Tsongkhapa merupakan titisan dari Bodhisatwa Manjusri, Bodhisatwa yang paling berilmu.
Di akhir Dharmadesana, Mulacarya Dharmaraja Lian Sheng berbagi proses tergugah yang penuh dengan makna filosofis, Dharmaraja menunjukkan, mulai Zhong Yong dari Konfusius, Wu Wei dari Laozi, Xiao Yao dari Zhuangzi, Fei Gong dari Mo Tzu, hingga anatman dari Buddha, semua merupakan refleksi dari “linglung yang langka.”
Buddha pernah mengatakan: “Orang tidak boleh terlampau dekat, suatu hal tidak boleh terlampau jelas, segala hal yang terlampau dekat, tidak diragukan lagi, jodohnya pasti cepat habis.” Dharmaraja Lian Sheng mengungkapkan, hidup ini, pada dasarnya, yang hidup adalah perasaan hati. Jika dalam perasaan ada terlampau banyak hal, maka Anda akan letih. Bersikap linglung justru hari-hari cerah.
Usai Dharmadesana, Dharmaraja Lian Sheng menganugerahkan Abhiseka Sadhana Bhagavati Cundi kepada segenap siswa yang hadir. Upacara pun usai dengan sempurna.
------------------------
Tautan pendaftaran upacara di Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/Donate
Zoom partisipasi Upacara Homa Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/雲端視訊
Siaran langsung pujabakti Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, setiap hari Minggu, pukul 10:00 WIB
Siaran langsung upacara homa di Rainbow Temple, setiap hari Senin, pukul 05:00 WIB
Tautan Siaran Langsung (bahasa Mandarin):
https://www.youtube.com/channel/UCTQqhVgp94Vf7KTrANN8Xpw
Tautan Siaran Langsung (bahasa Inggris):
https://www.youtube.com/@tbsseattle.orgenglishstrea3035/feature
Alamat Tbboyeh:
https://www.tbboyeh.org
Kumpulan Video Pembabaran Dharma Dharmaraja Liansheng
TBSNTV bahasa Indonesia:
https://youtube.com/c/TBSNTVIndonesia
#DharmadesanaDharmarajaLiansheng
#TrueBuddhaSchool
#BhagavatiCundi
Istadewata Homa Minggu depan #SitaTara