31 Agustus 2025 Upacara Homa Mahadewi Yaochi di Rainbow Temple
Liputan TBSN Lianhua Li Hua (蓮花麗樺)
Pada tanggal 31 Agustus 2025, Rainbow Temple (Caihong Leizangsi/彩虹雷藏寺) di Seattle menyelenggarakan Upacara Homa Mahadewi Yaochi (Yaochijinmu/瑤池金母), dengan tulus mengundang Dharmaraja Lian Sheng untuk hadir secara langsung sebagai upacarika. Pujabakti dihadiri oleh para umat dan simpatisan. Segenap siswa dari seluruh penjuru dunia turut berpartisipasi dalam siaran langsung daring. Usai upacara, Dharmaraja mengumumkan bahwa pada hari Minggu, 7 September, pukul 15.00, adalah Upacara Homa Bodhisatwa Ksitigarbha (Dizangwangpusa/地藏王菩薩).
Dharmaraja Lian Sheng membabarkan bahwa Bodhisatwa Ksitigarbha merupakan salah satu dari Asta Mahadinatha, ketika Buddha membabarkan Dharma kepada Ratu Mahamaya di Surga Trayastrimsa, pernah menitipkan makhluk di enam alam: dewa, manusia, asura, neraka, preta, dan hewan kepada Bodhisatwa Ksitigarbha. Nidana ini banyak didiskusikan dalam dunia agama Buddha, sebab Buddha tidak menitipkan kepada Bodhisatwa Manjusri yang nomor satu dalam kebijaksanaan, Bodhisatwa Avalokitesvara yang nomor satu dalam maitrikaruna. Hanya Bodhisatwa Ksitigarbha yang memikul tanggung jawab berat ini. Dalam dunia agama ada orang yang berpendapat, sebabnya adalah ikrar agung yang dibuat oleh Bodhisatwa Ksitigarbha: “Sebelum neraka kosong, berikrar tidak akan menjadi Buddha.”, daya ikrar ini yang paling agung dan paling mendalam, oleh karena itu Buddha menitipkan semua makhluk di enam alam kepada Bodhisatwa Ksitigarbha. Selain itu, di antara Asta Maha Bodhisatwa, hanya Bodhisatwa Ksitigarbha yang tampil dalam rupa biksu, membabarkan Dharma dalam rupa Sangha, dengan maitri karuna membimbing semua makhluk.
Mengenai Istadewata hari itu, Dharmaraja Lian Sheng menekankan, Zhenfo Zong memiliki nidana mendalam dengan Mahadewi Yaochi, Dharmaraja mengenang: “Tanpa Mahadewi Yaochi, tidak ada Sheng-Yan Lu; Tanpa Sheng-Yan Lu, tidak ada Zhenfo Zong, juga tidak ada vihara vajragarbha.” Jika bukan karena berjumpa dengan Mahadewi Yaochi, hidup ini akan dijalani sebagai pegawai survei dan pemetaan pemerintah, tidak akan ada kehidupan pembabaran Dharma memberi manfaat bagi semua makhluk seperti hari ini. Dharmaraja Lian Sheng sungguh bersyukur kepada Mahadewi Yaochi yang membantu mencapai keberhasilan dalam segala hal, kemudian menyanyikan lagu “Selamat Ulang Tahun” dalam bahasa Indonesia.
Lebih lanjut Dharmaraja Berdharmadesana, Pintu Dharma Mahadewi Yaochi sangat luas, di antaranya adalah Penyeberangan Ribuan Bahtera Dharma, Mahadewi Yaochi dan Vajra Vyaghravaktra menjadi Istadewata, menyeberangkan makhluk yang tak terhingga banyaknya, pahalanya tak terhingga.
Membahas mengenai budaya dan sejarah, Dharmaraja mengungkapkan dalam catatan berharga Gua Dunhuang, di antaranya bisa dilihat terdapat Buddha Sakyamuni, Mahadewi Yaochi, Donghuadijun, dan Padmakumara yang tampil bersama, ini membuktikkan bahwa silsilah Zhenfo Zong berakar sangat dalam. Dharmaraja juga mengungkapkan, dalam "Penelitian Gua Dunhuang" yang diterbitkan oleh Universitas Lanzhou, di antaranya dengan jelas disebutkan mengenai Padmakumara, bahkan menyebut Bodhisatwa Avalokitesvara dan Bodhisatwa Mahastamaprapta sebagai Padmakumara, menampakkan jodoh Dharma Padmakumara sangat dalam dan sudah ada sejak lama.
◎ Interaksi Adalah Kekuatan - Anda Bertanya Saya Menjawab
Pertanyaan siswa di Malaysia:
Tiap kali usai pujabakti, selama 10 menit, siswa berbagi perolehan bersadhana dan mengupas metode visualisasi dalam sadhana yang diulas dengan mendetail dalam karya tulis Mahaguru Lu : "Maha Cahaya Padma Tantra", serta metode visualisasi diri sendiri saat bersadhana, yang lebih mudah dan detail, supaya semua memiliki pemahaman lebih mendalam terhadap Sadhana Tantra Zhenfo.
Namun, kemudian, justru dicurigai dan tidak boleh berbagi lagi:
1. Dikatakan bahwa siapa pun yang belum pencerahan, tidak boleh berbagi pengalaman bersadhana, terutama yang bukan Acarya, tidak boleh berbagi pengalaman.
2. Pengalaman dan perolehan membaca karya tulis Mahaguru Lu pun juga tidak boleh dibagikan. Sebab berbagi sama saja dengan mentransmisikan Dharma, berarti melanggar aturan sekte, dan tergolong tindakan yang melampaui aturan, dan dapat menghasilkan akibat karma yang harus ditanggung sendiri. Mengenai rintangan baca dan pemahaman umat, merupakan sebab dan kondisi pribadi masing-masing.
Karena pernah menerima abhiseka vajra dan genta, setiap kali bersadhana, siswa membuat simabandhana menggunakan vajra dan genta, tetapi tidak pernah mengadhisthana umat Sedharma dengan gerakan santika, paustika, vasikarana, dan abhicaruka.
Umat Sedharma juga mengatakan bahwa sekalipun sudah pernah menerima abhiseka, itu bukan bisa digunakan oleh umat, hanya Acarya yang bisa menggunakan vajra dan genta untuk simabandhana. Menurut siswa, sejak hari pertama kita Bersarana kepada Mulacarya, kita sudah menerima vyakarana bahwa kita semua adalah Padmakumara, dalam hal Dharmabakti, kita mengenakan jubah Dharma, ini tanda kita wajib menyeberangkan semua makhluk, memberi manfaat kepada semua makhluk, membabarkan makna Dharma ajaran Mulacarya Lian Sheng.
Mengenai benar atau tidaknya, apakah siswa boleh melanjutkannya, mohon petunjuk dari Dharmaraja Lian Sheng, untuk mengatasi tanda tanya di hati siswa.
Dharmaraja Lian Sheng menjawab:
Mengenai urusan Dharmabakti, bisa menurut AD/ART True Buddha Foundation (TBF), dan jika terjadi perdebatan, disarankan untuk diselesaikan secara resmi melalui TBF. Dharmaraja Lian Sheng mengingatkan segenap siswa, bahwa membabarkan Buddhadharma adalah tanggung jawab tiap insan, kewajiban membimbing makhluk tidak hanya terbatas bagi status tertentu. Baik anggota Sangha, upasaka, maupun upasika, semua wajib menyeberangkan diri sendiri dan makhluk lain, ini adalah kewajiban dan tanggung jawab bagi tiap siswa. Dharmaraja menekankan, di antara Maha Bodhisatwa, Bodhisatwa Avalokitesvara, Bodhisatwa Manjusri dan lain-lain, semua belum tentu tampil dalam rupa biksu/biksuni, tetapi semua tetap menyeberangkan makhluk luas, semua ini membuktikan bahwa menyeberangkan semua makhluk tidak dibedakan berdasarkan status dan jabatan.
Pada saat yang sama, Acarya Lian Qi (蓮麒上師) menambahkan, TBF sudah memiliki regulasi yang jelas dalam AD/ART, di antaranya, lampiran B2, tertulis ruang lingkup Dharmabakti yang dilakukan oleh rohaniwan. Contohnya, dalam acara resmi Dharmabakti, penggunaan vajra dan genta, wajib memiliki kualifikasi sebagai Pandita Lokapalasraya baru bisa menggunakannya, tetapi jika tergolong adhisthana bagi diri sendiri atau dalam keluarga, tidak termasuk dalam lingkup pembatasan ini.
Dharmaraja Lian Sheng menyimpulkan, bagaimana pun detailnya aturan TBF, segenap siswa bisa melalui handai tolan, atau lingkungan kehidupan masing-masing untuk membabarkan Buddhadharma; Lulus ujian Pandita Lokapalasraya memengaruhi kualifikasi dalam hal Dharmabakti resmi, tidak akan memengaruhi tanggung jawab dan jasa kebajikan dalam membimbing insan dalam kebajikan dan menyeberangkan makhluk dalam kehidupan sehari-hari.
◎ Pengulasan Sutra Surangama, Bab 3
"Ananda, seumpama seseorang yang menjilat bibirnya berulang kali hingga lidahnya terasa letih. Jika ia sakit, ia akan merasakan rasa pahit; jika tidak, rasanya akan terasa sedikit manis. Pengalamannya akan rasa manis atau pahit menunjukkan bahwa lidahnya masih aktif ketika tidak ada rasa yang hadir. Apa yang dirasakan lidah saat letih, serta lidah itu sendiri, muncul melalui ketegangan yang diberikan pada pikiran Bodhi. Ketegangan tersebut menyebabkan distorsi persepsi. Agar pengecapan dapat terjadi, atribut ilusi berupa rasa manis atau pahit, atau ketiadaan rasa, harus bersentuhan dengan indra lidah; inilah yang kita sebut pengecapan."
“Agar pengecapan terjadi, atribut ilusi rasa manis atau pahit, atau ketiadaan rasa, harus bersentuhan dengan indra lidah; inilah yang kita sebut pengecapan. Terlepas dari rasa manis dan pahit, dan ketiadaan rasa, pengecapan tidak memiliki dasar yang jelas. Pahamilah dengan cara ini, Ananda: apa yang kita sebut pengecapan tidak terjadi karena rasa manis atau pahit atau ketiadaan rasa, juga tidak terjadi karena indra lidah, juga tidak terjadi karena ruang.”
“Mengapa? Jika pengecapan terjadi karena adanya rasa manis atau pahit, bagaimana Anda menyadari ketiadaan rasa? Jika pengecapan terjadi karena tidak adanya rasa, rasa itu akan lenyap dengan adanya rasa manis atau pahit. Lalu, bagaimana Anda menyadari rasa manis atau pahit? Lebih lanjut, pengecapan tidak dapat terjadi karena indra lidah, karena jelas ada kebutuhan akan rasa seperti manis atau pahit, atau ketiadaan rasa, jika pengecapan terjadi. Oleh karena itu, indra lidah tidak memiliki eksistensi yang independen.”
“Jika pengecapan terjadi karena ruang, maka ruang akan memiliki kemampuan untuk mengecap, dan ruang, bukan lidah Anda, yang akan memiliki kesadaran akan rasa. Jika ruang menyadari rasa, apa hubungannya pengecapan dengan indra lidah? Dengan cara ini, ketahuilah bahwa indra lidah bersifat ilusi. Ia tidak muncul karena sebab dan kondisi, juga tidak muncul dengan sendirinya.”
Pengulasan Dharmaraja Lian Sheng:
Dharmaraja Lian Sheng menjelaskan, Buddha membuat perumpamaan melalui pengecapan lidah akan rasa manis, pahit, dan tawar, untuk menjelaskan bahwa kesadaran pengecap pada hakikatnya bukan berasal dari lidah, pun bukan dari ruang; Lidah pada dasarnya tidak memiliki sifat independent, dan tergolong ilusi, dan tampak bahwa “pada hakikatnya bukan muncul dari sebab dan kondisi, juga bukan muncul dengan sendirinya.”
Lebih lanjut, Dharmaraja menjelaskan, rasa asam, manis, pahit, dan pedas, timbul karena faktor eksternal yang bersentuhan dengan lidah, dan sifatnya tidak terus menetap tanpa berubah. Sama seperti rasa manis saat awal menikmati tebu, setelah terus dikunyah, pada akhirnya tidak berasa. Makanan atau pengalaman yang sama, akan mengalami perubahan rasa seiring waktu. Ini membuktikan yang dikatakan oleh Sang Buddha: Indra pengecap tidak memiliki sifat yang menetap tidak berubah, hanya Batin Sejati Terang nan Luhur, Buddhata, yang sungguh-sungguh tidak berubah.
Supaya siswa bisa lebih mudah memahami, Dharmaraja Lian Sheng menggunakan contoh dalam kehidupan masa kini, jalinan rasa antar manusia saat ini, kemanisan saat dicium akan menjadi tawar seiring waktu, semua ini menjelaskan bahwa sensasi dan perasaan terus berubah dalam ketidakkekalan. Bahkan syarat eksternal, seperti Kesehatan, kebersihan mulut dan gusi, semua memengaruhi sensasi rasa. Semua perubahan ini justru membuktikan apa yang disabdakan oleh Buddha, esensi pengecapan bukan ada pada lidah, melainkan pada perpaduan palsu dari kondisi.
Di akhir, Dharmaraja Lian Sheng mengingatkan semua, lidah dan pengecapan adalah tidak kekal, ilusi. Buddhata dan Batin Sejati Terang nan Luhur adalah sejati dan kekal. Sadhaka wajib melakukan pengamatan dan perenungan anitya dalam kehidupan sehari-hari, lebih lanjut lagi, memahami kebijaksanaan Buddha.
Upacara pun usai dalam keagungan dan sukacita, semua menerima pencerahan kebijaksanaan dalam batin masing-masing. Dharmaraja Lian Sheng menganugerahkan Abhiseka Sadhana Mahadewi Yaochi kepada segenap umat yang hadir, semua penuh dengan Dharmasuka, sempurna dan keagungan Dharma.
------------------------
Tautan pendaftaran upacara di Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/Donate
Zoom partisipasi Upacara Homa Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/雲端視訊
Siaran langsung pujabakti Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, setiap hari Minggu, pukul 10:00 WIB
Siaran langsung upacara homa di Rainbow Temple, setiap hari Senin, pukul 05:00 WIB
Tautan Siaran Langsung (bahasa Mandarin):
https://www.youtube.com/channel/UCTQqhVgp94Vf7KTrANN8Xpw
Tautan Siaran Langsung (bahasa Inggris):
https://www.youtube.com/@tbsseattle.orgenglishstrea3035/feature
Alamat Tbboyeh:
https://www.tbboyeh.org
Kumpulan Video Pembabaran Dharma Dharmaraja Liansheng
TBSNTV bahasa Indonesia:
https://youtube.com/c/TBSNTVIndonesia
#DharmadesanaDharmarajaLiansheng
#TrueBuddhaSchool
#MahadewiYaochi
Istadewata Homa Minggu depan #BodhisatwaKsitigarbha