19 Oktober 2025 Upacara Homa Vajra Mahabala di Rainbow Temple

19 Oktober 2025 Upacara Homa Vajra Mahabala di Rainbow Temple

Liputan TBSN Lianhua Yun Shuang (蓮花韻霜)

Pada tanggal 19 Oktober 2025, Dharmaraja Lian Sheng hadir di Rainbow Temple (Caihong Leizangsi/彩虹雷藏寺) untuk memimpin Upacara Agung Homa Mahabala (Dali Jin’gang/大力金剛). Usai upacara sempurna, Dharmaraja memberitahu semua: hari Minggu depan, tanggal 26 Oktober 2025, pukul 12:30, akan dilakukan Upacara Peletakan Batu Pertama untuk Wihara Zashi di Rainbow Temple, dan pada pukul 3 sore akan memimpin Upacara Agung Homa Bodhisatwa Dewi Marici (Molizhitian Pusa/摩利支天菩薩).

Dharmaraja Lian Sheng mengungkapkan, Vajra Mahabala dan Bodhisatwa Marici adalah Dharmapala ikrar, semua berikrar untuk melindungi siswa Zhenfo Zong.

Vajra Mahabala merupakan perpaduan Empat Makhluk Suci, Beliau melambangkan Buddha Amitabha, Mahadewi Yaochi, Bodhisatwa Ksitigarbha, dan Padmakumara. Hiasan puncak kepala Beliau adalah Buddha Amitabha, tangan memegang toya merepresentasikan Padmakumara, memegang vyjanacamara merepresentasikan Mahadewi Yaochi, Beliau juga merupakan Mahabala Duta dari Bodhisatwa Ksitigarbha. Oleh karena itu, Vajra Mahabala merupakan perwujudan dari Bodhisatwa Ksitigarbha, Buddha Amitabha, Mahadewi Yaochi, dan Padmakumara dalam satu tubuh. Asalkan Anda mencapai yoga dengan Vajra Mahabala, pada saat yang sama beryoga dengan Buddha Amitabha, Padmakumara, Mahadewi Yaochi, dan Bodhisatwa Ksitigarbha.

Dengan humoris, Dharmaraja membabarkan contoh respon spiritual dari Vajra Mahabala: Pernah menjapa Mantra Vajra Mahabala di kasino, saat menyertai empat siswa, yang pada akhirnya mereka menang berturut-turut, memenangkan segunung token, menghebohkan seluruh kasino, bahkan manajer dan pengawas mereka datang untuk memeriksa.

Dharmaraja tertawa, semua itu adalah perwujudan kuasa besar dari Vajra Mahabala, tetapi dengan welas asih Dharmaraja Lian Sheng mengingatkan segenap siswa: “Seorang sadhaka tidak boleh berjudi.” Kasino menghidupi para petugas yang tak terhitung banyaknya, dan keuntungan mereka berasal dari kekalahan para pengunjung, dan mereka tidak akan membiarkan orang untuk menang.

Dharmaraja mengingatkan, jika Anda berkunjung ke kasino hanya untuk wisata, melihat pertunjukan, atau kuliner, tidak masalah, cukup menjadikannya sebagai hiburan, tetapi jangan sampai Anda menjadi kecanduan judi.

Dharmaraja Lian Sheng mengisahkan, di sisi kanan ruang tamu Arama Nanshan, ada satu pratima Mahadewi Yaochi Sepuluh Ribu Tangan Buddha dan Mata Tanpa Batas, sungguh sangat agung, berlengan sepuluh ribu dan tiap tangan terdapat mata, mata-Nya hidup, sangat agung. Dharmaraja mengungkapkan, setiap malam akan mengucapkan selamat malam kepada tiap makhluk suci, memohon adhisthana, hubungan Beliau dengan Mahadewi Yaochi ibarat ibu dan anak yang terhubung secara batin, tiap kali bertanya, Mahadewi Yaochi pasti menjawab. Saat merasa kurang sehat, tidak bisa tidur, atau banyak kerisauan, asalkan Anda dengan tulus berdoa, pasti memperoleh kontak batin.

Dharmaraja Lian Sheng mengugkapkan, suatu kali saat bertanya kepada Mahadewi Yaochi perihal jangka waktu kehidupan, setelah Mahadewi Yaochi menjawab dengan jelas, Dharmaraja memastikannya tiga kali, dan jawabannya tetap sama. Saat bertanya: “Apakah bisa memperpanjang usia?”, dengan welas asih Mahadewi Yaochi menjawab: “Bisa, jika ingin memperpanjang usia, harus melakukan kebajikan besar, karena hanya kebajikan besar yang dapat memperpanjang usia, dan memperoleh Kesehatan.”

◎ Interaksi Adalah Kekuatan - Anda Bertanya Saya Menjawab

Pertanyaan dari Lianhua Liao Yiwang di Singapura:
Sembah puja kepada Y.M. Mulacarya Silsilah, siswa memanjatkan aspirasi, Buddha Guru sehat sentosa, senantiasa manggala, menetap di dunia, memutar cakra Dharma!

Dulu, dalam tanya jawab tanggal 17 Mei 2025, Dharmaraja Lian Sheng menjawab pertanyaan seorang umat. Anda mengatakan bahwa Buddha bumi hetu bisa Parinirwana, sedangkan Buddha bumi phala tidak Parinirwana.

Pada mulanya siswa sedikit tidak paham, sebab, jika dipandang dari sudut dunia material, Buddha Sakyamuni di dunia fana benar-benar menampilkan peristiwa kelahiran, dan benar-benar pernah lenyap dari dunia fana (Parinirwana), ini bahkan tercata dalam buku sejarah.

Berdasarkan apa yang Anda katakan, siswa memahami bahwa: Dunia kita ini, dunia material, sesungguhnya adalah bumi hetu. Sedangkan tubuh mula Buddha Sakyamuni yang sesungguhnya (Dharmakaya) ada dalam kekekalan (bumi phala). Beliau Parinirwana di dunia ini, semata untuk memberi petunjuk. Sesungguhnya Beliau ada dalam kekekalan, haya saja, kita dengan tubuh jasmani di dunia ini, tidak bisa melihat Dharmakaya Buddha. Kecuali kita berbhavana hingga berhasil, baru bisa melihat Dharmakaya Buddha.

Apakah pemahaman siswa ini benar?

Mengapa siswa punya pertanyaan ini, sebab sangat banyak orang luar juga menyimak sesi tanya jawab dengan Dharmaraja Lian Sheng. Jika mereka tidak memahami apa itu bumi hetu dan bumi phala, mungkin bisa salah paham. Mohon petunjuk Buddha Guru.

Dharmaraja Lian Sheng menjawab:

“Apa yang dia katakan sungguh benar, memang demikian.” Sekarang kita semua ada di bumi hetu, sampai di bumi phala kelak kita bisa melihat Padmakumara yang sejati. Mahaguru Lu saat ini, akan mengalami kelahiran dan kematian. Sedangkan Padmakumara di bumi phala tidak lahir dan tidak mati. Banyak orang pernah melihat Padmakumara dari bumi phala, baik dalam mimpi, maupun dalam samadhi, bisa berkontak batin dengan Padmakumara, ini merupakan kontak batin dengan Dharmakaya yang benar-benar ada.

Meskipun Dharmakaya bumi phala tidak berwujud, tetapi setiap saat bisa merasakan, melihat, bahkan mendengar, tidak pernah terpisahkan dengan sadhaka selama 24 jam penuh. Jika Dharmakaya Padmakumara menyertai Anda, begitu pikiran Anda memikirkan, Ia pun akan muncul, begitu batin bergerak, Ia langsung hadir. Bahkan ada seorang umat, di saat ia menangis, Dharmakaya Padmakumara langsung hadir; Ada juga yang dalam mimpi, atau saat meditasi, bisa berkontak batin dengan Dharmakaya, ia merasakan sentuhan, dan ini sungguh nyata.

Dharmaraja Lian Sheng juga mengungkapkan, nafsu keinginan adalah hal yang wajar bagi umat manusia, titik berat ada pada transformasi. Sadhaka mesti belajar bagaimana supaya lingkungan bisa membantu bhavananya, “Orang bijak tingkat tinggi, tidur pisah ranjang; Orang bijak tingkat menengah, tidur pisah selimut; Orang bijak tahap awal, hanya bisa menjaga diri dengan tidur sendirian.”, kurangi gangguan eksternal. Saat kontak yoga dengan Istadewata, dengan sendirinya batin pun bersih; Cahaya Istadewata memasuki diri, sehingga pikiran awam bertransformasi menjadi cahaya terang nan suci.

◎ Pengulasan Sutra Surangama, Bab 3

“Lebih lanjut, Ananda, menurut pemahamanmu, indra lidah dan rasa merupakan syarat bagi munculnya kesadaran pengecap. Tetapi apakah kesadaran ini muncul dari indra lidah, sehingga dibatasi oleh batas-batas indra lidah? Atau apakah ia muncul dari rasa, sehingga dibatasi oleh batas-batas rasa?”

“Ananda, andaikan ia muncul dari indra lidah. Maka engkau tidak akan mampu merasakan rasa yang kita temukan di dunia, seperti tebu, plum asam, rimpang, garam, temulawak, jahe, dan kayu manis. Engkau hanya akan mampu merasakan indra lidahmu sendiri. Apakah rasanya manis atau pahit? Andaikan pahit: apa yang dimaksud dengan merasakannya? Karena indra lidah tidak dapat merasakan dirinya sendiri, terdiri dari apakah kesadaran pengecap? Jika indra lidahmu tidak pahit, rasa pahit tidak dapat muncul darinya. Lalu, atas dasar apakah kesadaran pengecap akan terbentuk?”

“Misalkan kesadaran pengecap muncul dari rasa. Maka kesadaran pengecap itu sendiri akan memiliki rasa, dan seperti halnya indra penciuman sebelumnya, kesadaran pengecap tidak akan mampu mengecap rasanya sendiri. Lalu, bagaimana ia dapat menyadari ada atau tidaknya rasa apa pun? Lebih lanjut, rasa tidak muncul dari satu hal. Karena rasa berasal dari banyak hal yang berbeda, pastilah ada banyak kesadaran pengecap. Namun, mengingat pada akhirnya hanya ada satu kesadaran pengecap, maka jika kesadaran pengecap tunggal itu memang muncul dari rasa, ia sendiri pasti merupakan kombinasi rasa seperti asin, hambar, manis, dan pedas. Berbagai karakteristiknya harus berubah menjadi satu rasa, dan Anda tidak akan dapat membedakan satu sama lain. Karena kesadaran pengecap Anda tidak dapat membedakannya, ia tidak dapat menjadi apa yang kita sebut kesadaran, dan karenanya tidak dapat menjadi konstituen yang merupakan kesadaran pengecap. Ia juga tidak dapat muncul dari ruang."

“Jangan katakan bahwa indra lidah dan rasa bersentuhan dan berpadu menciptakan suatu unsur di tempat kontaknya. Jika rasa, yang eksternal, dan indra lidah, yang internal, berpadu, maka tidak akan ada tempat kontak. Keduanya akan lenyap sebagai unsur yang terpisah.”

“Oleh karena itu, ketahuilah bahwa indra lidah dan rasa tidak dapat menjadi syarat bagi munculnya kesadaran lidah, karena tidak satu pun dari ketiga unsur ini: indra lidah, rasa, dan kesadaran pengecap, memiliki eksistensi yang independen. Pada dasarnya, ketiga unsur ini tidak muncul dari sebab dan kondisi; juga tidak muncul dengan sendirinya.”


Ananda bertanya: Saat lidah dan rasa bersentuhan, kenapa bisa menghasilkan kesadaran pengecap? Apakah kesadaran ini muncul dari lidah, atau muncul dari rasa?

Buddha mengatakan:
Jika dikatakan dihasilkan oleh lidah, maka rasa-rasa di dunia, seperti: tebu, plum, rimpang, garam, temulawak, jahe, dan kayu manis, semestinya tidak berasa. Sebab lidah sendiri tidak punya rasa manis, asam, pahit, asin, dan aneka rasa lainnya. Coba Anda rasakan lidah Anda sendiri, apakah manis? Apa pahit? Semua bukan. Kita bisa mengetahui bahwa lidah tidak berasa, juga tanpa inti.

Jika dikatakan dihasilkan oleh rasa, maka rasa itu sendiri juga tidak bisa merasakan dan menyadarinya. Jika rasa bisa menyadari diri sendiri, maka tidak diperlukan lidah. Lagi pula, ada beberapa macam rasa: asin, tawar, manis, pedas, jika kesadaran pengecap dihasilkan oleh rasa, maka semestinya kesadaran juga berubah menjadi banyak. Jika kesadaran hanya punya satu substansi, maka terhadap berbagai macam rasa, ia tidak akan bisa membedakannya; Jika tidak ada pembedaan, maka tidak akan menjadi kesadaran.

Sesungguhnya, lidah, rasa, dan kesadaran pengecap, saat ketiga hal ini terpisah, semua tanpa inti, dan tidak bisa kurang satu pun di antara mereka. Mereka hanya perpaduan sementara dari sebab dan kondisi, dan bukan benar-benar ada satu kesadaran pengecap yang eksis.

Oleh karena itu, Buddha mengatakan:
Lidah, rasa, dan kesadaran pengecap, ketiganya tanpa inti, bukan muncul dari sebab dan kondisi, bukan pula ada dengan sendirinya.

Ketika Dharmaraja membabarkan mengenai lidah dan kesadaran rasa, mengungkapkan bahwa dulu ada sdri. Hui Hui yang menderita asma, ia bisa mengeluarkan dahak dan menariknya menjadi sangat panjang, membuat orang yang melihat: “Amituofo! Kalau demikian, siapa yang berani mencium Anda?” mengingatkan semua untuk memperhatikan kebersihan mulut.

Lebih lanjut lagi, Dharmaraja menjelaskan: Kesadaran pengecap baru bisa muncul setelah ada sentuhan, bukan lidah yang menghasilkan rasa, pun bukan makanan sendiri yang punya kesadaran, melainkan saat keduanya bersentuhan, baru muncul sensasi rasa. Dengan humoris Dharmaraja memberi contoh: “Mulut dengan mulut, tidak ada rasa, lidah dengan lidah baru ada rasa.” (hadirin tertawa) menekankan bahwa kesadaran muncul dari sentuhan, tanpa sebab dan kondisi, tiada inti.

Dharmaraja berpesan:
Kebersihan mulut sangat penting, jangan hanya sikat gigi di pagi hari. Setelah makan kita wajib membersihkan gigi, supaya tidak menghasilkan kuman. Kita wajib menjaga kesegaran napas. Dharmaraja membagikan empat tahap sikat gigi, sesuai kebiasaan pribadi: disiram air, menggunakan tusuk gigi atau benang gigi, kemudian menyikat gigi. Dharmaraja mengingatkan segenap siswa, kita berbhavana di dunia, wajib memperhatikan kebersihan sehari-hari, dan tata krama hubungan antar sesama.

Di akhir, Dharmaraja menggunakan kisah humor untuk menutup Dharmadesana:

Ada dua orang yang berdebat sepanjang hari hanya demi persoalan “3x8”, yang satu mengatakan 24, yang satu bersikeras 21, akhirnya mereka ribut hingga kantor bupati. Bupati memerintahkan untuk menyeret keluar orang yang berpendapat bahwa 3x8=24, untuk dipukul 20 kali. Orang itu memprotes: “Padahal jelas-jelas saya yang benar!” Bupati mengatakan: “Anda bisa tetap berdebat sepanjang hari melawan pendapat 3x8=21, masih membela diri bahwa Anda tidak bodoh? Anda pantas dihukum!”

Dharmaraja Lian Sheng membabarkan, humor ini mengingatkan kita, jangan berdebat dengan orang yang perkataanya tidak masuk akal. Jika pihak lawan tidak masuk akal, semakin Anda berdebat semakin Anda emosi. Sadhaka mesti paham untuk berhenti bicara, tidak terjebak oleh lingkungan, inilah kebijaksanaan sejati.

Dharmaraja Lian Sheng tertawa mengatakan: “Saya mengatakan hal-hal logis, belajar Buddha mesti memahami logika, melakukan kebajikan.”

Usai Dharmadesana, Dharmaraja Lian Sheng berwelas asih menganugerahkan Abhiseka Sadhana Vajra Mahabala kepada segenap hadirin, upacara pun usai dengan sempurna.

------------------------

Tautan pendaftaran upacara di Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/Donate

Zoom partisipasi Upacara Homa Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/雲端視訊

Siaran langsung pujabakti Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, setiap hari Minggu, pukul 10:00 WIB
Siaran langsung upacara homa di Rainbow Temple, setiap hari Senin, pukul 05:00 WIB

Tautan Siaran Langsung (bahasa Mandarin):
https://www.youtube.com/channel/UCTQqhVgp94Vf7KTrANN8Xpw

Tautan Siaran Langsung (bahasa Inggris):
https://www.youtube.com/@tbsseattle.orgenglishstrea3035/feature

Alamat Tbboyeh:
https://www.tbboyeh.org

Kumpulan Video Pembabaran Dharma Dharmaraja Liansheng

TBSNTV bahasa Indonesia:
https://youtube.com/c/TBSNTVIndonesia

#DharmadesanaDharmarajaLiansheng
#TrueBuddhaSchool
#VajraMahabala
Istadewata Homa Minggu depan #BodhisatwaMarici

請佛住世長壽佛心咒 「一生一咒」800萬遍上師心咒活動,從今年師尊的佛誕日正式啟動,請參加者到TBSN官網以下鏈接登記資料: 每持滿十萬遍上師心咒者,宗委會將把名單呈給師尊加持。每持滿一百萬遍者,將列名護摩法會功德主,資料請師尊主壇護摩法會時下護摩爐。