Bedah Buku:
Ketika manusia memasuki alam bebas akan terbawa oleh fenomena alam, dapatkah Anda bayangkan apa inspirasi yang dibawakan oleh bunyi hujan? Dharmaraja Liansheng lewat artikel ini memberitahu Anda tautan antara hati dan hujan, pada akhirnya lewat mendengarkan hujan mencerahi kondisi ‘seolah tidak terjadi apa-apa’.
Beranda Mendengar Hujan
Karya Tulis Dharmaraja Liansheng ke-123_Meteor dan Maple
Kadang-kadang, saya berjalan ke gazebo Villa Pelangi, duduk di atas bangku kayu gazebo, tidak memikirkan apapun, saat itu, benar-benar bagus!
Kadang-kadang, hujan rintik-rintik, jatuh di atap kayu di atas gazebo, berbunyi tik tik tak tak, jiwa seolah-olah beristirahat total.
Saya ingin sekali memberikan nama gazebo “Beranda Mendengar Hujan”.
Dengarkan hujan dengan saksama, bunyi rintik hujan walau sangat berantakan, namun, di tengah berantakan, juga terdengar beraturan.
Bunyi hujan pun beraturan, saya tidak mampu menahan tawa, beraturan seperti ini juga semacam alami! Saya teringat pada jiwa umat manusia, jiwa itu kadang terbangun, kadang beristirahat, jiwa pun harus teratur! Jiwa yang teratur adalah semacam kondisi Samadhi.
Saya sadar:
Manusia hidup di dunia ini, banyak masalah yang bisa menyebabkan kegalauan jiwa!
Juga banyak fenomena yang bisa menyebabkan kebingungan jiwa!
Juga ada konflik kejiwaan.
Jiwa tersimpul.
Jiwa ekstrim.
Saya berpikir, inilah gejala jiwa yang telah lepas benang, jiwa tidak beraturan, jiwa tidak mampu mengembangkan fitur yang efektif dan objektif, jiwa telah sakit, jiwa kehilangan fungsi menenangkan, sehingga menimbulkan angin topan dan hujan badai.
Ketika saya sedang mendengar hujan di Beranda Mendengar Hujan—
Rerumputan di samping gazebo, tampak hijau berkilau, sehampar keheningan, bunyi rintik hujan menghantam atap gazebo, juga menghantam jiwa saya.
Ketika hujan deras, pi li pa la.
Ketika hujan gerimis, tik tik tak tak.
Ketika saya mendengarkan hujan dalam keheningan, pada saat bersamaan, saya juga mendengarkan jiwa insan!
Jiwa insan itu galau dan tidak tenang, tidak beraturan, terluka dan sedih, penuh luka, air mata membasahi wajah, umat manusia bisa kecewa, bisa putus asa, bisa sesak, bisa distorsi, bisa saling menyakiti, bisa terkontaminasi, bisa bertikai, bisa berpikiran negatif…..
Mengapa bisa terjadi semua ini?
Seseorang berkata:
Ini akibat keserakahan!
Manusia terlalu serakah!
Manusia mendambakan harta, wanita, nama, dan tahta!
Yang sudah berkuasa, makin berkuasa!
Yang sudah berdosa, makin berdosa!
Gara-gara keserakahan (loba),
Menghalalkan segala cara, lalu menjadi kemarahan (dosa)!
Gara-gara keserakahan,
Kehilangan akal sehat, lalu menjadi kebodohan (moha)!
Keserakahan, kemarahan, dan kebodohan adalah sumber karma buruk jiwa.
Ucapan orang ini benar sekali, dunia tempat kita hidup adalah dunia yang penuh dengan ‘loba-dosa-moha’, ‘loba-dosa-moha’ ini memenuhi setiap jiwa, bahkan setiap tempat, bahkan setiap negara, karena ‘loba-dosa-moha’, maka ada ambisi dan persaingan, maka ada kekerasan dan menyakiti, fenomena demikian, dari individu hingga negara, semua mengalami gejala demikian. Sebenarnya, selama kita mengheningkan cipta dan merenungkan sejenak, semua negara mengalami fenomena yang sama!
Namun, kita mau tak mau harus hidup di tengah negara yang penuh ‘loba-dosa-moha’, kita mau tak mau harus hidup di tengah tempat yang penuh ‘loba-dosa-moha’, kita mau tak mau harus hidup di tengah massa yang penuh ‘loba-dosa-moha’, hidup seperti ini, jiwa dan raga, pasti akan terluka, kamu-aku-dia pun sama, tidak ada seorang pun terkecuali.
Saya paham:
Belajar Agama Buddha, saya disakiti!
Tidak belajar Agama Buddha pun, saya juga disakiti!
Sejak kecil disakiti!
Mungkinkah saya tidak disakiti?
Jawabannya sederhana sekali, hanya dua kata: “Tidak Mungkin!”
Di tengah hujan yang putus sambung, saya mendengar beberapa kata: “Semua kejadian disakiti itu, anggap tidak pernah ada, dengan demikian barulah tidak akan disakiti.”
Apa yang didengarkan dari hujan?
“Disakiti itu indah, disakiti itu kasih!”
“Disakiti itu alami, disakiti itu hakikat sejati!”
Di tengah beranda mendengar hujan, dari mendengar hujan terdengarlah filosofi, walau banyak masalah terjadi pada diri saya, persilahkan diri sendiri menyadari bahwa ini adalah dinamika seluruh dunia, cerahilah, maka Anda akan menemukan hakikat sejati, dan Anda pun berhasil mencapai 4 kata: “Seolah tidak terjadi apa-apa!”