453 - Simbolisme Bijaksara

Kita mengulas perihal bijaksara. Dalam Tantrayana ada Tiga Tahap Visualisasi Dharmanirgata (Kemunculan Istadevata) , terlebih dahulu memvisualisasikan angkasa, kemudian cakra candra, dilanjutkan dengan aksara Sansekerta atau bijaksara, dan bijaksara melahirkan Istadevata, tahapan visualisasi ini disebut sebagai Tiga Tahap Visualisasi Dharmanirgata. 

Banyak yang menanyakan, mengapa dalam visualisasi bijaksara harus memvisualisasikan aksara Sansekerta atau aksara Tibet? Sebenarnya aksara Tibet bersumber dari aksara Sansekerta, aksara Tibet memiliki hubungan yang sangat erat dengan aksara Sansekerta, oleh karena itu memvisualisasikan aksara Tibet sama saja dengan memvisualisasikan aksara Sansekerta. Mengapa menggunakan aksara Sansekerta? Aksara Sansekerta merupakan aksara India kuno, sebagian besar Buddhadharma menggunakan aksara Sansekerta. Sesungguhnya saat Shakyamuni Buddha membabarkan Dharma, Beliau tidak menggunakan Bahasa Sansekerta, yang Beliau gunakan adalah Bahasa Pali, saat ini digunakan di Sri Lanka. Kemudian Bahasa Pali diubah menjadi Bahasa Sansekerta, sehingga Bahasa Sansekerta menjadi sebuah bahasa dan tulisan yang paling utama dalam Agama Buddha. Bahasa Sansekerta bermanifestasi dari Para Devata, oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa Bahasa Sansekerta diturunkan oleh Mahabrahma Devaraja. Dari aksara Sansekerta, kemudian bertransformasi menjadi aksara Tibet. Oleh karena itu visualisasi dalam Tantrayana boleh menggunakan aksara Sansekerta maupun aksara Tibet, Anda tidak boleh memvisualisasikan tulisan Inggris, Jepang, maupun mandarin, semua ini tidak cocok, sebab tulisan Jepang, Inggris, Perancis, dan mandarin tidak ada hubungannya dengan aksara Sansekerta. Aksara Tibet dikembangkan dari aksara Sansekerta, maka boleh digunakan untuk visualisasi.

Beberapa pelafalan Tibet berbeda dengan pelafalan Sansekerta, sehingga ada perbedaan dalam pelafalan mantra. Seperti aksara mantra Amitabha Buddha adalah ‘Xie’, namun ada pelafalan lain, yaitu ‘Chuli’ (Hrih), ‘Chuli’ juga merupakan bijaksara Amitabha Buddha. Ada satu aksara akhir dalam Mantra Sataksara Vajrasattva, yaitu ‘Pei’, yang bermakna menyingkirkan semua karmavarana, aksara ini memiliki pelafalan lain, yaitu ‘Facha’ (Phat), pelafalannya berbeda. Oleh karena itu, antara pelafalan mantra Sansekerta dengan Tibet, adakalanya berbeda. ‘Facha’ juga dilafalkan ‘Pei’, ‘Xie’ juga dilafalkan ‘Chuli’. Adakalanya kita melafal “Om. Amidiewa. Xie” , “Om. Amidiewa. Chuli.”, semua boleh. Kita perlu mengetahui aksara Sansekerta dan pelafalannya, juga pelafalan aksara Tibet, dengan demikian dapat memahami hubungan keduanya.
 
Mengapa perlu memvisualisasikan bijaksara? Sebab bija ini ada di angkasa, dikatakan sebagai terlahir dan berpulang pada kosong, kosong adalah angkasa, menurut angka, nol adalah angkasa. Saat Buddha dari angkasa hendak menampakkan diri, ada sebuah simbol untuk itu, dalam Tantrayana, simbol tersebut adalah bijaksara. Angkasa sangat luas, dari manakah kehadiran bijaksara? Menggunakan cakra candra sebagai lambang, sebuah rembulan yang bersih, cakra bulan purnama, terlebih dahulu visualisasikan di angkasa muncul cakra candra bulan purnama, di tengah cakra candra muncul bijaksara. Mengapa perlu menggunakan bijaksara? Sebab merupakan simbol dari Buddha dan Bodhisattva, kemudian Istadevata muncul dari aksara tersebut, demikianlah urutan visualisasinya.

Demikian pula saat kembali pada angkasa, oleh karena itu orang mengatakan Anda harus tahu bagaimana cara menulis aksara Tibet dan aksara Sansekerta, karena ada tata urutan dalam penulisannya, di manakah goresan pertama, di manakah goresan kedua, di manakah goresan ketiga, dan di manakah goresan keempat. Pada saat kemunculan bijaksara, untuk menghindari kerepotan, Anda boleh memvisualisasikannya langsung hadir secara utuh di angkasa. Namun saat menyerapnya kembali, dimulai dari goresan yang paling akhir, demikian seterusnya, hingga titik terakhir, dan akhirnya sirna, kembali pada angkasa, ada visualisasi yang demikian. Anda perlu mengetahui urutan goresan aksara tersebut, yang mana goresan pertama, kedua, ketiga, dan yang terakhir, pada saat diserap kembali, goresan paling akhir yang sirna terlebih dahulu, kemudian goresan berikutnya, demikian seterusnya hingga melebur dalam angkasa. 

Saat memvisualisasikan Istadevata memasuki aku dan aku memasuki, bagaimana caranya melebur dalam angkasa? Terlebih dahulu, visualisasikan diri sendiri berubah menjadi sebuah bijaksara, kemudian sirna tiap goresan, hingga akhirnya melebur dalam angkasa. Dalam visualisasi Istadevata memasuki dan aku memasuki ada transformasi semacam ini, bagaimana aksara bertransformasi, bagaimana aksara melebur dalam angkasa, bagaimana muncul dari angkasa. Buddha dan semua makhluk muncul dari angkasa, bagaimana cara memvisualisasikannya berpulang pada angkasa, itulah visualisasi aku memasuki.

Tantrayana memanfaatkan metode visualisasi ini untuk melatih konsentrasi, Anda melebur ke dalam Buddha, memasuki angkasa. Visualisasi memasuki aku adalah Buddha memasuki Anda, visualisasi aku memasuki adalah Anda memasuki angkasa, visualisasi ini sangat penting. Demikianlah asal-usul visualisasi bijaksara, tiap Buddha dan Bodhisattva mempunyai bijaksara yang berbeda. Ada bijaksara kolektif, di mana semua Buddha dan Bodhisattva dapat bermanifestasi dari aksara tersebut, aksara itu adalah aksara ‘A’. ‘Om’ adalah sumber utama semesta, ‘A’ adalah lahir, ‘Hum’ adalah akhir. Tergolong cukup baik jika Anda bisa menguasai ketiga aksara ini. 

Om Mani Padme Hum.


慶賀真佛宗根本傳承上師八十聖壽 「一生一咒」800萬遍上師心咒活動,從今年師尊的佛誕日正式啟動,請參加者到TBSN官網以下鏈接登記資料: 每持滿十萬遍上師心咒者,宗委會將把名單呈給師尊加持。每持滿一百萬遍者,將列名護摩法會功德主,資料請師尊主壇護摩法會時下護摩爐。