456 - Samatavipasyana
Kita mengulas Samatavipasyana (Konsep benar akan kesetaraan yang timbul dari perhatian benar). Dalam Buddhisme ada dua konsep yang sangat penting, sebelumnya kita telah mengulas Cheda Sadhana (Merelakan Diri / Persembahan Tubuh), konsep dalam Cheda Sadhana merupakan semangat Bodhisattva, dalam Hinayana diajarkan anatman (tanpa ego), dapat dikatakan anatman adalah merelakan diri.
Di kehidupan lampau Sang Buddha, saat mempraktikkan laku Bodhisattva, Beliau senantiasa merelakan diri-Nya, Bodhisattva berarti merelakan diri, sebab yang Mereka tekuni adalah semangat anatman, Beliau berupaya demi semua makhluk, bukan demi ego, ini adalah konsep kerelaan diri, sebelumnya saya telah mengulas konsep kerelaan diri. Ada lagi sebuah konsep yang disebut Samatavipasyana, konsep ini merupakan sebuah kondisi batin, dalam Buddhisme sering diulas perihal kerelaan diri dan samata, ini sangat penting.
Apa itu Samatavipasyana? Sesungguhnya advaya (non dualisme) berarti tunggal, tunggal adalah Samatavipasyana. Dalam Tantrayana ada Mahayoga, dalam Mahayoga Anda diajarkan untuk menekuni Samatavipasyana. Apa itu Samatavipasyana? Memandang lingkungan kita sebagai Buddhaksetra (Negeri Buddha), rumah kita adalah Istana Buddha. Anda melihat diri sendiri sebagai Buddha, dan tentu saja Buddha menetap di Istana Buddha. Semua kerabat Anda, teman dan semua orang, sama seperti Anda, semua divisualisasikan sebagai Buddha. Suara yang dihasilkan, saat kalian berbincang, suara tersebut divisualisasikan menjadi mantra. Tubuh ini adalah tubuh Buddha, lingkungan adalah Buddhaksetra, suara ucapan adalah suara mantra, pikiran adalah pikiran Buddha, melalui bhavana ini Anda akan mencapai Samatavipasyana. Dalam Samatavipasyana, tiada kawan dan lawan, semua setara, apabila Anda masih memusuhi orang, masih membenci orang lain, berarti Anda belum mencapai keberhasilan dalam Samatavipasyana. Tentu saja sangat sukar untuk mencapai kesetaraan antara kawan dan lawan, namun sesungguhnya dapat direalisasikan, dalam proses bhavana Anda dapat mencapai kondisi Mahayoga. Dalam kondisi tersebut, tiada ucapan baik, tiada ucapan buruk, sebab semua ucapan menjadi suara mantra. Setiap insan adalah Buddha, lingkungan sekitar adalah Buddhaksetra, pikiran adalah pikiran Buddha, Samatavipasyana sangat penting.
Ada orang yang bertanya kepada Mahaguru, dia mengatakan: “Mahaguru, mengapa Anda masih bersikap baik terhadap wanita jahat itu?” , ada seseorang yang mengatai orang lainnya sebagai wanita jahat. Mahaguru tidak mengatakan apa pun, dalam hati berpikir: “Saya sedang mengajari Anda Samatavipasyana.”, ini bukan pilih kasih, melainkan mencurahkan perhatian terhadap dia yang sakit. Belum tentu demikian terhadap yang tidak sakit, sebab mereka sudah tidak sakit lagi, maka waktu yang dibutuhkan lebih sedikit. Sedangkan terhadap orang yang sakit, waktu yang dibutuhkan lebih banyak. Ada kartu bergambar Yesus Kristus sebagai penggembala, di depan ada banyak domba, Dia menggendong seekor domba, domba yang terluka, oleh karena itulah Dia menggendongnya, seekor domba yang terluka. Terhadap yang terluka dan yang sakit, Dia lebih perhatian kepada mereka, bukannya pilih kasih, jangan salah paham. Dia sakit, maka perlu dipulihkan, perlu perhatian. Bagi yang tidak sakit, yang dalam kondisi baik, maka Anda bisa berjalan sendiri mencapai tepian, sedangkan bagi yang dalam kondisi tidak baik, mereka memerlukan perhatian. Apabila Anda berpikir selalu memerlukan perhatian khusus dari Mahaguru, berarti Anda sudah kurang wajar. Bagi yang dalam kondisi baik, seharusnya bisa berjalan sendiri, namun apabila Anda selalu memerlukan perhatian Mahaguru, selalu ingin diperhatikan, berarti Anda memiliki kekurangan, Anda sedang sakit, sebab yang dalam kondisi baik dapat berjalan sendiri. Karena kondisinya tidak baik, maka memerlukan waktu yang lebih banyak.
Dalam Samatavipasyana tidak ada baik dan buruk, sebab Anda memandang semua insan sebagai Buddha, yang baik adalah Buddha, yang buruk juga adalah Buddha, semua adalah siswa Anda, semua adalah kerabat Anda. Bagaimana mungkin Anda mencampakkan yang buruk? Tidak boleh. Dalam Samatavipasyana, ucapannya adalah mantra, dia adalah Buddha, pikirannya adalah pikiran Buddha, lingkungan adalah Istana Buddha. Samatavipasyana memerlukan penekunan dalam waktu lama, barulah Anda akan memahami makna dari kawan dan lawan setara. Hanya sadhaka yang telah mencapai tepian yang telah merealisasikan kawan dan lawan setara. Orang awam tidak mungkin bisa mempraktikkannya, bagi mereka, tidak mungkin mencurahkan kepedulian terhadap orang yang paling dibenci, bagi mereka ini berarti merepotkan diri sendiri. Tapi tidak seharusnya demikian, jika Anda memang seorang Bodhisattva, maka Anda harus mencurahkan kepedulian terhadapnya, berempati kepadanya, bahkan juga menuntun dan menolongnya, inilah kawan dan lawan setara. Dalam Samatavipasyana tidak ada perhitungan dan tidak ada perbandingan. Hati ini adalah Hati Agung Semesta, yang sanggup meliputi segalanya. Shakyamuni Buddha merangkul semua insan, saat Devadatta hendak terjerumus ke dalam neraka, Beliau masih berusaha mengulurkan pertolongan. Saat Sang Buddha berusaha untuk menolongnya, Devadatta malah menutup telinganya, tidak ingin ditolong, tidak ingin mendengar seruan-Nya, Shakyamuni Buddha masih tetap berupaya menolongnya, oleh karena itu Sang Buddha juga menekuni Samatavipasyana, menekuni anatman, mempraktikkan laku Bodhisattva.
Om Mani Padme Hum.