475 - Syarat Mencapai Kebuddhaan (9)
Hari ini kita mengulas syarat mencapai Kebuddhaan yang dibabarkan oleh Guru Padmasambhava.
Antara lain, kelahiran dan kematian adalah persoalan besar, anitya datang dengan cepat, sraddha tidak luntur, mengembangkan Bodhicitta, selaras afinitas, luwes, bermudita, senantiasa damai, dan harus menguasai dhyana dan samadhi. Yang terakhir, Guru Padmasambhava mengatakan “ Tak Tergoyahkan”.
Sangat sukar untuk menjelaskan tak tergoyahkan, kondisi tak tergoyahkan berarti menghasilkan terang yang sangat kokoh. Kita menekuni Buddhadharma harus menghasilkan terang yang sangat kokoh dan murni, inilah tak tergoyahkan.
Selain itu, ada penjelasan lain, akhir-akhir ini saya membaca Riwayat Patriark ke-9 Sekte Sukhavati, Mahaguru Lianchi, di dalamnya dikisahkan, suatu ketika Mahaguru Lianchi sedang bermeditasi di bawah Pohon Beringin. Saat bermeditasi, Beliau melihat banyak Buddha, ada yang datang dengan membawa pendupaan, ada yang membawa bunga, dan berbagai pujana lainnya.
Para Buddha turun satu-persatu dari angkasa, kemudian mengelilingi Mahaguru Lianchi, berdiri di sisinya dan menghaturkan pujana. Menyaksikan fenomena ini, dalam hatinya timbul sukacita, sebab Para Buddha turun dari angkasa untuk menghaturkan pujana kepadanya.
Dia melanjutkan meditasi, mendadak Para Buddha berubah menjadi raksasa dan setan yang membawa golok dan panah, semua bersiap hendak membunuhnya. Saat itu timbul rasa takut, langsung berteriak, dan dia pun keluar dari meditasi. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin, dia langsung beranjali dan melafal, “Namo Amituofo”, dia terus melafal Nama Buddha.
Sampai pada akhirnya, Mahaguru Lianchi menulis sebuah sajak yang sangat terkenal, sajak tersebut mengenai pengalamannya saat melihat Para Buddha turun, kemudian berubah menjadi mara. Dia tidak memahami apa yang telah terjadi, maka dia menulis sebuah sajak.
Di dalamnya membahas “Tak tergoyahkan”. Kita sadhaka, saat bermeditasi akan muncul banyak ilusi pengelihatan dan ilusi pendengaran, saat itulah harus menggunakkan “Tak tergoyahkan”. Anda sendiri harus mengetahui bahwa itu adalah ilusi, batin Anda harus tenang dan kokoh, dari dalam ketenangan dan kekokohan tersebut akan muncul terang nan murni, demikianlah samyaksmrti (pengertian benar).
Apabila Anda berjalan mengikuti ilusi, ilusi memerdayai Anda, maka di saat Para Buddha muncul, Anda akan bersukacita, dan di saat para mara muncul, Anda akan ketakutan. Mendadak bersukacita, mendadak ketakutan, Anda akan dikuasai oleh ilusi dan timbul pikiran keliru. Oleh karena itu, apabila dalam meditasi melihat berbagai fenomena, atau mendengar berbagai suara, hendaknya tetap tak tergoyahkan.
Dalam dhyana dan samadhi ada sebuah kalimat, “Saat Buddha datang, bunuh Buddha. Saat mara datang, bunuh mara.”, maksudnya adalah Anda harus tak tergoyahkan, samadhi adalah tak tergoyahkan, memancarkan sinar menerangi semesta.
Saya membaca Riwayat Mahaguru Lianchi, beliau sendiri juga memiliki pengalaman demikian. Melihat Buddha menjadi mara, dan mara menjadi Buddha. Mendadak menghaturkan pujana, dan mendadak berusaha membunuh Anda.
Kita yang menekuni samadhi, harus memahami, samadhi adalah, manakala Anda melihat fenomena, mengalami ilusi pendengaran, maka gunakan ilusi untuk menghancurkan ilusi, Anda mengetahui bahwa itu hanyalah ilusi yang dihasilkan oleh batin sendiri, oleh karena itu jangan teperdaya olehnya. Begitu Anda teperdaya olehnya, maka Anda akan terikat, mendadak senang, dan mendadak bersedih.
Bagaimana sadhaka harus bersikap? Tak tergoyahkan. Guru Padmasambhava telah mengarahkan dengan sangat jelas. Dahulu, demikianlah Sang Buddha mengajarkan, saat Anda terlampau melekat pada yang tidak berwujud, Shakyamuni Buddha akan menuliskan sebuah catatan untuk Anda, yang mengajarkan Anda untuk menitikberatkan eksistensi. Namun apabila Anda terlampau melekat pada eksistensi, maka Sang Buddha akan berpesan kepada Anda supaya menitikberatkan sunya.
Meskipun kita hidup membiara, Pintu Buddha juga disebut Pintu Sunya, namun apabila Anda terlampau melekat pada sunya, maka akan timbul kehampaan, segalanya nihil. Di atas tiada Buddha Bodhisattva, di tengah tiada para insan, di bawah tiada neraka, preta, semua tiada. Saya pernah membuat sebuah perumpamaan, yaitu, di tengah alam semesta terdapat lubang hitam yang tak terukur dalamnya. Saat bhavana Anda memasuki kehampaan, berarti bagaikan terjatuh ke dalam lubang hitam, selamanya terus masuk dan masuk, tiada ujungnya, ini merupakan kondisi yang sangat menakutkan.
Pada umumnya, orang yang memasuki kondisi ini, kita sebut sebagai kerasukan mara. Muncul sebuah situasi di mana diri sendiri merasa telah mencapai puncak, semua di dunia, bahkan Shakyamuni Buddha juga berada di bawahnya, hanya dia yang utama, tiada yang lain. Akan timbul keangkuhan, dalam Agama Buddha, ini disebut sebagai meditasi sesat. Keangkuhan dan kondisi kehampaan disebut sebagai meditasi sesat, sebab di dalamnya sama sekali tiada istilah eksistensi.
Namun dalam Sutra Buddha tertulis, “Di dalam sunya sejati, terdapat eksistensi nan luhur.”, inilah tak tergoyahkan. Apabila Anda terjerumus dalam kehampaan, maka Anda akan memasuki lubang hitam. Namun apabila Anda melekat pada eksistensi, maka Anda akan menyimpang pada keduniawian.
Menurut Sang Buddha, kondisi tak tergoyahkan ada di antara sunya dan eksistensi, ini adalah semangat jalan tengah.
Om Mani Padme Hum.