483 - Kunci Memasuki Samadhi (1)
Hari ini kita mengulas kunci memasuki samadhi.
Dahulu pernah membahas mengenai memasuki samadhi, kunci yang terutama adalah avastuka dan acitta.
Apa itu avastuka? Tidak menyimpan kerisauan, inilah avastuka. Tanpa kerisauan batin, Anda merasa segalanya tiada persoalan apa pun. Saat itu Anda akan sangat mudah memasuki samadhi.
Selama hati menyimpan persoalan, akan sangat sukar memasuki samadhi. Ini adalah pengetahuan umum, kita semua mengetahuinya. Dalam sekte Zen juga ada koan mengenai hal ini, ada sebuah gunung, seseorang berdiri di puncaknya. Ada tiga orang yang sering melihat seseorang berdiri di puncak gunung, mereka pun menghampiri dan menanyainya.
Yang satu bertanya: “Apakah Anda berdiri di sini untuk menikmati pemandangan?”, orang itu menjawab: “Bukan, saya berdiri di sini bukan untuk menikmati pemandangan.”, saat mendaki gunung, Anda bisa melihat keindahan pemandangan sekitar, tapi orang itu bukan sedang menikmati pemandangan.
Orang yang satu lagi bertanya: “Saya tahu! Pasti karena kualitas udara di puncak sangat baik, pasti Anda mendaki gunung demi menikmati udara segar di sini, kondisi udara di perkotaan sangat buruk, sedangkan kondisi udara di puncak sangat sejuk dan sangat baik, pasti Anda ingin menghirup udara segar di sini.” Orang itu menjawab mereka: “Bukan juga.”
Orang yang ketiga menanyainya: “Jika demikian, pasti saya yang paling memahami Anda, Anda pasti sedang banyak pikiran, jadi mendaki gunung untuk mengenang masa lalu yang indah dan manis.”, orang itu menjawab: “Bukan juga.”
Ketiga orang itu merasa sangat heran, kemudian menanyainya: “Jadi, sesungguhnya untuk apa Anda berdiri di puncak?”, orang itu menjawab: “Saya hanya berdiri di sini.” Ini adalah sebuah jawaban, “Saya hanya berdiri di sini, bukan untuk apa pun.”
Sesungguhnya kisah ini memberitahu kita, inilah avastuka. Pada umumnya kita merasa bahwa seseorang hanya akan melakukan sesuatu saat ada sebuah persoalan, semua ada maksud yang khusus. Itu tandanya tidak memahami filosofi Laozi: “Kemurnian dan non-aksi.”, filosofi Daois yang sesungguhnya adalah kemurnian dan non-aksi.
Apa itu non-aksi? Dalam kisah Zen tersebut dinyatakan, orang itu berdiri di atas puncak, itulah non-aksi. Saya berdiri di puncak bukan demi apa pun, saya hanya berdiri di puncak, dan bukan untuk apa pun. Bukan untuk melihat pemandangan, bukan pula untuk menghirup udara segar, dan bukan untuk mengenang masa lalu, hanya berdiri di puncak, apabila Anda dapat memahami hal ini, Anda akan mencapai kondisi avastuka, dan Anda akan memahami makna dari avastuka.
Sebuah contoh yang sangat baik, sebab semua tidak paham apa itu avastuka, avastuka adalah tidak mengenakan sehelai benang pun, kemurnian, non-aksi. Anda duduk, batin dalam kondisi murni, non-aksi, bukan demi apa pun, dengan demikian akan sangat mudah memasuki samadhi.
Saat batin Anda penuh persoalan, penuh kerisauan, maka akan sangat sukar untuk memasuki samadhi. Oleh karena itu, untuk memasuki samadhi, mesti avastuka, Anda hanya dapat memasuki samadhi dalam kondisi avastuka dan acitta, sebab kunci memasuki samadhi adalah avastuka dan acitta.
Berikutnya adalah acitta, apa itu acitta? Tidak merasa senang secara berlebihan, juga tidak membenci. Saat Anda hendak memasuki samadhi, apabila batin Anda dipenuhi rasa tidak suka terhadap seseorang, berarti hati Anda telah bergejolak. Hati yang bergejolak tidak akan bisa bersamadhi.
Anda berpikir: “Aku ingin sekali mengenakan pakaian bermerek.”, terus memikirkannya. Begitu Anda bermeditasi, pakaian bermerek langsung muncul. Saat Anda sangat menyukai sesuatu, begitu duduk diam, pasti benda itu akan muncul. Meminta Anda untuk memasuki kondisi acitta, berarti meminta Anda untuk tidak secara berlebihan menyukai sesuatu, juga tidak membenci sesuatu.
Kuncinya sangat sederhana, yaitu avastuka dan acitta. Bukan demi apa pun, inilah avastuka, non-aksi. Tidak merasa senang secara berlebihan, juga tidak membenci, inilah yang disebut acitta. Saat itu akan sangat mudah untuk memasuki samadhi. Begitu Anda duduk, apabila batin tenang, tidak menyimpan kerisauan, juga tidak merasa benci, tidak berlebihan menyukai seseorang atau sesuatu, dengan demikian, begitu duduk , menenangkan tubuh dan pikiran, maka Anda akan segera melebur dengan arus Dharma alam semesta.
Saat itulah tiada rintangan antara luar dan dalam, memasuki kondisi manunggal antara diri sendiri dan alam semesta, inilah samadhi. Sangatlah penting untuk melatih bagaimana supaya diri Anda mencapai kondisi avastuka dan acitta. Ini juga tidak cukup hanya mengandalkan pernyataan bahwa Anda telah berada dalam kondisi avastuka dan acitta, bukan hanya berucap: “Baiklah! Saat ini saya telah berada dalam kondisi avastuka.”, “Baiklah, saat ini saya telah berada dalam kondisi acitta.”, padahal Anda masih menyimpan persoalan, masih melekat pada kondisi batin.
Harus mencapai kondisi avastuka dan acitta yang sesungguhnya, dengan demikian barulah luar dan dalam menjadi sunya. Di dalam telah sunya, di luar juga sunya. Sama sekali tiada ikatan, memasuki kondisi samadhi, sehamparan kemurnian dan non-aksi, dengan demikian barulah dapat menghasilkan terang.
Oleh karena itu, bagi yang hendak menjalani retret harus ingat, saat retret, Anda mesti belajar bermeditasi, bagaimana memasuki samadhi, memasuki kondisi avastuka dan acitta. Jangan lagi memikirkan persoalan di luar, jangan menyimpan rasa suka, jangan menyimpan rasa benci, jangan terus menghadirkan bayangan wajah seseorang yang Anda benci. Tiap kali bermeditasi langsung muncul wajah orang yang dibenci, bagaimana mungkin Anda bisa memasuki samadhi? Ini sangat penting, tidak boleh ada rasa suka dan benci.
Avastuka dan acitta merupakan kunci memasuki samadhi.
Om Mani Padme Hum.