488 - Karakteristik Mahamudra (2)
Kita lanjutkan pengulasan karakteristik Mahamudra.
Kita telah membahas tiga karakteristik Mahamudra, yaitu Samata, Anabhoga, dan Svayambhu. Kita lanjutkan dengan pengulasan Anabhoga (tiada manfaat), ini sangat mendalam, Anda sangat sukar untuk membayangkannya, apa itu Anabhoga? Apakah setelah mencapai keberhasilan dalam Mahamudra, tiada manfaat apa pun? Jadi untuk apa kita menekuni Mahamudra?
Ini sangat tak terperikan, tak terbayangkan, sangat mendalam. Hari ini kalian memohon saya untuk mengulas karakteristik Mahamudra, bisa saja seperti Bodhidharma, saya duduk, baiklah pengulasan Mahamudra telah dimulai. Baiklah, selesai, turun.
Tak terkatakan, tidak dapat diungkapkan. Tidak ada kata-kata yang dapat memuatnya, Anabhoga adalah tak tergoyahkan. Karakteristiknya adalah, setelah mencapai keberhasilan, sama sekali tak terucapkan, berada dalam kondisi tak tergoyahkan, duduk diam seperti ini, inilah Anabhoga. Menurut Anda, Buddha Bodhisattva yang mana di Lei Tseng Temple ini yang memiliki manfaat? Semua duduk, Anabhoga, inilah karakteristik Mahamudra.
Tahukah Anda, apakah itu Anabhoga yang sebenarnya? Dapat dikatakan adalah Asamskrta (tiada berkondisi, non-aksi), inilah Anabhoga, tidak melakukan apa pun. Tak tergoyahkan, Asamskrta, merupakan Anabhoga.
Pendekar pedang yang sejati, seperti Miyamoto Musashi, ketika dia sedang bertarung dengan lawan, dia berada dalam kondisi Anabhoga. Dia duduk, kemudian terdiam, sangat tenang, seakan-akan tidak melakukan apa pun. Hidungnya sanggup mencium hawa membunuh. Apa ini? Inilah sesuatu di dalam Anabhoga.
Misalnya ketika Anda hendak berkelahi, terlebih dahulu menggerakkan ruyung tiga ruas, digerakkan demikian, memutarnya terus-menerus, tapi lawan hanya melemparkan sebongkah batu dan Anda pun langsung roboh. Anda mesti tenang, biarkan lawan bergerak terlebih dahulu, Anda sedang mengerahkan upaya yang paling tenang. Dengan demikian, Anda langsung mengetahui dari manakah datangnya hawa membunuh. Di sini ada hawa membunuh, Anda langsung merasakannya, inilah Anabhoga.
Suciwan yang sejati mengendalikan gerakan dengan ketenangan, dia sangat tenang, inilah Anabhoga. Dalam kondisi yang paling hening, barulah dapat menghasilkan kebijaksanaan. Ketika batin Anda kacau balau, Anda tidak akan sanggup menguasai diri. Saat ini pikiranku sangat kacau, tidak bisa tenang, aku tidak tahu harus bagaimana, inilah kekacauan. Ketika Anda berada dalam kondisi hening, begitu Anda tenang, akan timbul kebijaksanaan, sehingga Anda dapat mengatasi berbagai persoalan, inilah tingkatan tertinggi atau Anabhoga.
Pendekar yang sejati, berdiri diam, mereka tidak bergerak. Sebab, begitu bergerak, pihak lawan akan membaca gerakan Anda. Tanpa bergerak, sekeliling tubuh justru dipenuhi hawa pedang. Aku diam, tak tergoyahkan, hawa pedang justru berada di mana-mana. Seekor lalat terbang mendekat, satu tebasan, lalat itu langsung mati.
Mengapa demikian? Karena dia bisa mendengarkan suara lalat terbang. Jika batin Anda tidak hening, bagaimana mungkin Anda dapat mendengar suara lalat terbang.
Oleh karena itu, sadhaka tingkat tinggi yang sebenarnya justru hening. Tidak akan awut-awutan dan lompat-lompat. Pendekar pedang yang sejati juga tidak bergerak. Dari hawa pedang yang dipancarkan, dia dapat mengetahui kemampuan lawan. Dia justru sangat santai, sangat tenang. Kondisi seperti ini disebut Anabhoga.
Jangan menyangka Anabhoga berarti tidak ada manfaat apa pun. Bukan demikian, dia adalah yang paling hening di antara yang hening, Prajna dihasilkan dari keheningan samadhi, oleh karena itulah urutan Trinianasravani dalam Buddhadharma adalah: sila, samadhi, Prajna. Terlebih dahulu membatasi gerakan tubuh Anda, kemudian dari dalam dhyana dan samadhi menghasilkan Prajna. Sebenarnya demikianlah penekunan Buddhisme, di tingkatan tertinggi, bagaikan angkasa, meliputi segala sesuatu. Dia adalah angkasa tak tergoyahkan, dan segala sesuatu mengalami transformasi di dalam angkasa ini. Dalam keheningan, dia menguasai semua gerakan dari segala sesuatu.
Kita sadhaka mesti mengetahui, tidak perlu mengejar segala sesuatu di luar, tidak mengejar adalah Anabhoga, merupakan Asamskrta.
Namun bagaimana jika Anda beraksi? Aksi Anda adalah Prajna. Begitu bergerak dan berfungsi, berarti mengandung Prajna. Kelihatanya tidak memiliki kebijaksanaan, namun begitu beraksi, maka semua adalah kebijaksanaan.
Demikian pula dengan pendekar tingkat tinggi, dia hanya belum mencabut pedangnya, namun begitu dia mencabut pedang, harus kena sasaran, tidak ada istilah mencabut pedang dengan sia-sia. Begitu golok ditebas, langsung kena sasaran.
Di dalam keheningan, dapat menampakkan aksinya, yaitu Prajna. Jika Anda senantiasa beraksi, justru tidak akan dapat memperoleh Prajna. Inilah mengapa angkasa merupakan yang paling hening, namun angkasa juga paling bijaksana.
Selain itu, ada satu karakteristik lagi, yaitu Svayambhu (kealamiahan), inilah Keleluasaan Hakiki. Senam Taichi paling sesuai, berputar dengan selaras, apa maknanya? leluasa, Taichi adalah keleluasaan, kealamiahan. Pada mulanya Anda bersemayam di angkasa, apa pun yang muncul, itulah yang dipergunakan.
Ketika timbul daya dari sini, Anda pun menyerapnya, kemudian membalikkannya, inilah Taichi. “Empat liang menghancurkan seribu kati”, inilah Taichi. Menggunakan kelembutan untuk menaklukkan kekerasan, inilah Taichi, ini merupakan kealamiahan.
Kita menekuni Buddhadharma, di antara segala sesuatu, Anda sanggup alamiah dan selaras, segalanya akan menjadi sangat nyaman, sama dengan Sukhavatiloka. Mesti menggunakan kebijaksanaan Anda, untuk bertindak alamiah dan selaras.
Om Mani Padme Hum.