521 - Karakteristik Yoga Mahamudra (3)
Kita mengulas karakteristik Yoga Mahamudra.
Ekagrayoga adalah kukuh, nisprapancayoga adalah murni, hari ini kita membahas karaktertistik dari samarasayoga, yaitu pembebasan.
Sesungguhnya dalam penekunan Mahamudra, ketika mencapai samarasayoga, tingkatan ini sudah sangat tinggi. Untuk nisprapancayoga, menurut saya sebagian orang masih bisa mencapainya.
Misalnya kita telah memisahkan diri dari dunia saha, sepenuhnya menutup mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran, Anda berbhavana dengan sangat bersih, menghasilkan kemurnian batin, ini masih tergolong mudah.
Samarasayoga sangat sukar, karakteristiknya adalah pembebasan, intinya ada pada ‘samarasa’. Menurut saya tingkatan ini sangat sukar dicapai, sangat sedikit orang yang bisa mencapainya. Sampai pada tingkatan ini, dapat disebut sebagai Arya. Ketika bhavana mencapai samarasa, itu sudah sangat sukar, merupakan sebuah kondisi yang sangat sukar untuk dibayangkan.
Dalam Sadhana Dzogchen Nyingmapa ada Mahayoga, sesungguhnya sama dengan samarasayoga dalam Mahamudra.
Saya akan menjelaskan kepada Anda semua, bagaimana sesungguhnya kondisi pembebasan dalam samarasayoga. Pembebasan berarti telah terbebas dari klesha, terbebas dari kelahiran dan kematian. Pada umumnya, kita umat Buddha mengetahui, kita mesti terbebas dari klesha, namun apakah benar-benar telah terbebaskan? Anda baru bisa terbebas setelah mencapai samarasayoga.
Dalam samarasayoga, Buddhata Tathagata juga telah nampak. Apa itu samarasa? Dengarkanlah dengan seksama, semisal ada orang yang memfitnah Anda, bagaimana reaksi Anda? Ada orang memfitnah Anda, Anda mesti menganggapnya sebagai musik. Tidak hanya menganggapnya sebagai musik, bahkan menganggapnya sebagai musik surgawi. Ini adalah samarasa, ini sangat sukar untuk dipraktikkan.
Semisal Anda menghadapi perkara pengadilan, orang Kanton menyebutnya ‘Guanfei’, tanpa sebab yang jelas, Anda telah dianiaya, bahkan dipenjarakan, namun Anda mesti menganggapnya sebagai retret, apakah ini? Inilah samarasa.
Seperti kita di dunia ini, banyak sekali perselisihan di dunia saha, jika bukan ini, pasti itu, dan tidak pernah berhenti. Segala perselisihan dianggap sebagai kemurnian. Tiada persoalan apa pun, segalanya sangat murni. Apakah ini mungkin? Anda akan demikian jika telah mencapai kondisi samarasayoga.
Semua orang yang Anda benci, semua musuh Anda, menjadi orang yang Anda kasihi. Orang yang paling Anda benci, musuh Anda, yang sering mencelakai Anda, anggaplah sebagai orang yang Anda kasihi. Apakah Anda sanggup? Ini adalah tingkatan samarasayoga. Oleh karena itulah saya katakan bahwa ini memang sukar.
Misalnya tetangga kita, ketika dia berjumpa dengan orang yang tidak disukainya, dia akan mengatakan: “Orang ini makan kotoran.” Sebenarnya tidak ada manusia yang makan kotoran, namun karena dia sangat membencinya, atau tidak menyukainya, maka dia mengatakan orang itu makan kotoran.
Dia mempunyai pemeo: “Saya tidak menggunakan kakus yang sama dengannya.”, kadang ketika membenci seseorang, Anda juga akan berucap seperti itu. Di vihara kita ada beberapa toilet, Anda melihat seseorang selalu menggunakan salah satu toilet, karena Anda tidak menyukainya, maka Anda menyatakan: Saya tidak menggunakan kakus yang sama dengannya.
Ketika orang ini berjalan menghampiri, di saat makan dia datang menghampiri, dan duduk di sebelah saya, Anda langsung berdiri, dan pindah dengan membawa serta piring dan mangkuk Anda, bahkan ketika makan pun tidak sudi untuk bersama dengannya.
Tentu saja kita tahu, apakah menurut Anda orang semacam itu sudah mencapai samarasayoga? Sungguh terlampau dini, bahkan kemurnian pun belum, bahkan nisprapanca pun belum tercapai.
Apakah semua orang di dunia saha seperti itu? Semua sepert itu.
Oleh karena itulah saya katakan, samarasayoga memang mudah diucapkan, namun sangat sukar dipraktikkan. Sungguh ibarat puluhan ribu panah menghujam jantung, semua orang memfitnah Anda, bukankah hati Anda akan merasa tercabik-cabik?
Saya beritahu Anda, harus bagaimanakah ketika puluhan ribu panah menghujam jantung? Anggaplah setiap anak panah sebagai es krim dan makanlah. Semua fitnahan ibarat puluhan ribu panah menghujam jantung, semua melesat kemari, Anda mesti menganggapnya sebagai ‘cake’, makan semua, bahkan masih bisa menikmatinya. Ini adalah kondisi samarasayoga, sangat sukar.
Samarasa adalah tiada perbedaan sama sekali, semua orang di sekitar adalah Bodhisattva, semua adalah Buddha, rumah menjadi alam suci Buddha. Semua kata-kata yang diucapkan adalah suara mantra. Semua gerakan adalah mudra. Semua pikiran adalah suci, ini adalah kondisi samarasa. Ya Tuhan! Siapa yang sanggup?
Yoga Mahamudra dalam Buddhisme, sampai pada kondisi samarasa, ternyata demikian. Sukar! Sungguh sukar! Ini adalah samarasa, ini adalah pembebasan.
Om Mani Padme Hum.