Bab 1. Bagian 5.2 dan 6.1

Ulasan Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana 
- Sngagsrim Chenmo -
Oleh Dharmaraja Lian-sheng Sheng-yen Lu 
27 Juli 1994
 
Bab 1. Bagian 5.2 dan 6.1
 
5.2. Memahami Mengapa Dibedakan Menjadi Dua
6.1. Menghancurkan Kemelekatan
 
Hari ini kita kembali mengulas ‘Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana’ ( Sngagsrim Chenmo / Mi-zong Dao Ci-di Guang-lun /密宗道次第廣論 ) : Bagian 5.2. Memahami Mengapa Dibedakan Menjadi Dua , dan bagian 6.1. Menghancurkan Kemelekatan.
 
Pada bagian ini masih membahas perihal diskusi seputar Paramitayana dan Mantrayana. Di bagian ini ada kalimat yang cukup panjang , yang menyatakan demikian : “Mantrayana merupakan metode yang memanfaatkan lobha untuk penaklukan diri.”,”Paramitayana menaklukkan lobha.” Bagian ini membahas perbedaan keduanya.
  
Bagaimana cara membedakannya ? Yang pertama, ia mengatakan bahwa Mantrayana bukanlah secara langsung  memutus lobha. Sedangkan Paramitayana adalah langsung memutus lobha. Sebenarnya ini sungguh unik ! Metode bhavana ada yang ‘Memutus lobha’ ada juga yang ‘Tanpa memutus lobha.”
 
Kita semua memahami apa yang disebut sebagai bhavana dengan metode memutuskan lobha, inilah Paramitayana untuk menjalani kehidupan yang murni. Namun, bhavana yang bagaimanakah yang menggunakan metode ‘Tanpa memutus lobha’ ? Inilah yang tidak begitu dipahami oleh kebanyakan orang awam. Menurut sepengetahuan saya , begitu manusia lahir, dengan alamiah telah memiliki benih lobha.
 
Bhavana yang mengikuti lobha adalah bhavana yang bagaimana ? Metode ini ada dalam Tantrayana dan tidak terdapat pada kebanyakan agama pada umumnya. Namun kita mengetahui bahwa tiap manusia pada dasarnya memiliki lobha, namun metode mengikuti nafsu keinginan juga dapat dijadikan faktor pendukung dalam pelatihan diri. Ini tidak begitu mudah untuk dipahami, namun dapat saya ulas sedikit untuk Anda.
 
Di sini ada kalimat : “Faktor pendukung pelatihan diri dengan menggunakan sukacita yang timbul dari semua kama-guna yang berdasar pada empat jenis lobha.” Kalimat ini merupakan sebuah penjelasan, yaitu menggunakan lobha untuk bhavana. ‘Empat jenis lobha’ ini juga diuraikan dengan sangat unik.
 
Yang pertama adalah ‘Tersenyum’,  senyuman juga tergolong sebagai lobha ; Yang kedua adalah ‘Memandang’. Mata memandang mata, ini juga digolongkan sebagai lobha ; Yang ketiga adalah ‘Berpegangan tangan’ ; Yang keempat adalah ‘Berpelukan’. Inilah empat jenis lobha manusia, percayakah Anda ? Sekalipun Anda tidak percaya, saya percaya !
 
Dulu Mahaguru adalah umat kristen yang telah menerima baptis, mengapa memeluk agama kristen ? Kalian yang membaca buku saya akan mengetahuinya, sebab saat itu tertarik dengan seorang wanita yang rajin ke gereja. Sebenarnya, untuk apa Anda ke gereja ? Sebab wanita itu juga ke gereja . Apabila Anda tidak ikut ke gereja, maka Anda akan kehilangan sebuah kesempatan untuk mendekatinya, namun apa yang Anda lakukan untuk mendekatinya ? Ternyata hanya tersenyum sejenak, demikian saja sudah merasa spesial. 
 
Bagaimana mengungkapkan senyuman tersebut ? Ada semacam rasa yang sangat manis seperti madu. Ini bukan senyuman biasa seperti saat berjumpa dengan orang pada umumnya. Sebuah senyuman akan menjadi spesial saat di dalamnya terdapat rasa yang manis. 
 
Orang Tionghoa punya sebuah pepatah : “Jatuh cinta pada pandangan pertama.” Apa maksudnya ? Inilah ‘Memandang’, ini juga sangat hebat ! Oleh karena itulah saat sadhaka menekuni bhavana untuk memutus lobha, ia berdiam di kedalaman gunung, mengunci diri, tidak melangkah keluar untuk menghindari kata ‘Memandang’ ini. Mereka berpendapat bahwa Kemurnian adalah saat mata tidak memandang, sebab saat mata Anda memandang maka batin Anda akan terkontaminasi.
  
Demikianlah seorang sadhaka yang bertapa di kedalaman gunung disebut sebagai ‘Orang Gunung’, demi menghindari perbuatan ‘Memandang’. Adakah akibat buruk saat mata memandang ? Tentu saja ada ! Setelah Anda memandangnya, bola mata seakan hendak terlepas, bagaimana mungkin tidak berakibat buruk ? Sebab Anda ‘Saling memandang’, kemudian tersenyum dan habis sudah ! Tamat riwayatnya ! 
 
Inilah yang pernah saya katakan : “Jatuh cinta pada pandangan pertama, galau pada pandangan kedua, mencabut nyawa pada pandangan ketiga !” Sungguh luar biasa efek dari ‘Memandang’.
  
Dari senyuman dan pandangan dapat membangkitkan nafsu keinginan. Ada kalanya di antara para siswa juga mengalaminya : Aneh ! Kenapa dengan pandangan siswa pria itu ? Tidak sama dengan sorot pandang biasa. Dipenuhi hasrat, pandangannya bagaikan seekor lalat melekat pada madu, ia tidak rela melepaskannya. Memandang dengan penuh hasrat, cara memandang yang bagaimanakah ini ? Saya kurang paham, mungkin sepasang mata terus menatap tanpa berkedip. Kemanapun dia pergi, sorot matanya terus mengikuti. Mungkin demikianlah maksudnya.
 
Singkat kata, dapat dikatakan bahwa sorot mata orang pada umumnya biasa saja, tapi dia berbeda, setelah memandang mata tersebut, seakan-akan sedang memandang sebuah danau yang sangat dalam, kemudian ia tercebur ke dalam danau tersebut. Air danau terminum olehnya, ia tidak sanggup mengapung, ia pun mati. Mungkin demikianlah yang disebut dengan sorot mata penuh hasrat, hasrat asmara ini merupakan hawa nafsu, senyuman juga dapat membangkitkan hasrat, demikian pula dengan pandangan.
  
Berikutnya yang ketiga : ‘Berpegangan tangan’. Seperti yang pernah saya kisahkan, dulu semasa muda menetap di Kaohsiung, saya pergi nonton film bersama teman wanita, saat itu menuju bioskop dengan naik kendaraan roda tiga, dari Da-gang-bu hingga Perusahaan Listrik di Distrik Yancheng. Bioskop itu diputar di ruangan terbuka, Perusahaan Listrik mengirimkan kendaraan roda tiga untuk menjemput kami ; Kendaraan roda tiga itu bukan kendaraan yang dikayuh oleh manusia, melainkan kendaraan roda tiga berbentuk seperti mobil jip. Kendaraan itu sangat sempit hanya ada dua baris tempat duduk tapi diisi dengan banyak orang. Kebetulan teman wanita saya duduk tepat di hadapan saya, kebetulan pula kendaraanya penuh sesak, begitu kaki saling bersentuhan , saat itu semua merasa luar biasa, sebab kulit ini bisa menghasilkan sensasi. Sensasi yang timbul dari kaki bersentuhan dengan kaki sungguh luar biasa. Demikian pula dengan bersalaman, sensasinya juga sangat luar biasa, ini disebut ‘raga’ ( noda nafsu keinginan )
 
Hanya bersentuhan sejenak sudah sangat sensitif dan dikarenakan dapat membangkitkan noda nafsu keinginan dalam batin, maka bersentuhan sejenakpun tidak diperbolehkan. Setelah tersenyum, kemudian berpandangan, dilanjutkan dengan berpegangan tangan dan akhirnya adalah ‘berpelukan’, ini sangat hebat ! Ini merupakan sensasi ‘sparsa’ ( sentuhan ). Ini yang paling hebat, kulit seluruh tubuh dapat berubah, oleh karena itu digolongkan sebagai ‘raga’.
 
Dalam Tantrayana ada sesosok Vajra yang memiliki ‘Raga’, yaitu Raga Vidyaraja, namanya adalah ‘Raga’ yang juga berarti menggandrungi. Oleh karena itu Ia tergolong sebagai Adinata Keharmonisan.
  
Anda jangan sembarangan mempersembahkan hata kepada-Nya. Tuliskan nama yang Anda dambakan untuk menghasilkan ‘raga’, apabila orang tersebut adalah laki-laki maka letakkan di tangan kiri-Nya, apabila ia adalah perempuan maka letakkan di tangan kanan-Nya, kemudian persembahkan hata kepada-Nya. Haturkan pujana, haturkan arak, maka Ia akan membantu Anda.
 
Dulu ada orang yang belum memperoleh jodoh, lalu dia mempersembahkan hata, wah ! Tak lama kemudian ia menikah. Selain itu, ada seorang bhiksuni yang menghaturkan hata kepada-Nya, dikalungkan di leher Raga Vidyaraja, saya langsung mengatakan kepadanya : “Cepat Anda jelaskan kepada Raga Vidyaraja, jika tidak, maka Beliau akan menghantarkan jodoh pernikahan kepada Anda, bisa-bisa Anda kembali pada kehidupan awam.”
 
Jangan sembarangan mempersembahkan hata kepada Raga Vidyaraja, Beliau adalah Vidyaraja untuk Raga, disebut sebagai Raga Vidyaraja. Oleh karena itu menekuni Sadhana Raga Vidyaraja dapat dengan cepat menghasilkan vasikarana, menghasilkan batin ‘Raga’, inilah sebuah keistimewaan dari sadhana tantra.   
 
Penekunan bhavana tantra merupakan sebuah upaya kausalya ( metode yang disesuaikan ), oleh karena itu disebut sebagai Upayayana. Ia tidak merintangi nafsu keinginan, namun menurutinya, kemudian melampauinya. Bhavana semacam ini untuk melampauinya, bhavana ini sungguh berbeda dengan Paramitayana.
 
Bhavana ini lebih merupakan transformasi yang alamiah. Namun tidak semua orang yang menekuni Tantrayana akan menekuni bhavana ‘Tanpa Memutus Nafsu Keinginan’, bukan demikian ! Guru leluhur Gelugpa, Mahaguru Tsongkapa adalah seorang bhiksu.  Beliau menjalani kehidupan murni, menekuni bhavana tunggal, tidak memiliki pasangan, tidak menggunakan Upayayana. Beliau tergolong dalam bhavana : ‘Memutuskan Nafsu Keinginan’, demikianlah yang dituturkan dalam risalah ini.   
   
Meskipun ada yang menyatakan : “Tantrayana adalah bhavana tanpa memutus nafsu keinginan. Paramitayana adalah bhavana dengan metode memutuskan nafsu keinginan.” Namun Mahaguru Tsongkapa menyatakan demikian : “Dalam Mantrayana juga banyak yang menekuni metode memutuskan nafsu keinginan.” Dalam Mantrayana yang mendalami tantra, juga banyak sadhaka yang menekuni bhavana memutuskan nafsu keinginan ; Termasuk Mahaguru Tsongkapa, Beliau sepenuhnya menjalani kehidupan murni sebagai bhiksu.
  
Oleh karena itu vinaya dalam Gelugpa lebih ketat. Sedangkan Nyingmapa cenderung lebih longgar. Gelugpa lebih memperhatikan vinaya, oleh karena itu sila-sila mereka lebih ketat. Secara umum ada dua aliran yang vinayanya cenderung lebih ketat, yaitu Gelugpa dan Kagyudpa. Sedangkan dalam Nyingmapa dan Sakyapa lebih longgar. Gelugpa dan Kagyudpa tergolong lebih ke arah bhavana ‘memutuskan nafsu keinginan’ , sedangkan Nyingmapa dan Sakyapa lebih ke arah bhavana ‘tanpa memutuskan nafsu keinginan’. 
 
Maka Tantrayana bukan selalu merupakan metode tanpa memutuskan nafsu keinginan ; Sebab dalam Tantrayana juga terdapat bhavana dengan metode memutuskan nafsu keinginan, namun juga tidak sepenuhnya memutuskan. Ada yang disebut sebagai mitra dalam bhavana, secara sederhana, contohnya seperti dulu saya ingin pergi ke gereja dan menjalani kehidupan dengan pelatihan diri secara kristiani, semua itu dilakukan karena ada keinginan, dikarenakan ada yang menyenangkan saat pergi ke sana. Apabila Anda tidak senang, maka Anda tidak akan pergi ke sana, oleh karena itu hal yang menyenangkan tersebut merupakan faktor pendukung , sebuah metode yang disesuaikan.
  
Seperti halnya Sadhana Dewa Rejeki dalam Tantrayana, di dalamnya juga terdapat ‘raga’. Dikarenakan Anda membutuhkan uang, maka dalam Tantrayana diajarkan Sadhana Dewa Rejeki. Sadhana Dewa Rejeki diajarkan kepada Anda, terlebih dahulu membiarkan Anda mempunyai ‘raga’, kemudian ia akan mengajarkan kepada Anda cara untuk melampauinya, ini juga merupakan salah satu metode bhavana, inilah :  “Faktor pendukung pelatihan diri dengan menggunakan sukacita yang timbul dari empat jenis lobha.” Kemudian saat Anda telah melampauinya, saat Anda melakukan bhavana secara tunggal, apabila diungkapkan secara kritis , semua yang dihasilkan dari samadhi juga tergolong sebagai ‘raga’. Coba baca kalimat : “Ketika muncul vijaya sukha dari penekunan metode tersebut, maka batin akan menghasilkan abhirati ( sukacita nan luhur ).” Dalam samadhi dapat menghasilkan vijaya sukha, juga dapat menghasilkan abhirati.
 
Dalam ‘Yoga-sastra’ dikatakan : “Dalam awal-awal samadhi, terlebih dahulu tubuh menjadi rileks, dari situ akan menghasilkan rasa ringan dan tenang, ia akan memperoleh ketenteraman yang sangat luas. Dari daya tersebut akan muncul abhirati dalam batin, dari sini batin akan bersemayam dalam kedamaian. Hal ini dapat dialami melalui samadhi internal maupun eksternal.” Makna kalimat ini sangat jelas ; ‘Tubuh menjadi rileks’ ini berarti saat Anda memasuki samadhi, dalam tubuh Anda akan terjadi keteraturan prana, ini akan menghasilkan vijayasukha dan abhirati. 
 
Dulu saya pernah menuliskannya dalam buku, banyak orang yang tidak mengetahui hal ini . Mengapa dalam samadhi dapat timbul sukacita yang sangat besar ? Sebab saat prana Anda menembus nadi, gesekan yang terjadi antara prana dan nadi akan menghasilkan sukha, itulah abhirati, itulah vijayasukha, vijayasukha anuttara, yaitu sukha yang timbul dari samadhi. Saat Anda mencapai sukha dalam samadhi, ini juga tergolong ‘raga’.  
  
Dulu saat saya menuliskannya, ada orang yang mengkhususkan diri mengkritik saya, ia mentertawakan dan mengatakan : “Lu Sheng-yan, Anda ini seperti ‘Lima puluh langkah mentertawakan seratus langkah’ dan ‘Seratus langkah mentertawakan lima puluh langkah’, Bukankah sukacita yang muncul antara pria -  wanita  dan sukacita yang muncul oleh diri sendiri melalui samadhi sama-sama merupakan ‘raga’ ?”
 
Ucapannya juga beralasan, sebab antara pria dan wanita, saat ‘tersenyum’, ‘memandang’ , ‘berpegangan tangan’ dan ‘berpelukan’ , dapat menghasilkan sukacita. Sama seperti saat Anda memasuki samadhi juga dapat menghasilkan sukacita, bukankah itu merupakan ‘raga’ yang sama  ?
 
Dia mentertawakan saya karena saya mengalami ‘raga’ yang sama, saya menjawab : “Sukacita yang saya hasilkan sendiri melalui samadhi tidak akan berakibat buruk.” ( Mahaguru tertawa )  Sukacita yang muncul antara sepasang orang akan menimbulkan efek samping, sedangkan sukacita yang dihasilkan saat seorang diri memasuki samadhi justru bermanfaat.
 
Meskipun keduanya sama-sama mengandung ‘Raga’, namun yang ini bermanfaat, apakah manfaatnya ? Sebab vijayasukha dan abhirati dapat menjadi daya yang semakin memperkokoh Anda.
 
Secara umum dalam Agama Buddha dikatakan bahwa dalam dhyana Anda akan mengalami sensasi ringan dan tenang. Apakah itu ? Tubuh terasa rileks dan tenang. Ini rasa secara spiritual. Sedangkan dalam Tantrayana dikatakan Anda akan mengalami vijayasukha dan abhirati saat prana sedang menembus nadi, itulah sukha yang timbul dari gesekan antara prana dan nadi. Saat itu Anda akan memiliki sradha yang sangat kokoh, muncul ketenangan, kekokohan untuk terus menekuni bhavana, ini merupakan faktor pendukung. Meskipun merupakan ‘raga’ namun dapat menjadi faktor pendukung kehidupan bhavana.
 
Mahaguru Tsongkapa mengatakan bahwa tidak peduli apakah Anda menekuni metode ‘memutuskan nafsu keinginan’ atau metode ‘tanpa memutuskan nafsu keinginan’, semua itu tidak dapat dikatakan sebagai pembeda antara Mantrayana dan Paramitayana. Sebab dalam Mantrayana juga terdapat metode ‘Pemutusan nafsu keinginan’ , seperti halnya dalam Paramitayana yang memang menggunakan metode ‘Pemutusan nafsu keinginan’. 
 
Dalam Mantrayana meskipun menggunakan metode ‘Tanpa pemutusan nafsu keinginan’ namun juga terdapat metode ‘pemutusan nafsu keinginan’, oleh karena itu tidak dapat dipakai sebagai pembeda antara keduanya.
  
Dalam bagian ini Tsongkapa juga sedang mengulas perihal Mantrayana dan Paramitayana. Ini perlu diperhatikan, demikianlah cara saya mengulasnya, sudah lumayan jelas dan dapat dipahami, sebab tanpa pengulasan yang demikian akan sangat sukar untuk dipahami. Coba Anda baca bagian ini, semua sangat sukar dipahami. Baiklah, terima kasih semuanya !
 
Om Mani Padme Hum
 
 
27 Juli 1994
慶賀真佛宗根本傳承上師八十聖壽 「一生一咒」800萬遍上師心咒活動,從今年師尊的佛誕日正式啟動,請參加者到TBSN官網以下鏈接登記資料: 每持滿十萬遍上師心咒者,宗委會將把名單呈給師尊加持。每持滿一百萬遍者,將列名護摩法會功德主,資料請師尊主壇護摩法會時下護摩爐。