545 - Tiga Cela Bejana Dharma (1)
Hari ini kita mengulas tiga cela bejana Dharma.
Kita menganggap seseorang sebagai sebuah bejana Dharma, seorang sadhaka menekuni sadhana, dan tubuh jasmani ini merupakan sebuah peranti, oleh karena itu kita menyebutnya sebagai bejana Dharma, bejana Dharma merepresentasikan kita sadhaka.
Ada tiga cela atau tiga kekurangan, apa saja tiga cela bejana Dharma? Kita membahas abhiseka, belum tentu setelah menerima abhiseka, sadhaka dapat memperoleh pertanda yang baik. Bahkan ada juga yang tidak bisa memperoleh manfaat dari abhiseka tersebut, apa sebabnya? Sebab ada cela dari Anda sebagai bejana Dharma.
Cela pertama, kita menyebutnya ‘bejana yang tertutup’, apa maksudnya? Dengan kata lain, Anda ibarat bejana yang terbalik, seperti sebuah mangkuk yang terbalik. Ketika seorang Vajracarya mengabhiseka bejana Dharma yang tertutup ini, begitu dituangkan, tentu saja akan mengalir lewat begitu saja.
Saya berikan sebuah contoh, Shakyamuni Buddha membabarkan Dharma kepada Devadatta. Shakyamuni Buddha duduk di timur, dan Berdharmadesana menghadap ke barat. Seharusnya wajah Devadatta menghadap ke arah timur, akan tetapi wajahnya justru menghadap ke arah barat, membelakangi Sang Buddha.
Shakyamuni Buddha menggunakan vikurvana, berputar ke arah barat. Devadatta langsung memalingkan wajahnya ke arah timur. Ketika Sang Buddha membabarkan Dharma di utara, wajah Devadatta justru menghadap ke selatan. Ketika Sang Buddha berada di selatan, wajah Devadatta justru menghadap ke utara. Apa boleh buat, Shakyamuni Buddha pun membabarkan Dharma di angkasa, namun Devadatta justru menunduk ke bawah. Shakyamuni Buddha menggunakan vikurvanabala untuk membabarkan Dharma di bawah tanah, Devadatta pun menengadah ke arah langit, ia tidak sudi mendengarnya. Terakhir, karena tidak ada cara lain lagi, digunakanlah suara halilintar untuk membabarkan Dharma, ia pasti bisa mendengarnya, namun ia justru menyumbat telinganya. Apakah ini? Ini adalah bejana Dharma yang tertutup. Dia sama sekali tidak memercayai Anda, apa boleh buat. Terhadap siswa yang demikian, kita juga merasa tidak berdaya.
Oleh karena itu di Tibet ada sebuah ungkapan yang populer, sekalipun ada seorang Guru yang sangat baik, akan tetapi jika siswanya tidak memercayainya, maka tidak akan bisa menghasilkan fungsi apa pun. Sebaliknya, apabila seorang guru yang sangat buruk memiliki seorang siswa yang sangat percaya, maka ucapan dia akan berfungsi.
Seorang guru yang sangat buruk, tetapi mempunyai seorang siswa yang meyakininya dengan sukarela, sangat menghormati guru yang buruk itu, sering bernamaskara kepadanya, menghaturkan pujana, melayani, sekalipun guru itu sangat buruk, namun siswa tersebut dapat memperoleh sesuatu. Seorang Guru yang sangat baik, tidak akan bermanfaat sama sekali bagi seorang siswa yang tidak memiliki keyakinan terhadapnya.
Ungkapan ini sangat penting, menyatakan bahwa antara siswa dan seorang Guru mesti seratus persen. Anda meyakininya, maka Anda akan menghasilkan pahala. Namun apabila Anda meragukannya, tidak percaya, maka tidak akan bermanfaat sama sekali. Sekalipun Guru ini sangat baik, sangat unggul, dan metodenya sangat baik, apabila Anda tidak meyakininya, tidak ada gunanya, tidak bermanfaat sama sekali bagi Anda. Oleh karena itu, terhadap Guru, mesti membangkitkan keyakinan penuh.
Dalam Tantra, hal ini sangat penting. Begitu Anda meragukannya, tidak akan berpahala, dan tidak akan bermanfaat. Abhiseka Guru tidak akan berkhasiat.
Demikianlah bejana yang tertutup, jenis yang pertama, mangkuk yang terbalik, ia sama sekali tidak memercayai Gurunya. Jika Anda tidak meyakini Guru tersebut, dan Anda menerima abhisekanya, menurut Anda, apa manfaatnya? Tentu saja tidak bermanfaat.
Ini tergolong sebagai samaya, antara Guru yang memberikan abhiseka, siswa yang menerima, dan Kesadaran Alam Semesta, di antara ketiganya terdapat samaya. Sebuah afinitas yang tidak boleh rusak, ini disebut sebagai samaya.
Seorang Guru yang baik tentu saja dapat menghasilkan siswa yang sangat baik pula, akan tetapi, apabila di antaranya ada siswa yang tidak percaya, maka tidak akan ada manfaat apa pun. Komunikasi, hubungan, dan transmisi Dharma dari Guru kepada siswa, sepenuhnya didirikan di atas ‘sraddha’.
Bahkan Shakyamuni Buddha sekalipun, tidak sanggup menuntun siswa yang tidak berjodoh dengan-Nya. Seorang Guru yang baik juga tidak sanggup menuntun siswa yang tidak berjodoh. Sebab ia sama sekali tidak mematuhinya, tidak menerima abhiseka tersebut, ia menutup diri, ini merupakan cela pertama dari bejana Dharma.
Dalam aliran kita, tentu saja ada banyak siswa yang termasuk golongan bejana tertutup. Terhadap Mulacarya, dia tidak seratus persen. Hanya sepuluh persen, dua puluh persen, hanya sedikit, bahkan masih sedang menjajaki. Jika Anda masih berada dalam tahap penjajakan, kemudian menerima abhiseka, maka Anda tidak akan dapat menerima Susu Dharma.
Mesti seratus persen, tidak boleh ada keraguan, dengan demikian baru bisa menghasilkan pahala. Dengan demikian, terhadap abhiseka yang Anda terima, terhadap ajaran yang Anda terima, Anda bisa meyakininya seratus persen, dengan demikian baru lah berkekuatan.
Ada keraguan dalam hati, Anda meragukan Guru, Anda meragukan ajaran yang ditransmisikan, tentu saja Anda tidak akan bisa berhasil.
Om Mani Padme Hum.