559 - Hinayana dan Mahayana (1)
Kita membahas Hinayana dan Mahayana.
Orang yang mempelajari Buddhisme mengetahui tentang Hinayana dan Mahayana. Kata ‘yana’ dalam Hinayana berarti kendaraan. Hinayana berarti kendaraan kecil. Mahayana ibarat kereta api. Di zaman dahulu belum ada kereta api, namun bisa diibaratkan sebagai kereta api, maksudnya adalah sebuah kendaraan yang lebih besar.
Hinayana berarti menyeberangkan insan dalam jumlah yang lebih sedikit, atau bahkan hanya menyeberangkan diri sendiri. Mahayana mengangkutnya menggunakan kereta, dapat mengangkut banyak insan, yang artinya menyeberangkan banyak insan.
Kadang kedua ‘yana’ ini saling curiga, sebagian penganut pandangan Hinayana suka mengatai penganut Mahayana: “Ucapan kosong semata, ingin menyeberangkan banyak insan? Padahal diri sendiri pun tidak bisa menyeberang!” Sebagian penganut Mahayana juga suka mengkritik Hinayana: “Anda hanya peduli diri sendiri, terlalu egois, hanya memikirkan keuntungan diri sendiri, hanya menyeberangkan diri sendiri, Anda tidak peduli pada insan lain.”
Sebenarnya, menurut saya, manapun yang Anda tekuni, entah itu Hinayana, atau Mahayana, semua adalah faktor jodoh. Dalam pandangan saya, jalan bhavana yang ditempuh oleh para insan merupakan jodoh, dan tidak bisa dipaksakan. Bisa dibilang, masing-masing memiliki pembawaan sendiri, tidak bisa dipaksakan, semua adalah jodoh.
Kenapa saya katakan demikian? Sebab demikianlah saya memandang para insan. Ada sebagian orang yang tidak membina diri dengan baik, dia tidak menekuni Hinayana, apa yang dia tekuni? Dia sendiri merasa kesulitan membina diri. Oleh karena itu, apabila Anda memintanya untuk menyeberangkan para insan, bukankah itu hanya omong kosong belaka? Dia sama sekali tidak bisa menyeberangkan para insan.
Untuk menyeberangkan para insan, dibutuhkan nidana tersebut, dan Anda mesti punya ikatan jodoh dengan insan luas, sehingga para insan berkenan mendengar perkataan Anda, dan dengan sukacita menaatinya. Mereka mesti menghormati Anda, dengan demikian barulah Anda bisa menyeberangkan para insan, Anda mesti punya jodoh luas dengan para insan.
Oleh karena itu, untuk menekuni Mahayana dibutuhkan jodoh Mahayana. Ada orang yang dengan asal-asalan menyanyikan sebuah lagu, namun semua penonton justru bertepuk tangan meriah, sampai tangan memerah. Sebaliknya, Anda yang dapat menyanyi dengan sangat baik, justru tidak disukai oleh penonton, dan mereka malah merasa tidak nyaman mendengar suara Anda, maka sebaiknya Anda menekuni Hinayana, oleh karena itu, antara Hinayana dan Mahayana, semua tergantung faktor jodoh.
Menurut saya, pelatihan Hinayana sangat sesuai untuk penderita autisme, orang autis sangat baik menekuni Hinayana, sebab dia menutup diri sendiri, dapat menjadi seseorang yang sangat tekun dalam berlatih Hinayana, dapat berbhavana di gunung. Sekali naik gunung, tidak turun selama 40 tahun, setengah tahun pun tidak akan turun. Bahkan ada juga yang selamanya tidak akan turun gunung, sama sekali tidak keluar dari pedalaman gunung. Sekalipun ada yang mengundangnya, ia tetap tidak berkenan untuk keluar.
Rumah berada di antara awan putih (di gunung yang tinggi), rumahnya ada di lokasi yang diselimuti awan putih, mana mungkin peduli dengan sengketa dunia fana? Bertempat tinggal di antara awan putih, mana mungkin mencampuri sengketa dunia fana? Demikianlah yang berjodoh untuk menekuni Hinayana, ia menyukai jalan Hinayana. Oleh karena itu, Hinayana hendaknya tidak mengkritik Mahayana, semua tergantung ketertarikan dan jodoh masing-masing.
Apa itu Buddhadharma? Inti dari Buddhadharma adalah memotong klesha, mengatasi tumimbal lahir, mencerahi hati dan menyaksikan Buddhata. Setelah memotong klesha, Anda akan sangat mudah untuk mencerahi hati dan menyaksikan Buddhata.
Dalam Buddhadharma dibabarkan mengenai anatman, dalam penekunan Hinayana, terlebih dahulu mesti menekuni anatman. Apabila Anda berhasil merealisasikan anatman, maka sudah hampir tiada klesha. Ditambah dengan ‘tiada dia’, ‘tiada aku’ dan ‘tiada dia’, apa itu ‘tiada dia’? ‘Tiada dia’ berarti tiada insan. Karena ‘tiada aku’ dan ‘tiada dia’, maka dari manakah munculnya klesha? Renungkanlah! Dari manakah munculnya klesha? Klesha muncul di dari ‘aku’ dan ‘para insan’. Dalam kondisi ‘tiada aku’ dan ‘tiada para insan’, mohon tanya, di manakah klesha? Carilah akar dan sumbernya, setelah Anda mencarinya, ternyata klesha muncul dari antara ‘aku’ dan ‘dia’. Asalkan Anda berbhavana mencapai kondisi ‘tiada aku’ dan ‘tiada dia’, maka Anda telah mencapai tingkat Arahat. Sangat sederhana, demikianlah bhavana.
Oleh karena itu bhavana dalam Hinayana, menekuni ‘anatman’ dan ‘tiada dia’, tentu saja ini juga sangat sukar. Namun ini merupakan tujuan yang lebih mudah untuk dicapai, begitu Anda telah merealisasikan kondisi ‘tiada aku’ dan ‘tiada dia’, Anda dapat menikmati pemandangan dunia, sebab semua akan nampak indah.
Asalkan Anda telah merealisasi ‘tiada aku’ dan ‘tiada dia’, maka dunia ini akan sangat luhur dan indah, tiada klesha. Begitu tiada klesha, maka semua hal di dunia ini akan bertansformasi menjadi indah. Sehingga Anda dapat bertamasya di dunia ini, menikmati pemandangan dunia, berbagai hal yang tidak baik akan berubah menjadi baik, ini merupakan tingkatan batin yang sangat tinggi.
Hinayana merupakan sebuah jodoh, demikian pula apa yang saya lihat dari para insan, ada banyak orang yang cocok untuk menyeberangkan para insan, maka dia sangat sesuai menekuni Mahayana. Ada banyak orang menutup diri, maka dia cocok untuk menekuni Hinayana.
Apabila Anda meminta kepada orang autis: “Keluarlah untuk menyeberangkan para insan.” Mana mungkin? Ini merupakan suatu hal yang hampir mustahil, dia menutup diri, setiap hari mengurung diri di kamar, dan Anda minta dia keluar untuk menyeberangkan para insan? Ini semua tergantung jodoh, ada banyak orang yang menyukai relasi dengan para insan, ada banyak pula yang tidak suka berhubungan dengan para insan, kedua jenis ini memang ada.
Lihatlah para sadhaka di masa lampau, atau para Guru Sesepuh, ada sebagian yang tergolong autis, Anda memintanya untuk keluar melayani para insan, mendengar ucapan Anda, ia akan mencuci telinganya, menurut beliau hal itu terlampau kotor, ‘dirty’.
Selain itu, ada seorang penyendiri yang sedang minum air di bawah, begitu ia mengetahui bahwa di atas ada orang yang mencuci telinganya karena mendengar kata: “Keluarlah untuk menyeberangkan para insan.”, karena ia terlanjur meminum air tersebut, ia pun langsung mencabut giginya, sebab ia merasa hal itu lebih menjijikkan. Yang telah meminum air ketika berenang, ia juga merasa itu sangat menjijikkan. Mereka ini tergolong sebagai penyendiri, ini adalah Arahat, yang berupaya demi diri sendiri. Pengulasan hari ini sampai di sini.
Om Mani Padme Hum.