562 - Upaya Kausalya untuk Menyeberangkan para Insan (2)
Kita lanjutkan pengulasan upaya kausalya untuk menyeberangkan para insan.
Sebelumnya saya telah memberikan beberapa contoh, untuk menyeberangkan para insan, kita membutuhkan upaya kausalya, membutuhkan teknik dan penyesuaian.
Oleh karena itu, dalam hal vinaya bagi kita para sadhaka, terhadap para insan, tidak bisa terlalu ketat. Tidak bisa terlampau ketat, namun tetap perlu untuk menuntun mereka. Berada di antara ketat dan longgar, vinaya memang sangat ketat, namun terhadap para insan, adakalanya belum tentu diperlukan sila yang penuh, kadang perlu kelonggaran.
Saya beri sebuah contoh lagi, sangat banyak Dharmaraja yang berkunjung ke Seattle Ling Shen Ching Tze Temple. Suatu ketika ada seorang Dharmaraja dari Nyingmapa yang berkunjung kemari, kita menjamu beliau.
Orang Tibet tidak makan ikan, udang, dan sayuran. Bagaimana ia memandang udang? Dipandang sebagai cacing yang hidup di air, ia tidak memakannya. Ia juga tidak makan ikan, sebab Tibet merupakan dataran tinggi, menurut mereka masakan laut adalah cacing di lautan. Apalagi teripang, mereka juga tidak makan. Sungguh menakutkan, itu semua adalah cacing besar dan cacing kecil.
Mengenai sayuran, mereka hidup di Tibet yang merupakan dataran tinggi, mereka mengatakan: “Ini adalah rumput! Kenapa bangsa Han makan rumput? Hanya sapi dan kambing saja yang makan rumput, kenapa manusia makan rumput?” Oleh karena itu, Dharmaraja ini hanya terbiasa makan daging kambing.
Kepala dapur kita melayani seperti biasanya, tidak mempersiapkan suatu yang khusus, tidak ada kambing, dan tidak ada apa pun. Hari itu, Dharmaraja duduk, begitu melihat meja makan, beliau mengerutkan alis mata, menatap nasi putih. Acarya Lianxiang bermaksud baik, mengambilkan daging ayam untuk diletakkan di atas piringnya, ternyata beliau tidak makan ayam. Dharmaraja itu menggunakan sumpit “Tak!”, memukul jatuh ayam tersebut, memukul jatuh niat persahabatan kita. Dharmaraja itu datang ke Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, tentu saja datang untuk menjalin jodoh dengan kita, beliau juga sangat menghormati Mahaguru, juga berharap supaya Mahaguru bersedia untuk memberikan bantuan. Namun satu “Tak!” ini, lebih baik tidak perlu membantunya. Apa yang terjadi? Dharmaraja ini tidak mengerti apa itu penyesuaian diri. Seyogyanya, seperti ketika Mahaguru Lu pergi ke suatu tempat, apa pun yang disajikan untuk menjamu kita, maka kita mesti menyesuaikan diri dan menerimanya. Dengan demikian tuan rumah akan senang, tamu mesti menyesuaikan diri dengan tuan rumah.
Oleh karena itu, kita orang Tionghoa mengatakan, tamu mesti sesuaikan diri dengan kemampuan tuan rumah, bagaimana tuan rumah menjamu Anda, maka kita sebagai tamu mesti menghormatinya.
Anda sebagai bhiksu, bhiksuni, atau Acarya, bertekad menyeberangkan para insan, berkunjung ke tempat mereka, bagaimanapun mereka menjamu Anda, “Saya tidak makan yang ini, yang itu saya juga tidak suka!” Apa pun yang disajikan oleh mereka, dengan marah Anda mengatakan “Aku tidak mau ini!”, apa pun tidak mau, “Saya makan apa? Lebih baik makan buah saja!” Mereka menatap Anda, untuk selanjutnya tidak mau mengundang Anda lagi, tidak akan menjamu Anda lagi.
Kekuatan para insan sangat besar, oleh karena itulah para insan sungguh diluar jangkauan pikiran, para insan memiliki kekuatannya sendiri. Namun Anda mesti ingat suatu hal, Anda juga tidak boleh terlampau menuruti mereka. Anda pergi ke rumah umat, dan umat mengatakan: “Lebih baik putriku dinikahkan dengan Anda.” Anda menjawab: “Saya menurut saja! Ok, pernikahan kita selenggarakan hari ini juga!” Anda ingin cari untung? Saya beritahu Anda, penyesuaian yang semacam ini tidak diperbolehkan.
Sebagai seorang bhiksu-bhiksuni dan Acarya, sebagai sadhaka, Anda mesti bisa secara tepat menyelaraskan antara ketat dan longgar. Apa itu vinaya? Vinaya mesti ditaati. Kapan boleh ada sedikit kelonggaran? Saat umat memohon: “Bhiksu, mohon turun menari disko untuk kami.” Saat itu Anda mesti menolaknya dengan baik. Namun apabila dalam sebuah jamuan yang dihadiri oleh Guru, dan Guru mengatakan: “Dulu kamu bisa menari dengan sangat baik, sekarang silakan tampil!” Ini merupakan penyesuaian.
Saat Guru tidak di tempat, hanya Anda seorang diri, yang lain adalah umat, dan Anda bergoyang di atas panggung, tidak mengenakan jubah, Anda mengenakan pakaian bebas, hidup membiara mana ada pakaian bebas? Atau Anda mengenakan pakaian olah raga, dan memakai rambut palsu, ini tidak diperbolehkan, ini sudah tidak sesuai dengan vinaya!
Oleh karena itu, penyesuaian terhadap para insan, bukan berarti Anda ikut masuk ke kotoran. Suatu hari umat mengatakan: “Lebih baik Anda kembali pada hidup duniawi.” Bhiksu itu menjawab: “Melepas kebhiksuan? Baiklah!” Ini namanya bukan penyesuaian, ini adalah pelanggaran sila.
Anda mesti menggunakannya dengan sangat tepat, kapan Anda bisa lakukan penyesuaian, dan kapan Anda mesti menjaga vinaya Anda sendiri. Dalam ruang lingkup yang patut, Anda boleh menyesuaikan diri. Namun apabila tidak patut, maka Anda harus menjaga vinaya.
Bhiksu-bhiksuni, Acarya, dan sadhaka mesti ingat, apabila lagu yang Anda nyanyikan bisa memberikan sukacita dan menambah keyakinan umat, maka Anda boleh menyanyikan lagu tersebut. Namun apabila hanya demi kesenangan diri sendiri, dan Anda menurut saja menyanyi di karaoke, dan kemana pun Anda pergi demikianlah perilaku Anda, yang demikian ini tidak boleh.
Aliran kita cenderung berpikiran terbuka, akan tetapi, antara vinaya dengan penyesuaian, Anda mesti bisa mengaturnya dengan tepat. Ini mengandalkan kebijaksanaan Anda, Anda harus gunakan kebijaksanaan untuk memutuskan. Dengan memahami ini semua, barulah Anda bisa mempraktikkan upaya kausalya untuk menyeberangkan para insan, baru bisa disebut sebagai penyesuaian diri demi menyeberangkan para insan.
Om Mani Padme Hum.