583 - Sikap Batin Pengabdian kepada Guru (2)
Kita mengulas sikap batin pengabdian kepada Guru.
Je Tsongkhapa mengulas 4 macam ‘Sikap batin pengabdian kepada Guru’, yang pertama adalah sikap batin anak berbakti, kemudian adalah sikap batin bumi, sikap batin seorang abdi, dan sikap batin seperti sebuah perahu.
Kita telah membahas sikap batin anak berbakti, yakni dalam mengabdi kepada Guru, mesti sama seperti seorang anak yang berbakti.
Bisa dibilang, bumi merupakan yang paling kukuh, dan paling riil, makna dari sikap batin seperti bumi adalah Anda mesti mengabdi kepada Guru melalui tindakan nyata. Bukan sebuah kepalsuan lahiriah belaka, melainkan sangat jujur, bumi memiliki makna kukuh.
Sikap batin bumi membuat saya teringat akan dunia saha, bumi kita ini, dibilang solid, tentu saja paling solid, namun sesungguhnya bumi masih mengalami perubahan dan goncangan.
Dahulu saat belajar geodesi, kita mempelajari geologi, dalam pelajaran geologi dibahas mengenai gerak orogenesis, gerakan kerak bumi. Pada mulanya benua Afrika dan Eropa adalah satu. Bahkan semula benua Afrika, benua Eropa, dan benua Asia adalah satu. Karena gerakan kerak bumi, gerak orogenesis, sehingga membuat tumpukan yang menciptakan Gunung Himalaya.
Ahli geologi tiba di Gunung Himalaya, tiba di gunung salju, pergi ke gunung yang lebih tinggi di Tibet, di puncak gunung, mereka menemukan kulit kerang, selain itu, mereka juga menemukan keong dan banyak fosil ikan yang hidup di dasar laut. Dari manakah ikan di puncak Gunung Himalaya? Dari sini dapat diketahui bahwa sebelumnya, gunung ini berada di dasar laut, karena tumpukan kerak bumi, ia pun naik ke atas, menjadi gunung yang tertinggi di dunia. Oleh karena itu, menurut ilmu geologi, sebenarnya bumi ini terus berubah. Dari bentuk gunung, tendensi dan arah gunung, serta susunan pegunungan, dapat dilihat gerak orogenesis.
Melalui gempa bumi, letusan gunung berapi, dan amblesan lapisan bumi yang terjadi saat ini, kita dapat membayangkan bahwa bumi masih mengalami pergerakan, ini adalah obrolan di luar pokok pembicaraan.
Selain itu, ada sikap batin seorang abdi, atau menjadi seorang pelayan. Dalam pengabdian kepada Guru, Anda mesti sama seperti seorang abdi, siap ditugasi oleh Guru. Tentu saja sebagai seorang abdi mesti selalu ada ketika dibutuhkan, selalu berada di sisi Guru, siap menerima tugas dari Guru, mesti punya sikap batin yang demikian.
Selain itu adalah sikap batin seperti perahu, apa itu sikap batin seperti perahu? Sikap batin seperti perahu berarti sanggup mengangkut. Apa pun yang diinstruksikan oleh Guru, Anda mesti gunakan sikap batin seperti perahu, yang mengangkut dan melaksanakan semuanya.
Representasi menggunakan sikap batin perahu ini, menurut saya bukan seratus persen. Akan tetapi, yang dimaksud adalah supaya Anda rendah hati. Apa pun yang dikatakan oleh Guru, Anda mesti gunakan sikap batin perahu untuk mengangkutnya.
Perahu juga mudah terbalik, sedikit saja ketidakseimbangan, ia akan langsung terbalik. Perahu yang kecil sangat mudah terbalik, perahu yang besar juga sangat mudah terbalik. Dalam pelayaran, perahu yang besar juga bisa terbalik. Makna yang terkandung di dalamnya adalah, mesti mengangkutnya dengan penuh kerendah hatian, mesti seperti seorang abdi, yang siap menerima tugas dari Guru. Mesti seperti bumi yang sangat kukuh, dan melakukan sesuatu dengan sangat jujur. Sikap batin anak berbakti berarti sepenuhnya patuh. Inilah empat sikap batin utama dalam pengabdian kepada Guru. Ini dibabarkan oleh Je Tsongkhapa dalam ‘Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan’, maksud Beliau yang terutama adalah, untuk mengabdi kepada seorang Guru, Anda mesti melakukan empat hal ini.
Seperti Milarepa yang pernah kita bahas, Guru-Nya, Marpa, meminta-Nya untuk mendirikan sebuah bangunan.
“Dirikan sebuah bangunan segitiga!” Maka Ia pun mendirikan sebuah bangunan yang berbentuk segitiga.
“Dirikan sebuah bangunan segi empat.” Ia pun mendirikannya.
Setelah berdiri, Sang Guru memberitahu-Nya: “Bongkar!” Ia pun langsung membongkarnya.
Sedangkan kita, siswa pada umumnya akan mengatakan: “Setelah meminta kita untuk mendirikan sebuah bangunan, kenapa harus dirobohkan? Apakah Guru kita ini ‘crazy’? Apakah otaknya bermasalah?”
Langsung berontak: “Ini tidak masuk akal, mana boleh demikian?”
Namun sesungguhnya, Sang Guru sedang menempa Milarepa. Bangunan segitiga merepresentasikan elemen api. Bangunan segi empat merepresentasikan elemen tanah. Ia sedang membangun mandala, Sang Guru mengajari Milarepa untuk mengikis banyak rintangan karma, semua mengandung makna. Setelah mendirikan sebuah bangunan, Ia diminta untuk merobohkannya.
Bagi kita siswa zaman sekarang, sangat sukar untuk berhasil melakukannya. Karena zaman sekarang semua mengatakan: “Aku cinta guruku, tapi aku lebih cinta kebenaran.” Dalam mengabdi kepada seorang Guru, Anda mesti mempunyai 4 sikap batin ini.
Om Mani Padme Hum.