403 - Menghancurkan Tiga Rintangan – Rintangan Hidup dan Mati (1)
Dalam Zhenfo Zong, saat memberikan Abhiseka Acarya maupun Abhiseka Dharmacarya, akan berpesan kepada Anda untuk menekuni bhavana hingga terbebas dari rintangan hidup dan mati. Hidup dan mati merupakan sebuah persoalan besar dalam kehidupan manusia, merupakan akhir paling utama dalam kehidupan ini, rintangan ini disebut sebagai rintangan hidup dan mati. Menurut pandangan kita para sadhaka, meskipun hidup dan mati merupakan persoalan besar dan akhir utama bagi manusia, namun juga merupakan suatu hal yang sangat alamiah, kita memandang hidup dan mati sebagai hal yang sangat lumrah, demikian pula kita juga memandang kematian sebagai hal yang biasa, oleh karena itu tidak gentar terhadap hidup dan mati.
Orang awam tidak demikian, mereka merasa takut terhadap persoalan hidup dan mati, kenapa demikian? Coba Anda renungkan sejenak, orang awam merasa saat kematian telah tiba, maka orang itu tidak akan muncul lagi, ia akan sirna selama-lamanya dari muka bumi ini. Selain itu, orang yang sedang menghadapi kematian tidak tahu dia akan menghadapi kondisi yang bagaimana, ia akan ke mana, atau merasa segala sesuatunya menguap hilang bagai udara dan bagaikan asap, inilah yang paling ditakuti oleh mereka. Ada yang menyatakan bahwa saat mati bagaikan sedang memasuki lubang hitam di alam semesta, sebuah lubang hitam yang sangat dalam tanpa batas, tiada cahaya, begitu masuk langsung sirna, begitu jatuh ke dalamnya tidak tahu lagi terjatuh ke mana, oleh karena itu mereka merasa sangat ketakutan.
Coba Anda renungkan, saat diri sendiri maupun orang lain meninggal dunia, semua akan merasa gamang tanpa arah, rasa takut ini muncul dari lubuk hati. Namun kita sadhaka harus mengatasi rintangan hidup dan mati, sebab itu adalah suatu hal yang sangat lumrah, oleh karena itulah dahulu ada sebuah kisah: Seorang hartawan mengundang seorang bhiksu datang ke perjamuan, kemudian memintanya untuk menuliskan sebuah sajak. Bhiksu itu langsung menulis: ‘Kakek dan nenek mati’, kemudian menulis ‘Ayah dan ibu mati’, kemudian ‘Anak mati’, keluarga hartawan itu mengatakan: “Ini adalah sebuah perayaan, Anda malah menulis sajak seperti itu, apakah itu benar?” Bhiksu Agung itu menjelaskan: “Ini merupakan kematian yang teratur, ini baik adanya, kakek dan nenek meninggal terlebih dahulu, kemudian ayah dan ibu, berikutnya barulah anak-anaknya, ini sesuai urutan, ini merupakan hal yang baik.” Begitu hartawan itu mendengarnya, atau begitu kita sadhaka mendengarnya, langsung tersadarkan, dan memahami bahwa sebenarnya itu adalah hal yang baik.
Dalam pandangan seorang Bhiksu Agung, kematian bukanlah sesuatu yang tabu, kita sadhaka mengetahui bahwa kematian merupakan proses berpencarnya catur-mahabhuta (empat elemen pembentuk kehidupan), yaitu elemen tanah, air, api dan angin dalam tubuh Anda mulai terurai, terlebih dahulu adalah elemen tanah, kemudian adalah air, disusul api, dan akhirnya angin. Tubuh jasmani kita terbentuk karena sebab yang berkondisi, gabungan dari catur-mahabhuta, pada akhirnya catur-mahabhuta ini harus terurai dan hanya menyisakan kesadaran, pada umumnya orang menyebutnya sebagai roh, ada juga yang menyebutnya sebagai kesadaran, ada yang menyebutnya sebagai unsur paling awal dari sebuah kehidupan, dalam Buddhisme disebut sebagai antarbhava (kondisi antara / bardo).
Bagaimana mengatasi rintangan hidup dan mati? Anda harus mengenali sifat kehidupan dan kematian, sanggup berlapang hati, semasa masih hidup Anda harus menjamin diri sendiri mampu menempuh jalan yang terbentang di masa mendatang, sekalipun telah meninggal dunia, Anda tahu bagaimana harus menjalaninya, saat Anda telah terbiasa dengan jalan yang Anda tempuh, maka kelak Anda akan sanggup menjalaninya, Anda sanggup mengatasi rintangan hidup dan mati. Orang awam sangat sukar mengatasi rintangan hidup dan mati, setiap hari Mahaguru menerima fax, apakah isinya? Bagaimana dengan ayahku, bagaimana dengan ibuku, saya mohon Mahaguru memperpanjang usianya, berikan panjang usia bagi mereka . . . Tentu saja saya mengikuti kehendak siswa, pasti mengadhistana setiap fax yang dikirimkan, namun walau adhistana telah dianugerahkan, kita tetap harus memahami kealamiahan, bukan berarti setelah saya mengadhistana maka Anda telah berhasil mengatasi hidup dan mati, itu mustahil. Saya memancarkan sinar adhistana kepadanya supaya dia dapat berpulang dengan penuh keyakinan, atau supaya dia memiliki sedikit berkah untuk memperpanjang usia, memberikan sebuah jalan yang terbaik.
Sesungguhnya kematian manusia adalah alamiah, jika saatnya telah tiba, dengan alamiah catur-mahabhuta akan terurai, dengan demikian memang harus pergi. Ada orang yang bahkan membuat kaul demi memperpanjang hidupnya, ingin hidup sekian tahun lebih lama, ada juga yang ingin memberikan berapa tahun kehidupannya pada orang lain, semua ingin terus hidup, tidak ada yang memohon kematian yang baik, memang ada yang memohon kematian yang baik tapi sangat jarang. Kita sadhaka memandangnya sebagai sesuatu yang alamiah, pandangan kealamiahan ini mengatasi rintangan hidup dan mati, jika Anda sanggup menghadapi hidup dan mati dengan alamiah, berarti Anda telah berhasil mengatasi rintangan hidup dan mati. Pengulasan hari ini sampai di sini.
Om Mani Padme Hum.