22 Juni 2025 Upacara Homa Dewi Mahasri di Rainbow Temple
Liputan TBSN Lianhua Li Hua (蓮花麗樺)
Pada tanggal 22 Juni 2025, Rainbow Temple (Caihong Leizangsi/彩虹雷藏寺) dengan tulus mengundang Mulacarya Dharmaraja Lian Sheng untuk memimpin Upacara Agung Homa Dewi Mahasri (Dajixiang Tiannv/吉祥天女). Usai Homa, Dharmaraja memberitahukan bahwa minggu depan, 29 Juni 2025, pukul 3 sore, akan memimpin Upacara Homa Mahadewi Yaochi (Yaochijinmu/瑤池金母).
Dalam Dharmadesana, dibabarkan bahwa Dewi Mahasri versi Tantra Timur di Jepang, berparas anggun, dan sangat cantik. Sedangkan dalam Tantra Tibet, Ia adalah seorang Dharmapala, berwujud garang, memiliki daya perlindungan yang sangat besar.
Dalam Sutra Suvaranaprabhasa, Sang Buddha membabarkan Dewi Mahasri. Selain itu, Buddha juga pernah membabarkan Sutra 12 Nama Dewi Sri Laksmi. Dalam Sutra disebutkan, Buddha Sakyamuni bertanya kepada Dewi Sri: “Di mana kah Engkau tinggal?”Dewi Sri menjawab, Beliau berdiam di istana Dewa Raja Vaisravana di sebelah utara, di sana ada istana khusus bagi Beliau.
Dewi Mahasri memiliki 12 gelar, yang merepresentasikan 12 perwujudan, Beliau paling masyhur dalam meramalkan kemalangan dan kemujuran, orang Tibet menyebutnya ramalan dadu. Di Tibet, ada sebuah danau yang sangat terkenal, Lhamo La-tso, yang dipandang sebagai danau suci Dewi Mahasri. Setiap kali mencari kanak-kanak titisan, para Sangha akan pergi ke tepi danau itu untuk mengamati fenomena di permukaan danau, dan menggunakannya untuk memastikan titisan Rinpoche. Dharmaraja juga berbagi, bahwa dirinya juga pernah menetap di sebuah biara di tepi danau Lhamo La-tso.
Dalam Tantra Tibet, Dewi Sri muncul dalam wujud Dharmapala, menunggangi keledai yang dibagian belakangnya terdapat mata, Beliau sendiri juga memiliki wujud bermata banyak. Menurut Sutra, Beliau merupakan anak perempuan dari Hariti dan salah satu di antara Asta Maharaja Naga, dan Dewa Vaisravana merupakan kakaknya, oleh karena itu Beliau berdiam di istana Dewa Vaisravana, memiliki daya agung.
Dalam banyak Sutra, Dewi Mahasri disebut Dewi Jasa Kebajikan, dalam: Sutra Suvarnaprabhasa varga Dewi Jasa Kebajikan, Sutra Suvarnaprabhasottama varga Dewi Mahasri, Sutra 12 Nama Dewi Sri yang Dibabarkan Buddha, dan Sutra Mahayana 108 dan 12 Wujud Suci Dewi Mahasri, disebutkan mengenai Dharmabala tanpa batas dari Dewi Mahasri.
Beliau memilki nama yang sangat mirip dengan Bodhisatwa Manjusri, nama Sanskerta dari Wenshu Pusa adalah Manju-sri, sedangkan nama Sanskerta dari Dajixiang Tiannv adalah Maha-sri, makna keduanya saling terkait.
Dharmaraja Lian Sheng juga mengungkapkan, di Taman Arama Nanshan, Beliau memuja pratima suci Dewi Mahasri dari Jepang, yang merupakan pemberian dari Biksu Lian Mu (蓮目法師) dari Taipei, dan sudah selama bertahun-tahun dipuja di sisi pratima Bodhisatwa Avalokitesvara Sahasrabhuja Sahasranetra.
Dharmaraja Lian Sheng membabarkan 12 nama Dewi Mahasri, antara lain:
Jiqing (吉慶) : Laksmi
Jixiang (吉祥): Sri
Lianhua Yanshi (蓮華嚴飾): Padmavasini
Jucai (具財): Dhanadhipati
Baise (白色): Gauri
Damingcheng (大名稱): Mahayasas
Lianhuayan (蓮華眼): Padmanetri
Daguangyao (大光曜): Mahadyuti
Shishizhe(施食者): Annadani
Shiyinzhe (施飲者): Panadani
Baoguang (寶光): Ratnaprabha
Dajixiang (大吉祥): Mahasri
Secara kolektif disebut sebagai Dewi Jasa Kebajikan.
Di Tibet, Beliau adalah Dewi Dharmapala yang sangat gagah, memiliki daya untuk menaklukkan Mara, mengikat Mara, dan menyingkirkan hal-hal buruk. Jika ada orang yang menguasai Gerbang Dharma ramalan Dewi Mahasri, maka ia dapat mengamati malang dan mujur, bahkan dapat menghindari petaka dan mendatangkan berkah.
Dharmaraja mengingatkan semua: Memuja Dewi Mahasri wajib memperhatikan kebersihan, sebab Beliau sangat menyukai kebersihan, dan sangat sensitif terhadap hal-hal kotor, bisa dibilang punya obsesi terhadap kebersihan. Oleh karena itu, altar dan pujana wajib bersih, wajib anggun, tidak boleh sembarangan.
Dharmaraja Lian Sheng berwelas asih membabarkan, dalam abhiseka kali ini, selain abhiseka Dewi Mahasri, juga termasuk abhiseka japa mantra untuk Istadewata transmisi Dharma dalam Upacara Agung Musim Gugur mendatang, yaitu Drashi Lhamo.
Drashi Lhamo dipandang sebagai perwujudan dari Dewi Mahasri, Mantra-Nya adalah: “Om. Mamo. Namo. Tong Tong. Za Za. Suoha.” Ia berwujud garang, memiliki status ganda sebagai Dharmapala sekaligus Dewa Rezeki. Menurut legenda, Beliau dapat membuat orang mendadak kaya raya, bisa dijadikan sebagai Dharmapala. Konon, tidak hanya di Tibet, bahkan di Chengdu dan Ningbo juga ada pemujaan Drashi Lhamo. Sarana pujanya khusus, termasuk di antaranya, tiga botol baijiu, tsampa putih (bisa diganti dengan tepung putih), dan dua cermin.
Dalam legenda, dikisahkan, Drashi Lhamo adalah selir pada masa Dinasti Qing, dalam persaingan kotor di istana, beliau tewas karena diracun, sehingga wajahnya rusak, dan rohnya tidak tenang. Kemudian seorang Sangha Agung dari Tibet membimbing dan mengubahkannya, membangun sebuah kuil kecil di luar biara untuk mempersemayamkannya, lambat laun menjadi Dewi Pelindung pelancong dan Dewi Rezeki, dan semakin masyhur. Hari ini, setelah abhiseka, semua yang menerima abhiseka bisa mulai menjapa mantra-Nya untuk memohon adhisthana.
◎ Interaksi Adalah Kekuatan - Anda Bertanya Saya Menjawab:
Siswa dari Taiwan bertanya:
Siswa telah menerima abhiseka Sadhana Avalokitesvara Cintamanicakra (Ruyilun Guanyin/如意輪觀音), tetapi ada beberapa hal yang siswa tidak paham, dalam Maha Pitaka Catatan Juecong (覺鍐鈔), disebutkan bahwa enam Avalokitesvara Cintamanicakra merepresentasikan perpaduan Enam Avalokitesvara (Arya Avalokitesvara, Sahasrabhuja, Hayagriva, Ekadasamukha, Cundi, dan Cintamanicakra) dalam satu tubuh, bahkan tiap Avalokitesvara secara khusus menyeberangkan makhluk di tiap alam dari sadgati (contoh: Cundi Lokesvara menyeberangkan makhluk alam manusia, Hayagriva menyeberangkan makhluk alam hewan, dan lain-lain) oleh karena itu siswa mohon petunjuk Mahaguru Lu:
1. Siswa telah mencari di sutra-sutra mengenai Cintamanicakra, tetapi tidak menemukan penjelasan bahwa Cintamanicakra merupakan penyatuan dari Enam Avalokitesvara, hal tersebut hanya tertulis dalam kitab penting dari Shingon Jepang “Catatan Juecong”.
Mohon petunjuk Mahaguru Lu, apakah Cintamanicakra sungguh merupakan perwujudan kolektif dari Enam Avalokitesvara? (Seperti Mahabala yang merupakan perpaduan wujud dari banyak makhluk suci), atau hal tersebut hanya merupakan cara menjelaskan kebajikan istimewa dari Istadewata tersebut?
Dharmaraja Lian Sheng menjawab, dalam Tantra, banyak Buddha Bodhisatwa yang memang merupakan wujud perpaduan dari banyak makhluk suci, seperti Guru Padmasambhava yang merupakan perwujudan gabungan dari tubuh, ucapan, dan pikiran Buddha Sakyamuni, Buddha Amitabha, dan Bodhisatwa Avalokitesvara. Yamantaka yang merupakan perwujudan gabungan dari Bodhisatwa Manjusri dan Yamaraja. Apalagi Bodhisatwa Avalokitesvara yang memiliki perwujudan tak terhitung banyaknya, jumlah dari yang merupakan perwujudan gabungan tak terhitung banyaknya. Dharmaraja mengingatkan, jangan melekat pada siapa yang merupakan gabungan siapa, dari mana asal-usulnya, titik berat ada pada menekuni sadhana hingga kontak yoga, saat Anda benar-benar yoga dengan Hati Istadewata, maka dengan sendirinya akan memahami esensi dan daya Istadewata tersebut. Daripada sibuk menyelidikinya, lebih baik menekuninya. Sebab Sadhana Tantra mengutamakan kontak yoga, bukan mengutamakan perhitungan atau membanding-bandingkan.
2. Jika Cintamanicakra adalah perwujudan kolektif dari Enam Avalokitesvara, apakah dengan demikian, kontak yoga dengan Cintamanicakra berarti juga yoga dengan Cundi bahkan Avalokitesvara yang lain? Apakah jasa pahala menekuni Mantra Cintamanicakra berarti sama dengan menekuni Enam Avalokitesvara?
Dharmaraja menjawab, meyakini konsep tersebut juga boleh, titik berat ada pada kontak yoga maka engkau akan tahu dengan sendirinya.
3. Kitab dari Cintamanicakra sangat banyak, sebagian besar menyebutkan, menjapa mantra ini 108 kali bisa berjumpa dengan Avalokitesvara, tapi ada juga yang menuliskan setiap hari menekuni mantra Cintamanicakra 108 kali tak terputus baru bisa berjumpa dengan penampakan Avalokitesvara, ada pula yang mengatakan harus dijapa setiap hari enam waktu, dan tiap waktunya menjapa 1080 kali ( total 6480 kali ) bisa memperoleh penampakan Avalokitesvara dalam mimpi (tetapi tidak disebutkan ditekuni berapa hari). Karena versinya berbeda-beda, mohon petunjuk Mulacarya Lian Sheng, Mantra Cintamanicakra wajib dijapa minimal berapa kali baru bisa berjumpa dengan Avalokitesvara, atau dalam mimpi melihat penampakan Avalokitesvara?
Dharmaraja Lian Sheng menjawab, saat berbhavana, jangan melekat pada wajib menjapa berapa kali baru bisa berjumpa Istadewata, sebab yang benar-benar paling penting adalah sepenuh hati tak kacau, dan menekuni dengan konsisten. “Saya sendiri tidak pernah memperhitungkan menjapa berapa kali, sehingga saat menjapa mantra, saya hanya terus menjapanya, dan tidak ada keinginan untuk bisa melihat. Jika para Arya ingin memperlihatkan kepada saya, maka saya akan melihat, jika tidak, saya pun tidak akan melihat.”
Meskipun dalam Sutra ada disebutkan menjapa berapa kali bisa berkontak batin dengan kemunculan Istadewata, sesungguhnya hanya sebagai penyemangat bagi sadhaka, dan bukan sebuah ketetapan kaku. Dalam Tantra, meskipun dibuat jumlah fondasi 100,000 kali Catur Prayoga, tetapi ini hanya sarana supaya siswa tidak bermalasan, sebab kunci utama adalah dilakukan sepenuh hati dan konsisten.
Bodhisatwa Avalokitesvara memiliki perwujudan tak terhitung banyaknya, seperti: Sahasrabhuja, Hayagriva, Cundi, Ekadasamukha, dan lain-lain, tiap perwujudan memiliki daya kebajikan di luar jangkauan pikiran, begitu sadhaka kontak yoga dengan satu perwujudan saja, maka bisa berkontak yoga pula dengan semua Avalokitesvara.
◎ Pengulasan Sutra Surangama
Teks Sutra:
“Saat itu, Manjusri, Sang Pangeran Dharma, mengasihi keempat golongan, di tengah persamuhan, bangkit dari tempat duduk, bernamaskara kepada Kaki Buddha, beranjali dengan khidmat, dan berkata kepada Sang Buddha: ‘Begawan, persamuhan ini, tidak mencerahi dua pembabaran yang diungkapkan oleh Tathagata, mengenai kesamaan esensi kesadaran visual dan objek tampak dan angkasa, serta mengenai ketidaksamaannya.’”
“’Begawan, jika kesadaran visual kami identik dengan kondisi di hadapan kami, yaitu angkasa dan objek kasat mata, maka semestinya kita bisa menunjuk kesadaran kita sama seperti kita bisa menunjuk objek kasat mata dan angkasa. Tetapi, jika kesadaran visual kita terpisah dari objek visual dan angkasa, maka kita tidak akan bisa mengamati mereka. Persamuhan merasa gelisah karena mereka tidak bisa memahami dasar dari konsep ini. Ini bukan karena akar Dharma mereka dari kehidupan lampau yang dangkal. Semoga Tathagata berwelas asih menyingkapkan apa sesungguhnya esensi dari kesadaran visual, dan apa esensi dari objek visual, dan apa arti dari pernyataan bahwa esensi dari kesadaran visual adalah bukan identik pun bukan tidak identik dengan objek yang kita amati.’”
Dharmaraja mengulas: dalam Sangha Buddha, Bodhisatwa Manjusri merupakan seorang Maha Bodhisatwa yang nomor satu dalam hal kebijaksanaan, memiliki kedudukan tinggi dalam Buddhadharma Mahayana, dihormati sebagai Pangeran Dharma, merupakan Trini Arya Avatamsaka bersama Buddha Sakyamuni dan Bodhisatwa Samantabhadra.
Saat Buddha membabarkan makna Batin Sejati Terang nan Luhur, rupa dan sunya tiada berbeda, jika dapat menyaksikan atribut rupa dan sunya, semestinya juga bisa menunjukkan Batin Sejati Terang nan Luhur. Jika tidak bisa melihatnya, sama sekali tidak bisa menyadari maknanya. Keempat golongan siswa (biksu, biksuni, upasaka, upasika) merasa sangat sukar dipahami, batin merasa gelisah dan gentar.
Manjusri pun bangkit dan mohon Dharma, mengajukan pertanyaan mewakili segenap hadirin, memohon Buddha Sakyamuni berwelas asih, untuk lebih lanjut lagi membabarkan atribut sejati sarwa Dharma lahir dari nidana, atribut sunya dan rupa, dan sifat luhur esensi kesejatian, serta menjelaskan mana yang benar dan mana yang bukan.
Dharmaraja menunjukkan, sesungguhnya Manjusri telah memahami makna sejatinya, tetapi demi semua makhluk, tanpa ragu Beliau sengaja bertanya. Ini menunjukkan welas asih dan upaya kausalya Bodhisatwa Manjusri. Sama seperti yang disebutkan dalam Sutra Hati: “Rupa adalah sunya, sunya adalah rupa.” Yang merupakan kebijaksanaan yang dapat direalisasikan. Batin Sejati Terang nan Luhur yang sesungguhnya tidak bisa ditentukan hanya dengan logika dan bahasa, Ia melampaui dualisme, melampaui perbedaan fenomena.
Membahas perihal Dharmakaya dan tubuh penjelmaan, Dharmaraja memberi petunjuk supaya semua merenungkan makna sejati dari asli dan palsu: “Mahaguru yang Anda lihat, apakah diri-Ku sendiri? Atau tubuh penjelmaan? Apakah tubuh penjelmaan ini adalah sejati? Jawabannya adalah sejati, pun bukan sejati. Bukan sejati, pun sejati.” Dalam Buddhadharma ini merupakan kebijaksanaan mendalam “Bukan ada, bukan pula tiada, bukan tunggal, bukan pula jamak.”, yang ditampilkan oleh Batin Sejati Terang nan Luhur.
Dharmaraja berbagi pengalaman sejati yang dituturkan sendiri oleh Sang Ibunda:
Suatu malam, Dharmaraja Lian Sheng yang masih bayi, tidur seranjang dengan Sang Ibunda. Saat itu, mendadak Sang Ibunda melihat ayah dan ibunya yang sudah meninggal dunia, yaitu kakek dan nenek dari Dharmaraja Lian Sheng, yang masuk ke ruangan seiring angin. Sang Ibunda ingin berteriak tapi tidak bisa bersuara, mata terbelalak melihat mereka masuk kamar, dan dengan sangat jelas mendengar mereka berbincang.
Kakek dan nenek melihat mereka sekeluarga tiga orang yang sedang tidur pulas, mengutarakan bahwa cucu laki-laki ini bertubuh lemah dan sakit-sakitan, sungguh mengkhawatirkan. Sang Kakek mengatakan, saat mereka meninggalkan alam bhavana, seorang Taois, bernama Wangwu Zhenren menyerahkan sebungkus obat kepadanya, berpesan supaya diminumkan kepada Sang Cucu. Kemudian, Sang Nenek mengeluarkan bungkusan obat dari jubahnya, dan dengan tangannya sendiri memberikan obat tersebut kepada Dharmaraja yang saat itu masih kecil.
Kemudian, Sang Kakek dan Sang Nenek mengutarakan bahwa mereka tidak sampai hati untuk pergi, tetapi mengatakan: “Waktunya sudah tiba.”, maka mereka menghilang ke dalam tembok. Saat itu, Ibunda dari Dharmaraja kembali bisa bergerak, pengalaman ini, menjadi sebuah kesaksian nyata yang terus Beliau ungkapkan. Sungguh ajaib, semenjak mengonsumsi obat surgawi tersebut, penyakit Dharmaraja sejak kecil perlahan sembuh.
Dharmaraja mengungkapkan, Wangwu Zhenren tercatat sebagai seorang sadhaka Tao pada masa Dinasti Jin Timur, dengan masa kini selisih 1500 tahun, dalam hal waktu tidak mungkin terkait, tetapi sebungkus obat ini sungguh muncul, dan sungguh mujarab.
Peristiwa ini melampaui logika ruang dan waktu, sungguh “Rupa adalah sunya, sunya adalah rupa”, sekaligus mengonfirmasi “Batin Sejati Terang nan Luhur”. Ruang dan waktu hanya sebuah ide, Yang Sejati tidak terbatasi olehnya.
Sebelum Dharmadesana usai, Dharmaraja Lian Sheng mengungkapkan bahwa sebentar lagi akan dianugerahkan abhiseka Sadhana Dewi Mahasri dan abhiseka japa mantra Drashi Lhamo, dengan diiringi harapan semoga semua bisa memperoleh kemakmuran, dan secara mendadak menjadi kaya raya. Di pertemuan berikutnya, kita akan lanjutkan dengan membahas Bodhisatwa Manjusri.
Dharmaraja Lian Sheng mengakhiri Dharmadesana, berwelas asih menganugerahkan Abhiseka Sadhana Dewi Mahasri dan Abhiseka Japa Mantra Drashi Lhamo. Upacara pun usai dengan sempurna.
------------------------
Tautan pendaftaran upacara di Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/Donate
Zoom partisipasi Upacara Homa Rainbow Temple:
https://tbs-rainbow.org/雲端視訊
Siaran langsung pujabakti Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, setiap hari Minggu, pukul 10:00 WIB
Siaran langsung upacara homa di Rainbow Temple, setiap hari Senin, pukul 05:00 WIB
Tautan Siaran Langsung (bahasa Mandarin):
https://www.youtube.com/channel/UCTQqhVgp94Vf7KTrANN8Xpw
Tautan Siaran Langsung (bahasa Inggris):
https://www.youtube.com/@tbsseattle.orgenglishstrea3035/feature
Alamat Tbboyeh:
https://www.tbboyeh.org
Kumpulan Video Pembabaran Dharma Dharmaraja Liansheng
TBSNTV bahasa Indonesia:
https://youtube.com/c/TBSNTVIndonesia
#DharmadesanaDharmarajaLiansheng
#TrueBuddhaSchool
#DewiMahasri
Istadewata Homa Minggu depan #MahadewiYaochi