28 November 2021 Upacara Agung Homa Vajra Yamantaka di Rainbow Temple
#LiputanTBSN
Pada tanggal 28 November 2021, Rainbow Temple (彩虹雷藏寺) Seattle Amerika Serikat tulus mengundang Mulaguru Dharmaraja Liansheng untuk memimpin Upacara Agung Homa Vajra Yamantaka (Daweide Jingang-大威德金剛).Usai Homa, Dharmaraja memberitahukan bahwa minggu depan adalah Upacara Homa Bodhisattva Ksitigarbha (Dizangwang Pusa-地藏王菩薩). Bodhisattva Ksitigarbha merupakan salah satu dari Tri Yidam Dharmaraja, sekaligus merupakan Padmakumara Emas. Gunung Jiuhua merupakan salah satu di antara empat gunung termasyhur di Tiongkok, merupakan Bodhimanda Bodhisattva Ksitigarbha. Dalam Sutra Ksitigarbha Purvapranidhana, Bab Menitipkan Segenap Dewa dan Manusia, disebutkan bahwa sebelum Buddha masuk Parinirvana, Beliau secara khusus menitipkan segenap Dewa dan manusia kepada Bodhisattva Ksitigarbha, inilah keagungan Bodhisattva Ksitigarbha. Rainbow Temple mengajak Anda semua untuk mendukung upacara ini.
Dharmaraja mengenang, dulu ketika mentransmisikan Sadhana Vajra Yamantaka di Seattle Ling Shen Ching Tze Temple, turun hujan angin, sampai tenda pun roboh, upacara kali ini juga diwarnai dengan hujan deras, ini menunjukkan daya gaib Vajra Yamantaka yang tak terhingga, Vajra Yamantaka merupakan Yidam dari Vidyarajasala di Rainbow Temple, sekaligus merupakan Dharmapala utama Dharmaraja Liansheng.
Dharmaraja menuturkan, ketika beliau kontak yoga dengan Vajra Yamantaka, dalam samadhi beliau masuk ke dasar samudra, Vajra Yamantaka juga masuk ke dasar samudra, mendadak muncul api dari dasar samudra, air laut bergolak, kekuatan Yamantaka sangat besar. Menurut Tantra Timur, Vajra Yamantaka merupakan perwujudan Buddha Amitabha, sedangkan menurut Tantra Tibet, Vajra Yamantaka merupakan perwujudan Bodhisattva Manjusri, ketiga Arya ini adalah serangkai.
Sadhana Vajra Yamantaka yang utama adalah Tiga Belas Vajra Yamantaka, wujudnya adalah bermuka tiga puluh dua, berlengan tiga puluh enam, kekuatannya paling besar, hanya ditransmisikan kepada orang yang terpilih, wujud yang lain ada Ekavira Yamantaka, Yamantaka bermuka enam dan berlengan tiga puluh enam, menunggangi kerbau hijau, Yamantaka bermuka sembilan berlengan tiga puluh empat dan berkaki enam belas.
Dharmaraja mengisahkan, dahulu Delapan Raja Naga Agung datang untuk bersarana, ada satu naga jahat yang tidak terima, sehingga ia menampakkan diri dalam samadhi Dharmaraja, dan menyemburkan api kepada Dharmaraja; Dharmaraja membentuk Mudra Yamantaka, manunggal dengan Yamantaka, kedua tanduk bergoyang dan menyemburkan lidah api, pada akhirnya naga itu pun takluk. Dharmaraja menekankan, kiat abhicaruka dari Yamantaka adalah menggoyangkan sepasang tanduk dan menyemburkan api, dapat menaklukkan Empat Mara: Mara Kerisauan, Mara Penyakit, Dewa Mara, dan Mara Kematian. Altar mandala Dharmaraja menjadikan Tri Yidam dan Vajra Yamantaka sebagai yang utama, termasuk Vidyaraja Acalanatha dan Vajra Mahabala. Menekuni Sadhana Abhicaruka Vidyaraja Acalanatha juga perlu menggoyangkan pedang mestika, kemudian memancarkan api. Dharmaraja mengungkapkan, dulu berkat pedang Vidyaraja Acalanatha yang bergoyang, berhasil menaklukkan lima setan dan ratusan ribu bala tentara setan yang dikirim oleh Nenek Hantu. Pedang Acalanatha yang bergoyang berputar dan terbang menebas, sehingga pasukan setan tidak berani lagi datang mengganggu.
◎ Interaksi Adalah Kekuatan – Anda Bertanya Saya Menjawab
Pertanyaan siswa dari Indonesia:
Ibu mengundang Acarya Tantra dari Shangri-La Tiongkok untuk mengadhisthana altar mandala, membaca Sutra dan bersadhana. Karena mereka bukan Acarya Zhenfo Zong, maka siswa khawatir kehilangan silsilah, sehingga siswa mengirimkan foto altar mandala untuk mohon adhisthana silsilah dan purifikasi dari Mahaguru. Meskipun ibunya bersarana kepada Zhenfo, tapi ia tidak menekuni Sadhana Tantra Zhenfo, juga tidak memiliki keyakinan murni. Jika kelak ibunya melakukan hal yang sama, apakah siswa harus mencegah? Apakah perlu kembali mohon adhisthana Mahaguru? Tapi jika tidak mengikuti keinginan ibu, pasti akan bertengkar. Bagaimana sebaiknya?
Dharmaraja menjawab:
Sebagai anak, kita harus patuh kepada orang tua, dan siswa itu tidak melakukan kesalahan apa pun. Dharmaraja menyebutkan, Shangri-La adalah Shambala, Raja Kalki yang pertama adalah Bodhisattva Manjusri, sedangkan yang kedua adalah Raja Pundarika. Ada orang berpendapat bahwa Diqing di Tiongkok adalah Shangri-La, tapi ini hanya lahiriah belaka. Dalam Sutra Buddha disebutkan bahwa Shambala adalah alam suci, merupakan kediaman para Arya, oleh karena itu secara lahiriah di dunia ini tidak bisa ditemukan keberadaan Shambala, Shambala yang sesungguhnya adalah Negeri Bawah Tanah yang tersembunyi. Di Tibet ada banyak suku, gua gunung salju dari salah satu sukunya merupakan lokasi Shambala yang sesungguhnya, di sana ada Tripitaka Naga.
Dharmaraja mengingatkan, "Jangan bertikai dengan orang tua sendiri! Tiap kali ibu mengundang Lhama lain untuk mengadhisthana altar mandala, maka Anda cukup memohon Mahaguru untuk menganugerahkan adhisthana purifikasi sekali lagi! Begini sudah cukup."
Pertanyaan siswa dari Taiwan:
Saat membabarkan Sadhana Tantra Zhenfo kepada orang asing, apakah boleh meniadakan bagian membaca Sutra? Sebab mereka lebih bisa menerima japa Mantra dan meditasi.
Dharmaraja menjawab, di Barat ada banyak pembabaran Tantra Tibet, memang lebih mudah untuk mengajarkan japa Mantra kepada mereka, sebab aksen Tibet bisa langsung diubah menjadi bahasa Inggris. Selain itu, sesungguhnya praktik meditasi berakar dari agama Hindu, dhyana samadhi yang dibabarkan oleh Buddha adalah meditasi dalam agama Hindu. Buddha sangat menitikberatkan praktik dhyana samadhi, sebab melalui dhyana samadhi kita bisa mencapai keberhasilan bhavana. Sekarang di biara Katolik juga ada latihan meditasi, sedangkan asal-usul meditasi semestinya adalah agama Hindu. Visualisasi dalam Tantra juga termasuk salah satu metode meditasi, menggunakan pikiran untuk menghasilkan daya, sehingga Tantra disebut juga sebagai sekte daya batin, orang asing memang lebih menyukai meditasi. Sedangkan baca Sutra, orang Tionghoa lebih suka. Namun pelafalan bahasa Mandarin cenderung lebih sukar bagi orang asing.
Dharmaraja mengisahkan dulu ketika Berdharmayatra ke 88 vihara di Jepang, pernah melihat Sutra Raja Agung yang ditulis dalam aksara Jepang, oleh karena itu, tentu saja Sutra Raja Agung dan Sutra Satyabuddha boleh diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk dibaca oleh orang asing yang tidak paham bahasa Mandarin.
Menurut Dharmaraja, demi mengajarkan ritus Sadhana Tantra Zhenfo kepada orang yang tidak paham bahasa Mandarin, boleh saja meniadakan bagian baca Sutra, pembacaan Sutra bisa diajarkan belakangan, sebab sekalipun mereka membacanya, juga tidak akan memahami makna yang terkandung di dalam Sutra.
◎ Dharmaraja Mengulas Sutra Vajra
"Subhuti! Bagaimana pendapatmu? Banyakkah jumlah butir debu dalam trisahasra mahasahasra lokadhatu?"
Subhuti menjawab, "Sangat banyak, wahai Bhagavan!"
Dharmaraja menjelaskan, abhijna Buddha sungguh besar, saat itu belum ada observatorium, bagaimana Buddha bisa tahu ada tata surya? Bahkan bisa mengungkapkan keberadaan trisahasra mahasahasra lokadhatu yang merupakan alam semesta yang tidak terperi. Sains zaman sekarang baru mengetahui bahwa luasnya alam semesta ini tanpa batas, tapi tidak tahu di mana ujungnya. Dalam agama lain, paling banyak hanya disebutkan satu dunia manusia, satu surga, dan satu neraka. Hanya Buddha Sakyamuni yang mengungkapkan keberadaan alam semesta tanpa batas, ini adalah Mata Buddha, Mata Dharma, Mata Dewa, dan Mata Kebijaksanaan.
"Subhuti! Semua butiran debu, Tathagata menyebutnya bukan butiran debu, hanya dinamakan butiran debu. Tathagata bersabda: Dunia, bukan dunia, hanya dinamakan dunia."
Dharmaraja menjelaskan, debu adalah PM2.5, sama sekali tidak terlihat, bahkan sangat banyak. "Bukan debu", karena tidak terlihat, tapi ada, sehingga terpaksa dinamakan sebagai debu. Demikian juga dengan dunia, dunia yang nampak oleh mata jasmani kita, hanya dunia di depan mata. Meskipun melihat bumi, tapi ini juga bukan dunia. Ada juga bulan, ada banyak bintang, konon ada 100 matahari, hanya saja kita tidak bisa melihatnya, sehingga terpaksa dinamai dunia. Meskipun melihat dunia, sesungguhnya dunia juga merupakan perpaduan nidana.
Dharmaraja mencontohkan, Sheng-yen Lu yang Anda lihat sekarang, juga merupakan perpaduan catur mahabhuta atau elemen tanah, air, api, dan angin, tulang adalah tanah, darah adalah air, napas adalah angin, dan suhu tubuh adalah api, begitu catur mahabhuta ini buyar, tidak ada apa-apa lagi, 77 tahun lampau tidak ada Sheng-yen Lu, beberapa tahun mendatang juga tidak ada Sheng-yen Lu, oleh karena itu Sheng-yen Lu adalah kata benda yang bersifat sementara.
"Subhuti! Bagaimana pendapatmu? Apakah Tathagata dapat dikenali melalui tiga puluh dua atribut utama?"
"Tidak, Bhagavan. Mengapa? Tathagata tidak dapat dikenali melalui tiga puluh dua atribut utama. Mengapa? Karena apa yang Tathagata sebut sebagai ketiga puluh dua atribut, bukanlah atribut, hanya dinamakan sebagai tiga puluh dua atribut."
Di sini dibahas perihal "atribut", inti dari keseluruhan Sutra Vajra adalah tanpa atribut, bukan atribut, sebab semua atribut bisa rusak, semua bukan atribut, bahkan real estat sekalipun akan menjadi harta bergerak begitu terjadi gempa bumi. Bahkan bumi pun mengalami pembentukan, terbentuk, lapuk, dan kosong. Dharmaraja menjelaskan, tiga puluh dua atribut utama adalah atribut Buddha, tapi juga merupakan atribut palsu, hanya saja kita menghormatinya. Oleh karena itu Buddha mengatakan, "Tiga puluh dua atribut utama bukanlah atribut, hanya saja dinamakan tiga puluh dua atribut utama."
Dharmaraja menekankan, dalam Sutra Vajra semua mesti ingat dua kata "bukan atribut", yaitu "tanpa atribut", merupakan pemutaran Dharmacakra yang kedua, yang sarat akan kebijaksanaan. Umat manusia di dunia hanya melihat apa yang ada di depan mata, tidak memikirkan masa mendatang, hanya memikirkan meraup uang, beli real estat, menikmati kesenangan, pada akhirnya semua hanya menyisakan kekacauan. Buddha memandang jauh ke depan, semua adalah "bukan atribut". Tiga puluh dua atribut utama yang Anda lihat sekarang juga bisa lapuk, pada akhirnya juga "tanpa atribut".
"Subhuti, jika seorang putra atau putri berbudi luhur mengorbankan hidupnya berkali-kali sebanyak jumlah butiran pasir di Sungai Gangga sebagai bentuk derma dan jikalau seorang putra atau putri berbudi luhur lainnya mengetahui bagaimana menerima, mempraktikkan dan membabarkan Sutra ini kepada orang lain, walau hanya empat kalimat gatha, maka berkah yang diperolehnya jauh lebih besar!."
Dharmaraja menjelaskan, "Tiada atribut pribadi, tiada atribut keakuan, tiada atribut makhluk hidup, tiada atribut jangka kehidupan." Kelak ketika dunia ini sudah rusak, empat kalimat tiada atribut ini akan muncul semua. Atribut makhluk hidup adalah ruang. Atribut jangka kehidupan adalah waktu.
Usai upacara, Dharmaraja memandu semua untuk bernamaskara kepada altar mandala. Setelah berpamitan dengan umat yang menyaksikan secara daring, Dharmaraja menganugerahkan Abhiseka Sadhana Vajra Yamantaka kepada semua umat yang hadir di secara langsung. Upacara Homa Vajra Yamantaka usai dengan sempurna.
------------------------
Artikel lengkap Dharmadesana dapat disimak melalui situs True Buddha News (Bahasa Mandarin):
https://ch.tbsn.org/news/detail/1522/2021%E5%B9%B411%E6%9C%8828%E6%97%A5%E5%BD%A9%E8%99%B9%E9%9B%B7%E8%97%8F%E5%AF%BA%E5%A4%A7%E5%A8%81%E5%BE%B7%E9%87%91%E5%89%9B%E8%AD%B7%E6%91%A9%E5%A4%A7%E6%B3%95%E6%9C%83_.html
Marilah kita saksikan berbagai ceramah Dharma berharga yang disampaikan oleh Dharmaraja Liansheng di kanal YouTube:
https://youtube.com/c/TBSNTVIndonesia
#TautanPendaftaranUpacaraRainbowTemple: https://tbs-rainbow.org/Donate
Tautan partisipasi dalam upacara homa melalui Zoom: https://tbs-rainbow.org/雲端視訊