Nasib manusia berbeda-beda. Pertama kali saya pergi ke Amerika Serikat tahun 1980, begitu mendarat di Amerika Serikat, gunung berapi meletus, itu bulan Mei 1980, Mt. St. Helen (berada di negara bagian Washington, 3 jam dari Seattle) gunung berapi meletus; kemudian diikuti dengan gempa bumi, seluruh Portland City diselimuti abu gunung berapi. Pada hari saya benar-benar mendarat di Amerika Serikat, begitu kaki menginjak bumi Amerika Serikat, gunung berapi meletus. Setelah itu, saya menjelajahi seluruh Amerika Serikat, ketika sampai di New York, bertemu putri seorang umat dari Changhua, ia dan kekasihnya kuliah di New York. Saya memohon padanya, saya berharap bertemu dengan Gyalwa Karmapa ke-16, ia mengatakan bahwa ia tahu tempat itu, di Upstate New York ada sebuah gunung, di kaki gunung ada sebuah vihara bernama Karma Triyana Dharmachakra, saat itu orang lain bangun untuk Gyalwa Karmapa, di sana saya bertemu Gyalwa Karmapa. Dari putri umat Changhua, ia bersama kekasihnya menyetir mengantar saya dan Huang Chao-chu, pergi bertemu Gyalwa Karmapa. Huang Chao-chu kenal baik dengan putri umat Changhua, saya pertama kali bertemu, saya memohon pada mereka, mereka pun menyetir mengantar kami bertemu Gyalwa Karmapa.
Memasuki Nirvana (menetap di dunia yang bebas leluasa).” Apa yang dimaksud memasuki Nirvana? Yaitu menetap di dunia yang bebas leluasa. Dulu ada seorang pendeta, ia mempelajari Buddhadharma, mempelajari apa yang dimaksud Nirvana? Akhirnya ia mendapatkan jawaban, ternyata Nirvana adalah “ding-ding” (meninggal), selamat! Suatu kali merayakan ulang tahun di Thailand, Orang Indonesia menyanyikan sebuah lagu ulang tahun dalam Bahasa Indonesia untuk saya, Selamat Ulang Tahun (nada Selamat mirip Bahasa Mandarin: sudah meninggalkah?) Oh, Tuhan! Saya berulang tahun! Bertanya apakah saya sudah meninggal? Ternyata, Selamat dalam Bahasa Indonesia berarti restu, semacam ucapan restu, namun Bahasa Mandarin berarti “Sudah meninggalkah?” Oh! Itu kurang enak didengar.
Bicara tentang Dhyana, tidak perlu bicara teori yang terlalu besar; Dhyana bukan apa-apa, Dhyana adalah fokus, jangan memikirkan masa lalu, jangan memikirkan sekarang, jangan memikirkan masa depan, Anda pun fokus, Anda pun bisa berhasil. Jika Anda seharian sampai malam selalu sibuk, sibuk ini sibuk itu, sibuk terus-menerus, mana ada waktu melihat cahaya? Tentu saja, sekarang kita juga melihat cahaya, cahaya matahari sangat terik, mata terbuka bisa melihat cahaya matahari, wah! Cahaya matahari sangat terik. Bukan cahaya semacam itu, beda dengan cahaya di dalam batin Anda. Cahaya batin hanya dapat terlihat pada saat sangat hening, dengan kata lain, cahaya yang terlihat saat fokus, yang satu ini sangat penting, harus sangat fokus. Menceritakan sebuah lelucon, suatu siang, di restoran tampak seorang pria sedang mengandeng tangan wanita turun tangga, tak disangka, pria itu terjatuh, namun, ia tidak melepaskan tangannya, sehingga wanita itu juga ikut terjatuh, keduanya berguling jatuh dari tangga, kondisi mereka sangat menggenaskan. Kejadian ini diceritakan pada kami, ada semacam cinta disebut “melepaskan tangan”. Menggandeng tangan tentu saja baik, namun, si pria terjatuh, malah menarik tangan si wanita terjatuh bersama-sama, dari lantai atas berguling hingga lantai bawah. Saat seharusnya lepaskan tangan tetap harus lepaskan tangan. Namun, ada satu hal, saat berjalan di jalan yang datar dan mantap, memang harus bergandengan tangan, saat berbahaya, juga mau bergandengan tangan, namun, saat turun tangga, jika Ada terjatuh, Anda ingat harus lepaskan tangan, membuat orang lain terjatuh bersama Anda kurang baik. Ketahuilah, fokus adalah melepaskan tangan.
Di dalam Sadhana Dzogchen, terutama mengulas tentang semua insan adalah Buddha, asalkan Anda telah menekuni, pasti mencapai kebuddhaan, di kehidupan yang akan datang, atau kehidupan sekarang, atau beberapa kehidupan berikutnya, semua akan mencapai kebuddhaan. Di dalam Sutra Hevajra disebutkan, "Insan adalah Buddha, namun, dihalangi oleh rintangan luar, jika rintangan luar dibersihkan, insan tetap adalah Buddha." Sesungguhnya, smeua insan memang Buddha, karena banyak rintangan menghalangi Anda, sehingga Anda adalah orang awam, jika semua rintangan luar dibersihkan semua, Anda tetap adalah Buddha. Di dalam Sastra Ratnamaya disebutkan "kesalahan ibarat agantu", kita setiap manusia memiliki kesalahan, semua memiliki karma hitam, tadi saya menyebutkan, "Biarlah semua karma hitam sirna", dengan kata lain, semua rintangan karma sirna, karma putih meningkat, dengan kata lain, karma baik dapat meningkat. Jati diri kita manusia sebenarnya adalah pahala, kesalahan juga adalah agantu, atau rintangan; yaitu sementara di sisi kita menjadi rintangan, disebut sebagai agantu. Buddhata asal kita, sampai akhirnya, tetap tidak berubah, tetap Buddhata asal kita, Buddhata adalah Buddhata, tidak akan berubah, selamanya tidak berubah. Inilah Buddhata. Selainnya akan berubah, seperti kesalahan akan meningkat juga akan sirna. Oleh karena itu, saya tadi sempat menyebutkan "Biarlah semua karma hitam sirna, biarlah semua karma putih meningkat", ini sangat penting.
Sang Buddha pernah bersabda, "Hati adalah sumber Dharma, hati mengendalikan segalanya; jika di dalam hati terdapat pikiran positif, terwujud dalam tutur kata dan perilaku; berkah dan kebahagiaan pun mengikuti seperti bayangan." Ini sabda Sang Buddha, gatha yang sangat penting, ini berarti hati adalah segalanya. Hati adalah sumber Dharma, kita mengutamakan hati, kita harus menghormati hati kita sendiri, semua tutur kata dan perilaku mengandalkan hati. Tutur kata dan perilaku berhubungan dengan hati, di dalam hati Anda ada pikiran positif, itulah Buddhadharma. Walaupun tidak mencapai kebenaran pertama, namun, berkah dan kebahagiaan Anda mengikuti hati sendiri, sama seperti bayangan, mengikuti orang ini. Ini adalah sabda Buddha Sakyamuni, sebenarnya Sadhana Dzogchen juga.