Bejana Dharma bijaksana juga memiliki fondasi. Sebagian orang terlahir dengan daya ingat yang sangat baik, di zaman dahulu, ada banyak Bhiksu Agung yang terlahir dengan kebijaksanaan luar biasa. Begitu lahir, di usia yang masih sangat kecil, setiap sutra yang diperlihatkan kepadanya, tidak akan dilupakan olehnya, semua diingatnya.
Tidak hanya demikian, dia dapat dengan cepat membaca habis semua pustaka Buddha, semua sutra dan sastra, termasuk di antaranya empat pustaka dan lima klasik. Di usia yang sangat kecil, ia telah memiliki kemampuan seperti itu. Ini merupakan kebijaksanaan yang ia bawa semenjak lahir, dan bukan sesuatu yang ia dapatkan di kemudian hari. Bejana Dharma semacam ini bisa disebut sebagai bejana Dharma bijaksana.
‘Sruta’ berarti mendengar atau banyak pengetahuan, ‘bhajana’ adalah bejana Dharma. Setiap orang adalah bejana Dharma, sedangkan sruta-bhajana berarti seorang sadhaka yang dapat mendengar Buddhadharma. Ia dibagi menjadi tiga jenis, yang pertama adalah bejana Dharma yang tepat, yang kedua adalah bejana Dharma bijaksana, dan yang ketiga adalah bejana Dharma aspirasi.
Kita lanjutkan pengulasan ‘sruta-bhajana’, atau bejana Dharma dalam mendengarkan Buddhadharma.
Kita telah membahas bejana Dharma yang tepat, selain bejana Dharma yang tepat, tentu saja ada yang tidak tergolong sebagai bejana Dharma yang tepat.
Menurut Buddhadharma yang sesungguhnya, Sukhavatiloka dan sunya adalah satu hakikat. Lihatlah Ksetra Sinar Kedamaian Abadi, ini adalah kondisi sunya, di Sukhavatiloka ada Ksetra Sinar Kedamaian Abadi. Ini hanya masalah tingkat spiritual, untuk benar-benar menghasilkan kondisi sunya, Anda masih memerlukan bhava. Tanpa bhava, bagaimana mungkin ada sunya?
Untuk berbhavana, Anda membutuhkan tubuh jasmani. Ketika tubuh jasmani Anda telah mati, bagaimana Anda bisa berbhavana? Dari manakah sunya? Dari manakah hati? Berasal dari yukta antara tubuh jasmani kita dengan sunya, keduanya adalah koeksis, sunya dan bhava satu hakikat. Ini adalah sebuah filosofi yang sangat mendalam, sunya dan bhava merupakan filosofi yang sangat mendalam.
Dalam agama Buddha, sunya paling banyak dibahas, sebab Buddhadharma disebut juga sebagai ‘Sunyata-mukha’ (Pintu Sunyata).
Tapi mengapa masih perlu membahas ‘bhava’? Sebab di dalamnya disebutkan, ketika Anda benar-benar tercerahkan, Anda akan memahami bahwa sunya dan bhava tiada berbeda. Sunya dan bhava satu hakikat, bukan dua hakikat.